5.2 Ma Petite (Revisi)

902 151 23
                                    

La Part Deux

(La part de)

Setelah malam itu aku tidak bertemu Karenina meski aku mengingat jelas alamat rumahnya. Entahlah terkadang saat pulang aku melewati rumahnya tapi tanpa sekali pun dia tampak.

Hingga suatu pagi, di hari Minggu saat mampir beli sarapan nasi krawu dari jogging keliling komplek, aku bertemu Karenina.

"Assalamu'alaikum. Selamat pagi. Selesai jogging juga?" sapaku.

"Wa'alaikumussalam. Iya, dok." Karenina mengangguk.

"Panggil nama saja, kan kita tetangga," kataku ramah.

Karenina mengangguk kecil tapi tampak sedikit sungkan. "Oke."

"Oh ya, beli mukenah di Sidoarjo di mana ya?" tanyaku sambil menunggu nasi krawuku dimasukkan kresek. "Bayarnya sama punya Mbak ini ya, Pak," kataku pada penjualnya sambil menunjuk Karenina sembari menyerahkan selembar uang.

"Eh, dok eh Mas, jangan," tolaknya.

"Nggak apa. Sudah," paksaku.

"Aduh, jadi nggak enak. Makasih loh, Mas," ucapnya sungkan.

Aku mengangguk dan menerima uang kembalian. "Oh ya, mukenah tadi gimana?"

"Oh eh itu ... bisa di Indah Bordir atau Bin Attar. Tapi kalau Mas Naku mau, saya ada mukenah juga. Jualan olshop, ada ready stock juga," jelas Karenina.

Spontan kuangkat kedua alisku. "Ya sudah. Beli yang ada di Mbak Karen saja. Bisa minta contohnya?" pintaku.

Tentu meski aku dan Karenina masih di dekat penjual nasi krawu, kami sudah minggir agar tak menghalangi jalan.

"Uhm, saya kirim fotonya saja atau Mas Nakula lihat di rumah?"

Aku keluarkan ponselku dan meminta nomernya. "Tapi kalau nggak keberatan bisa antar ke rumah bawa contoh-contohnya? Mukenah saja?"

"Ada gamis juga sama kerudung. Buat siapa memang?"

"Mbak Ratmi. ART di rumah ulang tahun besok kata Oma," jawabku. "Kalau sekalian bawa contoh gamisnya?"

"Boleh." Karenina mengangguk.

"Oke. Nanti saya kirim alamat rumah. Terserah datang jam berapa," kataku. "Makasih ya?"

Karenina tersenyum. Manis sekali. Memperlihatkan lesung pipit di kedua pipinya. "Calon pembeli potensial," sahutnya dengan tawa renyah.

"Ya sudah. Kita pulang sekarang. See you then."

"See you."

Kami pun memutuskan pulang. Kali ini aku mengiringinya hingga ke rumahnya lalu aku meneruskan perjalan pulang.

Kami bertukar cerita selama perjalanan pulang itu. Dia tidak tampak modus juga, gerak-geriknya wajar. Karena umumnya sedikit atau banyak jika ada perempuan yang berdekatan dengan laki-laki terutama good looking saja pasti modus apalagi jika lelaki itu seperti aku. Dokter dan polisi.

Aku mungkin terdengar berlebihan tapi itu kenyataan yang kualami. Tak sedikit para kaum hawa berharap padaku dengan cara yang aku kurang sreg. Hanya sedikit yang bersikap wajar di dekatku. Tapi baru kali ini aku merasakan sosok Karenina berbeda.

"Kok lama, Mas?" tanya Opa Angga yang sepertinya juga baru pulang senam dengan warga di blok kami ketika aku menginjakkan kaki di rumah.

"Beli nasi krawu dulu kesukaan Oma dan Opa." Kuangkat kresek yang kubawa.

Opa Angga yang merupakan adik ipar dari almarhum eyang kakungku ini langsung tersenyum lebar.

"Opa kira kamu nyasar," godanya.

Kami berdua pun tertawa.

"Kabar Mas Dewa gimana?" tanya Opa sembari kami sama-sama masuk ke dalam.

"Galau."

"Lho?"

"Siapa galau?" celetuk Oma Azi, adik kandung eyang kakungku almarhum.

"Adek Dewa," jawabku dan kami pun langsung menuju meja makan lalu memanggil Mbak Ratmi sekalian sarapan bersama.

"Masih tentang Ayu itu?" tanya Oma Azi. "Bukannya sama Rembulan teman dekat Arjuna. Bukan karena suka orang yang sama dengan juga Arjuna kan? Kalian nggak sedang berebut Drupadi kan?"

Mendengar hal itu spontan membuatku tergelak. "Oma, hanya karena nama kami termasuk Pandawa Lima bukan berarti nasib percintaan kami seperti kisah Mahabarata juga dong, Oma."

"Mas Naku dan yang lain jangan coba-coba berebut perempuan loh ya!" Opa Angga mengingatkan dengan tegas.

"Siap. Perempuan masih banyak." Dan tiba-tiba ingatanku melayang pada si mungil Karenina. Iya, dia berpostur Petite kalau kata Oma Azi.

Oma Azi dan Opa Angga mengangguk puas. Sedang Mbak Ratmi tersenyum kecil mendengar obrolan kami.

"Mas Naku nggak ada yang dikenalin gitu?" celetuk Oma Azi.

Aku menggeleng dan lagi-lagi bayangan Karenina muncul di benakku. "Belum, Oma."

Opa Angga menggelengkan kepalanya tampak tak percaya. "Padahal saat dinas sebelumnya kamu di sana nggak sebentar lho."

Aku tersenyum. "Ya namanya juga jodoh kan? Siapa yang tahu. Opa tenang saja, nanti kalau sudah waktunya."

Usai sarapan, aku segera ke kamarku. Begitu selesai mandi, aku diberitahu bahwa ada tamu mencariku. Dia ... Karenina.

Tbc➡
🍃🍃🍃

Assalamu'alaikum, met malam, 13 menit lagi menuju bulan April.

Sebelumnya mohon maaf beberapa hari ini aku lagi oleng ditambah hape error 🙈jadi jarang update padahal tinggal dikit lagi.

Dan maaf kalau komentarnya belum aku balas ya 🙇tapi aku baca semua kok. Makasih banyak 😙😙😙

Sidoarjo, 31-03-2021

Le Jardin D'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang