Hay guys,
Dessel balik lagi ni.
Happy Reading!!!!Rehan menunggu dokter yang sedang memeriksa Kiara dengan perasaan cemas. Dia sangat khawatir dengan keadaan Kiara, tidak dia hiraukan pakaiannya yang berlumuran darah yang cukup banyak.
Rehan melihat pakaiannya yang masih berlumuran darah, terlintas kembali ingatan saat dia menemukan Kiara dalam keadaan berlumuran darah yang sangat banyak.
"Ya Allah selamatkanlah istriku, jangan biarkan dia pergi meninggalkanku karena aku belum sempat untuk membahagiakannya. Berilah aku sedikit waktu untuk menebus kesalahanku padanya." doa Rehan sambil menangis.
Cukup lama Rehan menunggu sang dokter keluar dari ruangan membuat Rehan merasa semakin cemas. Tidak henti-hentinya Rehan terus berdoa untuk keselamatan Kiara.
Tidak berapa lama dokter yang ditunggu-tunggu pun akhirnya keluar dari ruang ICU. Rehan segera bangkit dari tempat duduknya untuk menghampiri dokter itu.
"Bagaimana keadaan istri saya Dok?" tanya Rehan dengan perasaan yang sangat khawatir.
"Istri Bapak mengeluarkan begitu banyak darah sehingga dia kekurangan cukup banyak darah, dan untunglah stok darah yang cocok untuk istri ada masih tersedia jadi kami langsung mentranfusikan darah itu. Dan Alhamdulillah istri Bapak telah melewati masa kritisnya, tapi." Dokter itu sedikit ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Tapi apa Dok?" Tanya Rehan dengan jantung yang berdebar-debar.
"Tapi maaf Pak, istri Bapak saat ini masih dalam keadaan koma dan kami tidak dapat memastikan kapan istri Bapak bangun." Jawab sang dokter.
"Iya Dok, tidak papa. Terima kasih telah memeriksa istri saya." Ujar Rehan berusaha untuk kuat.
"Itu sudah menjadi tugas saya Pak, kalau begitu saya permisi." Pamit sang Dokter.
Rehan pun hanya mampu mengangguk sebagai jawaban, karena di sudah tidak mampu lagi untuk berbicara.
Setelah kepergian sang dokter itu barulah Rehan menangis kemudian liruh ke lantai. Dia sangat terpukul atas apa yang telah menimpa istrinya.
****
Sementara di tempat lain seorang polisi mengetuk sebuah rumah, tidak berapa lama seorang wanita membuka pintu dan langsung berhadapan dengan dua orang polisi yang bertubuh tinggi dan terlihat sedikit sangar.
"Ada apa ya Pak?" Tanya wanita itu dengan gugup.
"Selamat siang, maaf mengganggu. Apakah benar ini rumah Ibu Keyla?" Tanya polisi itu dengan tegas.
Keyla semakin takut saat polisi itu menyebut namanya. Dia berpikir haruskah dia lari dari kejaran polisi atau menyerah kepada polisi, toh pada akhirnya dia pasti akan tertangkap juga karena Rehan tidak akan melepaskannya dengan mudah karena pria itu telah terjerat oleh Kiara.
"Saya Keyla." Jawab Keyla.
"Kalau begitu mari Ibu sekarang ikut kami ke kantor polisi." Pinta salah satu polisi itu.
Sebelum Keyla ikut kepada polisi itu, Keyla terlebih dahulu menengok kebelakang dimana sekarang ada ibunya yang sedang melihatnya dengan deraian air mata.
"Apakah Mamah yang telah mengatakan kepada polisi ini?" Tanya Keyla dengan sedikit ragu.
"Maafkan Mamah Nak." Ujar Sinta sambil mencoba untuk menahan tangisnya.
"Aku kira Mamah akan memihakku." Ujar Keyla lagi.
"Maafkan Mamah Nak, tapi apa yang kau lakukan itu salah." Jawab Sinta dengan perasaan campur aduk.
"Tapi aku melakukannya tidak sengaja, tidak bisakah Mamah berbohong untuk kebaikan anak Mamah sendiri?" Tanya Keyla.
"Maafkan Mamah Key."
Keyla tidak menjawab permintaan maaf dari ibunya, saat ini dia begitu kesal dan marah kepada Mamahnya karena lebih memilih orang lain dibandingkan anaknya sendiri, apa lagi wanita itu adalah wanita yang telah merebut orang yang dicintainya darinya.
Ditengah perjalanan Keyla bertemu dengan Jidan. Pria itu sangat terkejut saat melihat Keyla pergi bersama dua orang polisi, ditambah kedua tangannya kini telah diborgol menandakan bahwa Keyla telah ditangkap atas suatu kejahatan yang tidak Jidan tahu.
"Maaf tunggu sebentar Pak." Ujar Jidan saat dia berpapasan dengan Keyla dan dua orang polisi didepan rumahnya.
"Iya." Jawab kedua polisi itu bersamaan.
"Maaf Pak, kenapa istri saya ditangkap? Kesalahan apa yang telah dia perbuat?" Tanya Jidan dengan penuh rasa khawatir dan cemas.
"Ibu Keyla telah mendorong Ibu Kiara dari atas tangga hingga membuat beliau sekarang koma di rumah sakit." Jawab salah satu polisi itu.
"Ini surat penangkapannya." Ujar polisi yang satunya sambil memberikan sebuah surap penangkapan dari kepolisian.
Jidan segera membaca surat itu, Jidan merasa bingung apa yang harus dia lakukan agar Keyla dapat terbebas dari hukuman.
"Ini Pak. Terima kasih." Ujar Jidan sambil mengembalikan surat tadi.
"Iya Pak. Kalau begitu kami pergi duluan. Mari."
"Iya Pak, mari. Jawab Jidan.
Jidan terus melihat kepergian Keyla bersama kedua polisi itu. Jidan terus berpikir bagaimana caranya untuk menyelamatkan Keyla dari jeruji besi yang dingin itu. Jidan tidak akan sanggup membayangkan dimana perasaan Keyla saat berada didalam penjara.
****
Keesokan harinya Rehan tengah duduk di samping Kiara sambil berceloteh dengan manja seolah Kiara saat ini hanya sedang tertidur dan Rehan sedang mencoba untuk membangunkannya.
"Kiara, sayang ayo bangun dong. Mas dari kemarin belum makan. Mas lapar ayo masakan nasi goreng kesukaan Mas yang biasa kamu masak untuk Mas." Ujar Rehan sambil terus mengelus tangan Kiara.
"Sayang, lihatlah baju Mas sudah kusut dan bau. Kamu harus segera bangun untuk mencucinya."
Tangan Rehan kini beralih ke perut Kiara yang sudah mulai membuncit dikarenakan kehamilannya sudah memasuki bulan ke 5. Dielusnya perut Kiara dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Sayang, bagaimana ya anak kita nanti? Apakah dia cantik sepertimu atau tampan sepertiku?" Tanya Rehan.
"Bagaimanapun jenis kelaminnya nanti, aku selalu berharap agar dia memiliki agama sekuat dirimu, sebaik hatimu, penuh kasih sayang dan memiliki kesabaran yang luar biasa untuk menghadapiku kelak saat aku telah tua nanti" lanjutnya.
"Mau sampai kapan kau terus menangis Rehan." Ujar seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri diambang pintu.
"Mamah." Panggil Rehan.
Rehan segera berlari kearah Dewi untuk berhambur kedalam pelukannya. Rehan tidak perduli jika orang yang ada di rumah sakit berpikir jika dia manja atau apalah yang pasti sekarang Rehan hanya butuh pelukan dari Mamahnya
"Sudah besar masih menangis dipelukan Mamah. Apakah kamu tidak malu?" Tanya Dewi.
"Badan saja yang besar, tapi hatimu tidak sekuat tubuhmu." Ejek Wisnu.
Rehan tidak memperdulikan ejekan dari kedua orang tuanya. Dia hanya menganggap ejekan orang tuanya itu hanya sebagai angin lalu saja. Semarang dia hanya butuh menangis dan sebuah pelukan jangan dari sang ibu yang sangat dia sayangi karena pelukannya selalu terasa hangat dan nyaman dari sejak Rehan kecil hingga dia dewasa seperti sekarang ini. Pelukan dan kasih sayangnya tidak pernah berubah dan tidak akan pernah berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Impian (End)
RomanceWanita hanya mengharapkan pernikahan yang berjalan dengan lancar dan bisa menjalani pernikahan itu dengan harmonis. Namun, tidak semua wanita mendapatkan hal yang diinginkannya. Ada sebagian wanita mungkin mendapatkan pernikahan dan suami impian me...