Quatre
Besoknya kebetulan oppa Wira juga libur. Dia dan mbak Pristine mengajakku dan adik-adik beli perlengkapan camping sisanya jalan-jalan di Simpang Lima. Agenda para om tentara rekan si oppa memang mendaki tapi aku dan saudara-saudaraku memutuskan camping saja jadinya kami booking di Mawar Camp Ungaran. Kabar buruknya, mbak pristine dan suami nggak bisa ikut mengingat jatah cuti sudah diambil sehingga tak mungkin cuti lagi.
Oppa Wira. Aku akhirnya tetap menyebutnya begitu daripada Koko, mengingat wajahnya yang betul-betul mirip artis Korea. Dan sekali lagi untungnya oppa Wira bukan termasuk jajaran selebgram dumil. Aku yakin fansnya bakalan membludak. Punya wajah mirip artis Korea saja sudah sesuatu ditambah profesinya yang seorang tentara dimana saat ini tengah digandrungi para kaum hawa.
Tapi sebelum ke Simpang Lima, tuan dan nyonya rumah mengajak kami makan dulu di rumah makan seafood Pak Sangklak yang terkenal itu.
Baru selesai pesan, ada video call dari Mamas yang sedang isoma. Kuarahkan ke semua orang yang bersamaku agar disapa.
"Sudah makan, Mas?" tanyaku.
"Sudah. Selesai sholat langsung makan," jawabnya.
Aku mengangguk. "Sedih deh ... "
"Kenapa?" tanyanya lembut, dari awal kenal dia kalau ngomong memang halus. Beda sama aku.
"Ya habisnya semua orang ada pasangannya, cuma aku yang sendirian ih," curhatku manja.
Di seberang si Mamas tersenyum. "Sabar. Maaf ya nggak bisa nemenin," ucapnya menyesalkan.
Aku menghela napas pelan lalu tersenyum. Sebelum berucap aku duduk bersandar senyaman mungkin. "Resiko ketika aku menjatuhkan pilihan menjadi pasangan seorang tentara, aku harus siap mandiri dan kuat mental. Mas bukan cuma punyaku atau punya orang tuanya Mas tapi Mas adalah milik negara. Jadi jangan minta maaf."
Mamas kembali tersenyum. Senyum yang meneduhkan. Senyuman yang selalu kusuka. "Makasih ya, Mbak, sudah mau ngerti dari awal."
Rasa ingin lari ke tempatnya dan memeluknya, dosa nggak sih? Meski nggak terlalu banyak omong tapi sejak awal aku merasa nyaman dengannya. "Kalau hatiku milih Mas ya otomatis aku harus nerima kerjaan Mas dong. Kalau kita nikah kan kamu menafkahiku dari gaji tentara."
"Suit, suit!"
"Cieee ciee!"
Segera terdengar godaan sana sini dan ada juga suara dehaman pura-pura batuk dari manusia-manusia nggak sopan itu. Dan yang paling kencang tentunya nyonya rumah. Mbak Pristine. Dari dulu memang kok suka gangguin aku eh aku juga suka gangguin dia sih hehehe ...
"Diem!" seruku setengah berbisik.
Tampak Mas terkekeh di layar. "Seru ya di sana?"
"Hem!" jawabku pendek setelah fokus ke layar lagi. "Lagian kan yang aku omong benar? Tentara bukan sekedar seragam dan tubuh gagah. Ya kan, Bang?" Kali ini aku menatap suami Mbak Pristine yang mengangguk membenarkan.
Romansa dengan seorang tentara bukan hal puitis atau picisan. Cinta, pengabdian dan pengorbanan berbaur jadi satu kesatuan. Ada banyak sabar, ikhlas, doa dan cemas jadi satu. Mental betul-betul seperti baja. Sudah hal biasa dengan hubungan jarak jauh, batalnya kencan atau liburan secara mendadak meski liburanku kali ini dari awal Mas memang nggak ikut. Agenda soloku terus adik-adikku yang malah ingin ikut.
Lima menit menentukan. Itu kata yang umum didengar. Dan hanya yang terbaik dan yang terkuat yang bisa bertahan hingga maut memisahkan. Termasuk hilang kabar alias susah dihubungi saat penugasan juga bukan hal aneh.
Aku dan Mbak Pristine sendiri sedari awal menjalin hubungan dengan pasangan masing-masing hampir nggak pernah bertemu muka. Bisa dihitung dengan jari. Hanya bermodal ikhlas, setia dan percaya karena toh kami masing-masing adalah milik Allah. Apa yang sudah ditakdirkan untuk kami, nggak akan menjadi milik orang lain seperti apapun keadaannya.
Dan lihat? Mbak Pristine. Bukan tanpa air mata loh mereka sampai akhirnya mengikat janji suci. Begitu pun aku dan Mamas. Kami hanya perlu terus berdoa semoga semua dilancarkan sampai hari H.
Jatuh bangun kami lalui saat bersanding dengan para lelaki berseragam loreng itu. Sebuah cerita klise tapi begitulah yang dirasakan para istri tentara ini.
"Mas, aku kok susah ngapalin NRPmu sih aaah?" rajukku tiba-tiba. "Ketularan Mbak Pristine ki!" cibirku padanya.
"Aku ngopo?" sahutnya sambil tertawa.
"Dihafalin pelan-pelan, Mbak," celetuk oppa Wira.
"Salahe Mbak Pristine pokoke!" Aku ngotot. See? Gangguin dia balik hahaha ...
"Bismillah hafal," kata Mamas.
Aku menghela napas dalam. Terus terang, persyaratan menikah dan yang harus dihafal itu bikin sakit kepala. Banyak sekali. Jadi yah memang kalau mendekati tentara hanya untuk gegayaan atau nggak kuat mental, mundur saja dari awal daripada nanti sudah terlanjur menikah tambah susah.
"Iya, bismillah," kataku sembari mengangguk.
Tak lama menu pesanan kami datang. Sempat pamer sedikit ke Mamas sebelum mengakhiri obrolan kami dan aku fokus makan.
Tbc➡
🐟🐙
Assalamu'alaikum semua
Selamat pagiii maaf update yang ringan dulu ya. Mohon doanya agar urusan yang lagi menyita perhatianku bisa kelar dengan lancar 🙇
Sidoarjo, 05-11-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Le Jardin D'amour
Short StoryKumpulan cerita pendek penuh cinta dan penuh warna seperti di dalam sebuah kebun yang berisi aneka tanaman dari yang cantik sampai yang berduri. Selamat menikmati 😊 Credit cover to @elaa_rin