3.3. Toujours Prôche

814 149 14
                                    

L'episode Trois
(Lepisod troa)

Sejak hari itu aku dan mbak Khanzana jadi akrab selayaknya kami dengan Putri. Terkadang keluar bertiga dan ternyata aku dan sahabat Putri ini punya beberapa kesamaan. Penyuka donat juga kami nggak bisa lepas dari teh untukku dan kopi untuknya. Satu-satunya kopi favoritku hanya kopi instan rasa avocado.

"Mbak, waktu keluargamu tahu Masmu lebih muda, mereka gimana?" tanya mbak Khanzana suatu hari saat kami di gerai donat sepulang dari toko buku.

Aku menelan donatku sambil tersenyum sebelum bicara. "Biasa aja. Buat mereka asal sholeh dan tanggung jawab sih nggak masalah meski agak kaget juga karena Mas seumuran adekku." Aku memutar-mutar sedotan di gelasku, "Ada juga yang dari awal bilang entah lupa siapa, kalau aku jangan dengan yang lebih muda. Masalahnya takdir membawaku ke mana? Aku selalu minta diberi lelaki terbaik seperti harapan orang tuaku dan yang datang dia. Selama NRPnya asli dan dia baik serta bisa bimbing juga ngemong aku, apa lagi yang dimasalahkan?"

Mbak Khanzana manggut-manggut.

"Aku nggak minta tentara tapi semakin ke sini malah didekatkan dengan mereka, mungkin kupikir memang takdirku. Akhirnya aku berdoa kalau memang jodohku mohon didekatkan. Nggak mudah memang tapi aku percaya dengan kekuatan doa," tambahku sambil tersenyum. "Banyak yang bilang aku pemilih, itu ... lumayan sakit sih dituduh gitu. Kalaupun milih ya aku milih lelaki sholeh bertanggung jawab yang bisa menyayangiku dan orang tuaku. Apa itu salah?"

Kembali mbak Khanzana manggut-manggut sembari menyesap kopinya. "Konotasi orang umum tentang memilih itu pasti ke kaya, ganteng, bergelar, kerjaan bagus ... "

"Yep. Padahal itu semua relatif. Mapan. Definisi mapan itu apa sih? Bukannya lebih ke dia punya pekerjaan yang bertanggung jawab bisa digunakan untuk menafkahi istri dan anaknya kan? Apa mapan itu harus pengusaha? CEO? Guru dan lainnya nggak boleh disebut mapan? Wirausahawan?"

Kuperhatikan sekeliling, ternyata gerai donat sedang nggak terlalu ramai. Hanya mereka yang take away saja yang cukup antre.

"Bang Naqi hubungi aku," beritahu mbak Khanzana setelah kami saling terdiam cukup lama.

"Then?"

Mas Faaiz bilang padaku memang kalau Naqi menghubungi mbak Khanzana tapi selanjutnya nggak ada berita apapun lagi.

"Ya biasa aja. Ngobrol tanya-tanya biasa aja. Sibuk katanya," terang mbak Khanzana.

Aku mengangguk. "Iya. Sibuk banget. Makanya lamaran kami dipercepat."

"Lho, memangnya?" tanya mbak Khanzana kaget.

"Seminggu sebelum Mbak Khanza pindah ke rumah, aku sama Mas Faaiz baru lamaran," jawabku.

"Tentara kalau sudah yakin mantap nggak pernah lama-lama mutar dulu ya?" tanya mbak Khanzana sedikit menerawang lalu menyesap kopinya.

Aku tersenyum. "Sebetulnya mau siapapun kalau serius ya tancap gas nggak pakai lama, Mbak. Nggak tentara aja. Tapi ya, ketika seorang tentara merasa pasti dan yakin dengan pilihannya, dia akan mengajak pengajuan. Cuma, karena tugas lama jadi lamaran aja. Pengajuannya nanti setelah pulang. Kan ada tanggal kadaluarsanya itu surat permohonan nikahnya. Hanya enam bulan. Lewat dari itu ya mengurus ulang dari nol. Ribetnya dobel."

"Eh, iya ta?" seru mbak Khanzana kaget.

Aku mengangguk. "Iya."

"Aku baru tahu."

Setelah donat dan minuman kami habis, kami beranjak meninggalkan gerai donat dengan masing-masing kotak untuk dibawa pulang.

Donat nggak pernah membuat kami bosan. Di mana ada penjual donat, nggak harus gerai terkenal, pasti kami berhenti untuk beli. Entah saat berdua atau sendiri-sendiri.

Sambil jalan ke tempat parkir motor, kami kembali ngobrol dengan sesekali masih melirik kanan-kiri yang sekiranya menarik.

"Menurutmu, Bang Naqi gimana?" tanyaku.

"Baik."

Aku mencibir. "Jawaban apa itu?"

"Lha kamu mau aku jawab gimana?"

Aku terkekeh. "Apa gitu. Masa baik doang?"

"Nggak gombal sih yang jelas. Sopan."

"Yang jelas lebih humoris dan terbuka dari Mas Faaiz. Mas tuh kelewat kalem," kataku.

Aku nggak mau terlalu promo kebaikan Naqi meski aku mengenalnya sebagai lelaki baik yang kurasa cocok untuk mbak Khanzana. Biar mereka menjalani sendiri. Naqi yang aku kenal adalah lelaki tulus dan semoga perasaannya untuk mbak Khanzana memang setulus itu. Aamiin.

Tbc➡

🍃🍃🍃

Assalamu'alaikum semua,

Masih bersama Gina dan Khanza ya 😆 karena cerpen jadi konflik hanya fokus ke pribadi masing-masing menggunakan sudut pandang Khanza. Seperti Les Vacances, kemungkinan akan diselipkan hal-hal seputar Persit walaupun di Les Vacances sudah banyak dijelaskan nano-nanonya pengajuan 😅

Aku tuh kadang bingung untuk bawa ending sebuah cerita militer. Karena isinya nggak akan jauh dari rasa saat LDR dan pengajuan. Kalau ditanya tentang itu, semua serupa 🙈 masalahnya aku nggak bisa bikin cerita baper-baper menguras emosi. Jujur saja. Gaya menulisku ya seperti yang kalian tau, lempeng, lambat dan tanpa gejolak.

Sidoarjo, 19-11-2020

Le Jardin D'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang