2.4. Le Monde D'Abhi

1.4K 251 159
                                    

L'histoir Quatre
(Listoar kater)

Karena kesibukan, aku nggak sempat menghubungi Flo dan ada rasa nggak berani juga karena aku baru ingat, bisa saja Flo sudah terikat dengan seseorang. Betapa berdosanya aku kalau jadi orang ketiga meski tanpa sengaja.

Hal itu yang terus mengganggu pikiranku sampai akhirnya aku nekat ke Surabaya sendirian, menyalahi aturan sendiri begitu ada waktu luang.

Kami janjian di kafe milik Rainbow alias di gedung Rainbow cabang Surabaya milik Grandma. Minimal nggak benar-benar tempat yang asing. Tentu tanggal merah kelas libur tapi kafe yang terbuka untuk umum tetap buka.

Seperti dugaanku, Flo datang lebih dulu dan duduk di pojok sesuai permintaanku. Dari jauh aku memperhatikan penampilannya. Meski hijabnya bukan khimar lebar seperti para perempuan di keluargaku tapi tetap sopan menutup dada. Hari ini dia mengenakan kemeja panjang selutut yang kata adek Garin namanya tunik dipadu rok lipit. Sederhana tapi manis.

"Assalamu'alaikum, maaf ya menunggu lama?" sapaku sembari duduk di hadapannya.

Flo mendongak sambil tersenyum. Tampak semburat merah tersipu di wajahnya. Aku tersenyum tipis. "Wa'alaikumussalam. Nggak kok, Mas. Barusan juga. Five minutes earlier."

Aku mengangguk. "Ada yang merasa terganggu dengan pertemuan kita? Aku nggak mau tiba-tiba nanti ada yang nonjokin aku."

Flo spontan tertawa. "Aih, Mas Abhi. Siapa yang mau sama aku? Padahal kan aku manis ya?"

Entah kenapa aku merasa lega mendengarnya. "Iya kamu manis," kataku membenarkan. Ya, Allah kenapa hamba jadi berubah didekat Flo?

Kembali Flo tersipu tapi kali ini sambil mengibaskan tangannya ke arahku. "Mas Abhi ih, aku kan malu kalau Mas Abhi terus terang gitu."

Aku tersenyum. "Sudah pesan makan? Atau nanti saja?"

"Belum. Kan baru sampai."

Aku mengangguk. "Mau makan sama minum apa?"

"Belum pernah ke sini. Nggak tahu menunya yang enak apa. Tapi minumnya es jeruk."

"Indonesia apa internasional?" Mengingat Rainbow merupakan lembaga kursus bahasa asing selain kursus pelajaran sekolah, maka menu yang disajikan terdapat menu nusantara dan internasional sesuai negara asal bahasa yang diajarkan. Itu pula alasan kafe Rainbow suka jadi tempat pertemuan dan tempat bersantai warga asing selain siswa.

"Nusantara saja. Pokoknya nasi. Mas Abhi traktir ya?" pintanya dengan senyum lebar.

Flo yang asli, yang kukenal dulu telah kembali dan itu kurasa lebih cocok untuknya. "Oke. Sebentar ya?"

Aku pun segera ke counter untuk memesan makan siang kami berdua. Setelah itu kembali ke meja kami, di mana Flo tengah asyik dengan ponselnya.

Ah, tentang Flo dan ponsel, aku menghargainya yang nggak pernah merecokiku dengan pesan dan telepon. Sesekali saja dia mengirim pesan saat dirasa perlu.

"Sudah?" tanyanya lalu meletakkan ponsel di meja.

"Sudah. Ayam bakar, is that okay?" tanyaku sambil duduk.

"Okay." Flo mengangguk.

Sesaat tak ada yang bicara di antara kami berdua.

"Flo?"

"Ya?"

"Aku betul-betul minta maaf," ucapku penuh penyesalan.

"Tentang apa?"

"Tentang hari itu di Telaga Sarangan. Aku nggak berpikir sama sekali, bagaimana kalau kamu sudah ada yang punya? Aku benar-benar nggak sopan. Maaf ya?" sesalku sambil menangkupkan kedua tanganku.

Kedua mata Flo yang ternyata berbulu mata lebat dan lentik itu mengerjap. "Mas Abhi kepikiran ya? Lupakan saja. Glad to help you hehehe ... "

"Ya, aku kepikiran," jujurku.

Flo menghela napas dalam. "It's okay. Nggak ada yang perlu dimaafkan. Cuma ... kaget saja."

Aku menatap kedua bola mata hitamnya lurus-lurus mencari jawaban yang selama ini merisaukan hatiku. Dan aku menemukannya. Meski tersamar tapi ... mata itu jendela hati bukan?

Aku menunduk lagi sembari menghela napas. Menata hati sebelum bicara lagi.

"Flo?" panggilku setelah aku merasa tenang.

"Ya?"

"Maaf lagi karena selama ini nggak menghubungimu. Aku sibuk juga ... sengaja. Aku nggak mau sembarangan lagi seperti di Telaga Sarangan itu," aku kembali terdiam. Memilih kalimat terbaik untuk diutarakan. Alhamdulillah Flo tampak sabar menunggu meski aku yakin hatinya berbeda. "Aku butuh bicara dengan Allah untuk menentukan langkah selanjutnya. Kita bukan anak SMP lagi, Flo. Banyak yang harus dijaga."

"Ya," sahut Flo lirih.

Di sekeliling kami sudah mulai ramai tapi aku dan Flo seperti ada di dimensi lain yang sunyi.

"Jadi, aku anggap pertemuan ini jawaban dari salah satu petunjuk yang kuminta. Flo, kamu mau ikut berdoa bersamaku?"

"Berdoa?" beo Flo bingung tapi penuh antisipasi.

Aku mengangguk. "Berdoa apakah kita berjodoh atau bukan. Kalau kamu mau memperjuangkan namaku dalam doamu, aku akan memperjuangkan namamu dalam doaku."

Bisa kumaklumi kalau Flo langsung mematung dengan wajah memucat mendengar kata-kataku. Tapi aku dibesarkan untuk nggak mempermainkan perempuan.

"Kamu mau?"

Tbc➡

🍃🍃🍃

Assalamu'alaikum semua...

Salam mendung, nulis sambil dengerin Ari Wibowo nyanyi Madu dan Racun, lagi mencoba mengalihkan kepala yang rasanya buntu.

Semoga suka 🙇

Sidoarjo, 12-11-2020

Le Jardin D'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang