Happy Reading guys.
"Kak bangun Kak. Bukankah kakak akan mengejar Jidan? Jika kakak terus pingsan bagaimana cara kakak mengejarnya. Ayo Kak, bangun." Ujar Kiara sambil terus menangis dan memeluk tubuh Keyla.
Secara perlahan mata Keyla mulai terbuka. Rehan menyadari itu, disusul dengan Sinta dan Kiara yang juga melihat mata Keyla yang mulai terbuka.
"Kakak bangun. Alhamdulillah ya Allah, terima kasih." Ujar Kiara dengan hati yang senang.
"Alhamdulillah, Keyla akhirnya kamu bangun. Kamu buat Mamah khawatir saja." Ujar Sinta yang juga merasa senang karena anaknya telah sadarkan diri.
"Jidan. Aku harus mengejar Jidan." Ujar Keyla sambil berusaha bangkit untuk mengejar Jidan.
"Nak, kita ke rumah sakit saja ya. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada anak kamu." Saran Sinta.
"Tidak Mah, aku harus mengejar Jidan. Aku harus meminta maaf padanya." Ujar Keyla yang masih ingin terus mengejar Jidan.
"Apakah pantas kau mengejar pria yang telah meninggalkanmu. Aku diam bukan berarti tidak perduli, tapi aku ingin melihat sampai dimana kau terus bersikap keras kepala hingga mengabaikan keberadaan bayi yang ada didalam kandunganmu." Ujar Rehan yang mulai angkat bicara setelah sekian lama diam.
"Semua ini salahku Rehan. Aku harus mengejarnya." Ujar Keyla kekeh pada keputusannya.
"Dasar keras kepala." cicit Rehan yang masih dapat mereka dengar.
"Aku memang keras kepala, bukankah kau tahu itu?" Ujar Keyla yang juga tidak mau kalah.
Kiara merasa perdebatan ini tidak kan berhenti, malah mungkin akan semakin panjang jika tidak ada yang melerai mereka.
"Sudahlah, Mas tolong kamu kejar Jidan ya. Biar aku bawa Kak Keyla ke rumah sakit." Putus Kiara agar mereka tidak terus berdebat dan memperpanjang waktu mereka di jalan.
"Mengapa harus aku? Bukankah wanita ini yang keras kepala ingin terus mengejar Jidan." Jawab Rehan yang masih tidak ingin mengalah.
"Mas bisakah kamu bersikap dewasa untuk saat ini? Jika memang Mas tidak ingin mengejar Jidan, biar aku yang mengejarnya." Putus Kiara yang mulai jengah oleh perdebatan yang tidak berarti dan tidak berujung.
"Mana kuncinya?" Pinta Kiara setelah dia berdiri untuk meminta kunci mobil Rehan. Namun Rehan masih terdiam dan tidak berniat untuk memberikan kunci mobil yang dia pegang kepada Kiara.
"Sini Mas kuncinya." Pinta Kiara untuk yang kedua kalinya.
"Biar Mas saja."
Setelah Rehan mengatakan hal itu dia bergegas pergi dengan mobil yang dia kendarai meninggalkan Kiara bersama dengan yang lain.
Kiara tersenyum melihat kepergian Rehan, karena dia tahu bahwa Rehan tidak akan tega melihatnya pergi seorang diri apa lagi untuk mengejar pria lain sudah dapat dipastikan bahwa Rehan tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi.
Kiara segera menghentikan sebuah taxi yang lewat untuk segera membawa Keyla ke rumah sakit.
****
"Jidan!" Panggil Rehan.
Setelah sekian lama Rehan mencari Jidan diseluruh ruang bandara akhirnya dia menemukan Jidan yang sedang berada di ruang tunggu.
"Rehan." Ujar Jidan saat dia melihat Rehanlah orang yang telah memanggilnya.
Rehan segera mendatangi Jidan lalu menarik tangannya dengan paksa untuk keluar dari bandara.
Jidan merasa bingung, ada apa dengan Rehan? Mengapa dia menarik tanganku? Itulah yang dipikirkan Jidan. Saat baru setengah jalan Jidan secara tiba-tiba berhenti berjalan untuk mengatakan sesuatu.
"Mengapa berhenti?" Tanya Rehan.
"Pesawatku sebentar lagi lepas landas. Aku harus segera kesana." Ujar Jidan sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan Rehan darinya.
"Lebih penting mana antara pesawat itu atau istrimu yang sedang hamil yang kini berada di rumah sakit." Ujar Rehan dengan datar.
"Rumah sakit? Kenapa dengan Keyla? Apa yang terjadi padanya?" Tanya Jidan bertubi-tubi.
"Dia kecelakaan karena mengejarmu. Dan mungkin akan segera mati." Ujar Rehan melebih-lebihkan untuk membuat Jidan takut dan jera.
"Kamu jangan bercanda Rehan, hal itu tidak mungkin terjadi." Ujar Jidan.
Meskipun Jidan berlaga tidak percaya, namun yakinlah didalam hatinya terasa begitu sakit. Apa lagi selama ini Rehan memang tidak pernah berbohong atau bahkan bercanda padanya. Jidan sangat takut jika apa yang dikatakan Rehan itu benar.
"Ya sudah jika kamu tidak percaya. Yang penting aku sudah mengatakannya padamu. Bersikaplah untuk menyesal seumur hidupmu." Ujar Rehan.
Setelah mengatakan hal itu Rehan pergi meninggalkan Jidan, Rehan tahu bahwa Jidan tidak akan bisa terus diam. Dia pasti akan mengejarnya setelah apa yang telah Rehan katakan padanya.
"Rehan tunggu. Aku ikut." Ujar Jidan sambil berjalan mengejar Rehan bersama koper yang dia tarik sejak tadi.
Ya dugaan Rehan benar, Jidan mengejarnya dan membatalkan kepergiannya ke Paris.
"Jidan." Panggil Rehan sambil melempar sebuah kunci.
"Kau yang menyetir." Ujar Rehan yang dijawab anggukan oleh Jidan.
Mobil itu pun mulai melaju membelah jalan. Jidan yang mengendarai mobil itu pun merasa bingung harus menuju kemana karena dia tidak mengetahui dimana tempat Keyla dirawat.
Jidan menengok kesamping ya dimana disana ada Rehan yang sedang duduk sambil memainkan ponsel pintarnya dengan sangat santai, berbanding terbalik dengannya yang sedang dalam keadaan panik.
Jidan bingung mengapa Rehan bisa sesantai itu disaat keadaan yang sangat genting seperti ini, bahkan dia sempat-sempatnya memainkan ponselnya.
"Rumah sakit mana yang akan kita tuju?" Tanya Jidan.
"Rumah sakit Kasih Bunda." Jawab Rehan seadanya.
Jidan yang mengetahui keberadaan rumah sakit itu pun langsung mengarahkan mobilnya untuk menuju ke rumah sakit yang telah Rehan sebutkan tadi.
"Kau tidak berbohong bukan?" Tanya Jidan yang merasa sedikit curiga.
"Tentu saja tidak." Jawab Rehan santai.
"Lalu kenapa kau terlihat begitu santai disaat Keyla dalam keadaan kritis?" Tanya Jidan yang tidak habis pikir kepada Rehan yang bisa-bisanya bersikap santai disaat keadaan genting seperti sekarang ini.
"Karena dia bukan istriku." Jawab Rehan enteng.
"Tapi bukankah kau mencintainya." Ujar Jidan lagi.
"Itu dulu, sekarang cintaku hanya untuk istriku saja." Jawab Rehan dengan jujur.
Jidan meras senang atas jawaban dari Rehan, ternyata hubungan Rehan dan Keyla tidak seperti yang Jidan duga.
"Lalu apakah benar jika Keyla sedang hamil?" Tanya Jidan lagi.
"Tentu saja. Keyla yang mengatakanny tadi."
"Kau serius?" Tanya Jidan yang masih sedikit ragu pada Rehan.
"Sudah aku katakan, jika kau tidak percaya ya sudah lupakan saja." Jawab Rehan enteng.
"Baiklah aku percaya padamu." Jawab Jidan.
Setelah mengatakan hal itu wajah Jidan berubah menjadi serius lalu menghadap ke arah jalanan dengan sangat fokus, lalu secara tiba-tiba laju mobil itu menjadi begitu cepat membuat Rehan sangat terkejut dengan perubahan laju mobil yang berubah secara tiba-tiba.
"Apa kau sudah gila? Jika ingin mati jangan ajak-ajak aku." Ujar Rehan sambil berpegangan erat di mobil
"Aku akan menyusul istriku." Jawab Jidan yang masih serius mengemudi mobil hingga dia tidak menengok sedikitpun kepada Rehan yang sedang merasa sedikit ketakutan.
Hay guys.
Thanks for Reading.
![](https://img.wattpad.com/cover/248846407-288-k587340.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Impian (End)
Roman d'amourWanita hanya mengharapkan pernikahan yang berjalan dengan lancar dan bisa menjalani pernikahan itu dengan harmonis. Namun, tidak semua wanita mendapatkan hal yang diinginkannya. Ada sebagian wanita mungkin mendapatkan pernikahan dan suami impian me...