1.6. Les Vacances

922 146 17
                                    

Six

Sore hari kami menuju Desa Semilir. Sepanjang perjalanan, musik yang diputar dari playlist adalah ... mars dan hymne serta lagu-lagu militer. Tepok jidat betulan deh. Niat hati ingin refreshing sebentar tanpa memikirkan hal berbau militer ...

"Nih, Mbak, aku baik kan? Tak bantu biar makin hafal," kata Mbak Pristine sedikit jail.

"Siap, izin, terima kasih. Ibu baik banget emang," sahutku sarkas.

"Dibawa santai aja. Kan nanti nggak sendirian. Ada Mamas juga. Ya walau ada kalanya nanti Mbak Keyna menghadapi sendirian sih. Asal sopan santun dan etika tetap dijaga, in syaa Allah aman. "

"Siap."

Tak terasa kami sudah sampai Dusun Semilir. Adik-adikku langsung heboh. Zafhirah tanpa babibu menyeret Andhanu mencari spot foto terbaik, begitupun Annira bersama Shidiq.

"Nasib yang sendirian," gerutuku yang ditertawakan oleh mbak Pristine.

Kami berkeliling hingga ke zona miniatur Eropa lalu istirahat di Banyu Biru setelah mencoba perosotan warna-warni. Lumayan melepas penat menjelang mengurus pengajuan.

"Makasih ya sudah mau direpotin," kataku setelah kami terdiam beberapa lama sibuk dengan diri sendiri.

Mbak Pristine yang baru selesai foto berdua menurunkan ponselnya dan tersenyum. "Nggak repot, Mbak."

"Kan manten anyar. Katanya masih mode senggol bacok," godaku sambil menaik-turunkan kedua alisku.

Mbak Pristine dan si oppa tersenyum. Saat aku hendak membalas ucapannya, Mamas video call.

"Assalamu'alaikum," ucapku sembari tersenyum.

"Wa'alaikumussalam," balasnya dengan senyum juga.

"Sudah pulang, Mas?" tanyaku saat melihatnya masih mengenakan seragamnya.

"Barusan. Lagi di mana, Mbak?" tanyanya sambil ... sepertinya tengah melepas kancing atasan PDLnya.

"Dusun Semilir. Bagus ih. Nanti ke sini ya kita?" pintaku.

Mamas mengangguk. "In syaa Allah."

Aku tahu kenyataan seringkali jauh dari ekspektasi tapi aku cukup senang meski hanya sebuah rencana, dia mengiyakan. Kalau boleh jujur, daftar rencanaku sepanjang jalan kenangan yang semuanya diiyakan olehnya. Mengingat itu aku ingin tertawa.

"Kenapa, Mbak?" tanyanya yang ternyata sudah melepas atasan PDLnya tersisa T-shirt loreng dalaman. Sepertinya dia menangkap basah aku tersenyum.

Aku menggeleng. "Nggak. Nggak apa kok."

Mamas bukan lelaki sempurna paling pengertian tapi dia selalu berusaha mengerti aku. Itu hal yang membuatku nyaman. Kelempengannya terkadang suka membuat geregetan sendiri.

"Mas sudah makan? Makan deh sana," perintahku.

Dia mengangguk. "Iya. Nanti. Mandi dulu tapi nunggu keringat kering. Masih gerah. Kemarin campingnya gimana?"

"Senang dong," jawabku sambil tersenyum lebar.

"Tapi nggerutu juga," sahutnya tersenyum tipis.

Aku meringis.

"Seharin pelor tuh, Mas," celetuk mbak Pristine. "Bangun buat sholat aja, abis itu tidur lagi. Kalau nggak aku seret, nggak makan sama sekali tuh," lapornya jahil yang dapat dehaman dari sang suami.

Aku meliriknya. "Tukang ngadu! Biarin weee ... ngantuk i."

Dan untuk hal ini, saling mengganggu juga kesamaanku dan mbak Pristine. Aku terkadang suka menjailinya dengan mengadu kepada oppa Wira. Hidup tanpa saling mengganggu itu bagai taman tak berbunga hai aduhai eh ... yah, intinya kurang afdol kalau nggak saling ganggu satu sama lain hihihi.

Mamas tersenyum melihat kelakuanku. "Makan loh, Mbak. Nanti maaghnya kumat. Sudah tahu punya maagh gitu."

"Iya, Mas. Nakal kok emang. Marahin aja." Lagi-lagi mbak Pristine menyahut dengan licinnya yang seketika ditarik dan mulutnya ditutup oleh suaminya gegara ingin nimbrung on screen dengan mamas.

Aku tertawa. "Rasain. Makanya, jangan nakal!"

Mamas di seberang geleng-geleng kepala melihat kelakuan kami.

"Malamnya makan kok. Habis donat enam juga." Dari satu lusin yang dibeli mbak Pristine.

Seketika mamas terkekeh mendengar betapa rakusnya aku lalu geleng-geleng. "Ya nggak balas dendam gitu juga caranya, Mbak. Kasihan perutnya."

Mamas sudah tahu tentang aku yang kalau sudah suka jajanan tertentu, belum berhenti sebelum habis. Apalagi beberapa hari sebelumnya aku bilang padanya sedang ingin donat.

Aku menatap layar sambil mendengar rentetan penuturannya. Seketika di kepalaku terngiang lagu Andmesh. Meski nggak tepat karena itu bercerita tentang Ibu yang tiada tapi alunan musik dan beberapa bait lirik menggambarkan perasaanku.

Kuingin saat ini engkau ada di disini
Tertawa bersamaku seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan tolong kabulkanlah
Bukannya diri ini tak terima kenyataan, hati ini hanya rindu
...

Tbc➡

🍃🍃🍃

Assalamu'alaikum semua,

Maaf masih update ini. Belum bisa mikir yang on going lain. Otaknya masih penuh 😢🙇

Semoga suka 😊

Miss B

Sidoarjo, 09-11-2020

Le Jardin D'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang