12. Bertemu Teman Lama 3
Aku berada di Sidoarjo selama dua Minggu ditemani Grandpa dan Grandma. Papa Rahil menawarkan untuk menjemput tetapi keduanya menolak dengan alasan ingin mengikuti perkembangan Rainbow Surabaya juga. Sesekali Grandma ikut ke kantor bahkan saat telekonferensi membahas open house juga hadir dan mengatakan apa yang dikatakan padaku.
Alhamdulillah masalah sudah selesai meskipun sedikit huru-hara menurutku, dalam artian memang nggak semulus itu. Perkiraanku benar. Beberapa siswa harus keluar karena jadwal baru bentrok dengan jadwal belajarnya yang lain dan beberapa lagi memilih privat berkelompok. Karena ini kelalaian pihak Rainbow, maka sebagai kompensasi Rainbow memberikan diskon dari yang biasa mereka bayarkan tiap bulan di kelas reguler dan dari harga privat secara umum.
Hari ini sudah Minggu lagi dan aku bersama Grandpa juga Grandma sedang berada di kafe Rainbow Malang siang ini menunggu kedatangan Eyang Farhan, letting Grandpa dulu. Kata Grandpa, biar seperti di rumah. Ya, secara tidak langsung. Kan Rainbow milik sendiri.
"Grandpa..." panggilku. Kami memang datang setengah jam lebih cepat dari yang dijanjikan sehingga saat ini kami tengah menunggu mereka.
"Hem?" Grandpa mengangkat kedua alisnya.
"Tulisan yang benar tuh leting T satu, liting atau letting T dua macam bahasa Inggris gitu sih? Aku kok baru kepikiran ya?"
Grandpa tersenyum. "Lichting. L. I. C. H. T. I. N. G. Dari bahasa Belanda yang artinya angkatan."
"Oh. Siap." Aku manggut-manggut. Entahlah tiba-tiba kepikiran.
Ngomongin itu jadi ingat Surya. Eh, ngapain ingat dia? Nggak penting!
Lalu aku melihat seorang kakek yang berjalan bersama lelaki lebih muda. Meski sudah berumur sang kakek masih kelihatan gagah ya meski cara jalan yang sedikit lambat tak bisa membohongi usianya. Di sisi lain, lelaki muda di sampingnya yang berambut cepak, mengenakan sepatu sneaker, celana jin biru, kemeja yang ditutupi jaket bomber jelas tampak gagah.
Apa itu mereka?
Kulirik arlojiku masih lima belas menit lagi dari waktu janjian. On time.
Benar saja mereka sebab Grandpa yang juga melihat langsung berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan keduanya. Otomatis aku dan Grandma juga berdiri.
Grandpa langsung tertawa sambil memeluk dan menepuk bahu kawannya, setelahnya bergeser pada si lelaki muda yang memberi hormat militer lebih dulu sebelum salim padanya.
"Ini nih, Mama masih ingat Farhan, kan? Lama kita nggak ketemu dan nggak berasa ya cucu kita sudah gede aja. Kita sudah jompo," kelakar Grandpa.
"Ini yang namanya Lingga," Eyang Farhan terkekeh sambil menunjuk cucunya, "yang itu Garin, cucu Eyang Rashad dan Eyang Frannie," lanjutnya menunjuk pada kami.
Sepertinya Bang Lingga, begitu kan aku harus memanggilnya, sudah diberitahu eyangnya bahwa kami tidak bersalaman dengan lawan jenis atau memang aslinya begitu, entahlah sebab dia tersenyum sambil menangkupkan kedua tangannya pada kami.
"Ayo, ayo, duduk," kata Grandpa.
Kalau biasanya langsung pesan di kasir, kali ini Grandma meminta salah satu office girl stand by di kafe untuk membantu menjadi pramusaji. Dan begitu kami duduk, Grandma langsung memberi kode agar mendekat.
"Ayo, mau pesan apa?" kata Grandma. "Mbak, saya biasanya ya."
"Saya es teh peach sama nasi goreng seafood," kataku.
"Saya teh panas sama rawon," sambung Grandpa. "Ayo, pesan saja. Bungkus juga boleh."
Eyang Farhan tertawa lalu menoleh pada cucunya. "Rainbow ini milik Eyang Frannie dan sekarang dikelola Garin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Le Jardin D'amour
Short StoryKumpulan cerita pendek penuh cinta dan penuh warna seperti di dalam sebuah kebun yang berisi aneka tanaman dari yang cantik sampai yang berduri. Selamat menikmati 😊 Credit cover to @elaa_rin