01. Qui est-ce ?
"Mbak Garin happy bener?"
Aku yang asyik mengerjakan pekerjaanku di laptop spontan mendongak kaget. Prita, sekretarisku, meringis lebar di depan meja seraya menyerahkan beberapa dokumen.
"Kapan kamu masuk?" tanyaku.
"Dari tadi. Saya ketuk pintu berkali-kali nggak ada sahutan. Saya intip eh malah senyum-senyum sendiri, jadi ya saya masuk," terangnya. "Ibu juga telepon, saya disuruh tanya, Mbak Garin mau diajak makan siang bareng. Repot apa enggak? Soalnya nggak bisa dihubungi."
Ganti aku meringis lalu mengernyit. "Mama hubungi nggak bisa?" Aku segera meraih ponselku yang ada di ujung meja dan rupanya habis batere. Kutunjukkan pada Prita layar yang gelap lalu segera ku-charge. Setelah itu memberikan tanda tangan dan menyerahkan kembali dokumen kepadanya. "Maaf untuk semuanya. Tolong bilang Mama aku bisa makan siang bareng. Eh, biar kuhubungi sendiri."
"Siap, eh tapi Ibu bilang sekarang masih di kantor Bapak. Katanya, kalau Mbak Garin oke, baru Ibu ke sini. Kalau enggak ya langsung pulang."
Aku mengangguk. "Ya sudah. Tolong kirim pesan ke Mama aku oke."
"Baik. Saya permisi dulu." Prita pun meninggalkan ruanganku.
Kalau Mama di kantor Papa, selama nggak darurat, aku nggak mau telepon langsung sebab ingin memberi waktu lebih keduanya bersama. Bisa jadi kan sedang ngobrol seru.
Tadi aku lupa isi baterai setelah ngobrol sama Mas Abhi, saudara kembarku yang memberi kabar mau pulang. Kabar itulah yang membuatku bahagia. I miss him so much.
Sekitar satu jam kemudian Mama datang dengan rantang di tangan. Aku langsung berdiri menyambut Mama, salim dan memeluknya lalu mengambil alih rantang.
"Maaf, Ma, tadi ponselku low bat," kataku.
Mama menepuk lenganku sambil tersenyum. "Ça va, (Nggak apa-apa)"
"Kok malah makan sama aku?"
Kami duduk di sofa dan rantangnya kuletakkan di atas meja. Mama membuka dan mengambil wadahnya satu per satu. Aku bangkit lagi untuk mengambil piring dan sendok lalu menghubungi pantry agar membuatkan kami minuman.
"Seharusnya sama Papa tapi Papa katanya mau ada tamu, jadi kotak bekal untukmu Mama kasih Papa dan jatah kami, Mama bawa ke sini," terang Mama seraya mengisi piring kami dengan nasi.
"Kok lama?"
"Ngobrol dulu sama tamunya. Mama kenal juga."
"Oh." Aku manggut-manggut. Aku mengintip lauk dan sayur apa saja yang dibawa Mama. Ada oseng cecek dan oseng pare. "Biar aku ambil lauknya sendiri," kataku seraya mengambil alih piringku lalu mengambil sendok sayur dan mengambil cecek serta pare, menuangkannya ke atas nasiku. Sekalian untuk Mama.
Kusuap sesendok dan nggak pernah mengecewakan. Masakan Mama selalu yang terbaik karena dibumbui dengan cinta.
Tak lama Bu Lastri, office girl senior kantor yang sudah bekerja sejak Mama mengurus Rainbow, lembaga kursus milik Grandma yang kini kupegang, itu mulai bekerja.
"Deux jus d'orange, s'il vous plaît, (dua jus jeruknya, silakan)" kata Bu Lastri.
"Merci beaucoup, (terima kasih)" ucap kami bersamaan. Oh, jangan heran kalau level PU pun bisa bahasa Perancis, sebab semua pegawai siapapun dia berhak mendapatkan fasilitas kursus bahasa gratis di Rainbow.
"Je veux en prie, (sama-sama)" balasnya lalu pamit keluar.
"Mas Abhi mau pulang," kataku setelah Bu Lastri menutup pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Le Jardin D'amour
Short StoryKumpulan cerita pendek penuh cinta dan penuh warna seperti di dalam sebuah kebun yang berisi aneka tanaman dari yang cantik sampai yang berduri. Selamat menikmati 😊 Credit cover to @elaa_rin