La Pièce Quatre
(La pies kater)Kepalaku sejak semalam sakit sekali sampai mual sehingga aku izin tidak masuk kerja. Tapi yang paling menyebalkan saat pintu rumah diketuk dan tamunya ternyata Harsanto!
"Kamu lagi! Ngapain sih?" sergahku sambil memegang kepala dan mengernyit.
Tanpa banyak bicara, Harsanto menuntunku duduk di sofa ruang tamu.
"Sudah minum obat? Sudah sarapan? Ini bubur ayam. Makan dulu. Setelah itu minum obat," perintah Harsanto tegas tak mau dibantah.
"Apa sih?" gerutuku.
"Nanti saja ngomelnya. Makan dulu biar ada tenaga."
Apa sih orang ini?
"Makan, Risa."
Entah kenapa kalimat terakhirnya membuatku mengangkat sendok yang ada di cup bubur ayam dan menyendoknya lalu menyuapkannya ke mulutku.
Suapan pertama ini membuatku benci mengakui kalau bubur ayamnya enak.
Mungkin aku setengah melamun karena tahu-tahu ada segelas air putih di depanku, sedang dia ternyata mundur hingga berdiri depan pintu. Bersedekap.
"Habiskan. Setelah itu minum obat dan tidur."
"Kamu nggak dinas?" tanyaku malas.
"Setelah kamu minum obat."
Manusia ngotot ini tidak akan pergi sebelum keinginannya tercapai. Untung bubur ayamnya enak.
"Obatnya di mana?" tanya Harsanto. "Kamu di sini saja. Biar aku yang ambil."
"Kotak obat dekat kulkas," jawabku sambil menyebut nama obatnya.
Bergegas Harsanto masuk masih dengan sepatu PDLnya. Dasar tidak sopan!
"Ini diminum!" Ia yang sudah kembali langsung mengangsurkan sebutir obat yang segera kuminum. "Aku balik. Kamu istirahat! Assalamu'alaikum," ucapnya sambil membereskan bekas bubur ayam dan dibawanya keluar.
Tak lupa ia menutup pintu lalu tak lama terdengar deru motornya berlalu dari rumahku.
Aku menghembuskan napas tanpa sadar lalu berbaring di sofa. Termenung.
Apa yang baru saja terjadi? Kenapa dia sebegitunya? Kenapa bukan Mas Shaheer?
"Kamu boleh benci aku tapi jangan pangkatku. Karena dari pangkatkulah Papamu berasal. Karena dari pangkatkulah, kamu bisa jadi dokter seperti sekarang."
Tiba-tiba ucapannya terngiang. Jelas sekali. Membuatku terduduk dan mengusap wajahku dengan kedua tangan.
"Apa kamu salah bergaul, Nak? Apa menjadi dokter membuat kamu lupa asalmu?"
Dari sekian banyak ucapan Mama, itu yang muncul.
Apa aku salah bergaul? Perasaan biasa saja. Ya, meski teman-teman anak-anak ... orang kaya. Mereka ...
Aku berusaha mengingat semuanya dan rasanya tak ada yang aneh. Mereka bukan tipe yang haus barang mewah. Hanya saja ... kadang aku iri melihat mereka punya pacar yang bisa dibanggakan.
Apa aku salah kalau berharap yang lebih baik?
Sakit kepalaku belum berkurang. Aku pun menyeret kakiku kembali ke kamar dan berbaring.
Mungkin karena pengaruh obat, saat bangun kulihat sudah tengah hari dan terdengar bunyi pesan masuk.
H
Aku di depan rumahmu.
Buka pintunya.Haduh, dia lagi. Maunya apa sih?
Kupaksa tubuhku bangkit, hanya merapikan diri seadanya lalu keluar kamar dan membuka pintu yang ternyata tidak terkunci.
"Apa? Kamu lagi nganggur?" Niatku mau menyemburnya tapi yang keluar justru nada malas.
Harsanto tersenyum. "Kamu pasti nggak masak. Ayo makan siang," katanya sembari menunjukkan kresek yang dibawanya. "Baru bangun ya? Sholat dulu sana setelah itu makan. Sakit bukan halangan untuk ibadah"
Aku mendengkus dan masuk lagi ke dalam kamar. Sholat.
Kapan terakhir kali aku sholat? Dua, tiga hari lalu? Entahlah.
Usai sholat dan keluar dari kamar, kulihat ada nasi rawon yang tertata di meja ruang tamu lengkap dengan dua gelas air putih. Pasti dia masuk dapurku lagi.
"Duduk sini. Ayo makan. Setelah itu minum obat dan kamu bisa tidur lagi," perintahnya.
Aku mendengkus. "Kenapa kamu peduli?"
Aku benci senyuman sok pengertiannya. "Sakit dan kita sendirian itu nggak enak. Meski ada kawan tapi tetap saja rasanya lain. Ayo makan."
Dengan enggan aku pun mulai menyendok nasi rawon di hadapanku. Loh, kok ini enak juga? Kebetulan atau karena selera makanku berkurang sehingga lihat makanan orang sama?
"Enak kan rawonnya?"
"Hem!"
"Ya sudah. Yang penting isi perut dulu." Aku bisa melihat dia menahan senyum melihatku. Terserah sudah!
Kami pun akhirnya makan dalam di diam hingga semua habis tandas. Harsanto bahkan membantu mencuci peralatan bekas makan siang kami seluruhnya. Setelah memastikan aku selesai minum obat, dia pun langsung meninggalkan rumahku tanpa tanya saja seperti butuh.
Tbc ➡
🍃🍃🍃
Assalamu'alaikum
Ada yang melek?Sidoarjo, 22-02-2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Le Jardin D'amour
Kısa HikayeKumpulan cerita pendek penuh cinta dan penuh warna seperti di dalam sebuah kebun yang berisi aneka tanaman dari yang cantik sampai yang berduri. Selamat menikmati 😊 Credit cover to @elaa_rin