Part 48

27.9K 1.1K 23
                                    

Happy Reading Or Sad Reading?

Sudah beberapa hari ini Kiara terus mendiamkan Rehan. Sudah puluhan bahkan ribuah kali Rehan mencoba mengajak bicara Kiara agar tidak terus seperti itu, tapi hasilnya nihil. Kiara tidak bicar satu kata pun.

"Kiara, mau sampai kapan kamu akan terus mendiamkan Rehan?" Tanya Dewi saat mereka sedang menyiapkan sarapan.

"Biarlah Mah. Biar Rehan sadar dulu kesalahannya." Jawab Kiara dengan lembut dan penuh rasa sakit.

"Rehan sudah sadar akan kesalahannya, mau kamu bagaimana? Apakah kamu tidak tersiksa hidup dengan terus mendiamkan suamimu sendiri?" Ujar Dewi mencoba menyadarkan Kiara bahwa apa yang dilakukannya juga salah.

"Akan aku pertimbangkan." Jawab Kiara dingin.

Dewi merasa semakin sedih setiap harinya melihat hubungan anaknya dengan menantunya yang semakin lama semakin renggang. Dewi takut, sangat takut jika Kiara akan memilih bercerai dengan Rehan setelah dia melahirkan.

Betapa itu sangat menyakitkan bagi Rehan dan baginya juga. Dia tidak ingin ada yang tersakiti, dia hanya ingin keluarganya kembali seperti dulu. Harmonis dan bahagia tanpa ada yang mengusik kebahagiaan mereka lagi.

Makanan telah siap, semua anggota keluarga juga telah menempati tempat duduknya masing-masing. Namun Kiara malah berpanjang pergi menjauhi meja makan tanpa satu patah kata pun yang keluar dari bibir manisnya.

Rehan segera berdiri lalu mengejar Kiara yang pergi menuju kamarnya.

"Kiara, mau sampai kapan kita terus begini?" Tanya Rehan yang mulai jengah dengan keadaan ini.

"Tidak bisakah kamu bicara sepatah kata saja padaku." Pinta Rehan.

"Pergi!" Ujar Kiara dengan dingin dan tanpa ekspresi kepada Rehan.

Rehan segera menarik Kiara kedalam dekapannya, Rehan memeluk erat tubuh Kiara agar Kiara tidak dapat melepaskan diri dari dekapannya. Biarkan, biarkan Rehan melepas rasa rindunya beberapa hari ini yang tidak dapat menyentuh Kiara.

Jangankan menyentuh, bicara saja Kiara enggan untuk melakukannya dan itu membuat Rehan sangat tersiksa oleh rasa bersalah dan kerinduan yang tiada tara.

Kiara mencoba untuk melepaskan tangan Rehan dari tubuhnya, dengan sekuat tenaga yang dia punya Kiara terus berusaha melepaskan dekapan erat Rehan.

Namun, kekuatannya tidak sebanding dengan Rehan yang notabenenya seorang pria yang kekuatannya jauh diatas wanita. Itu membuat Kiara kewalahan untuk melepaskan diri dari dua tangan kokoh yang terus mendekapnya tanpa berniat sedikitpun untuk melepaskannya.

"Lepaskan aku Mas." Ujar Kiara.

"Aku merindukanmu." Ujar Rehan dengan pelan tepat di telinga Kiara.

"Lepasin aku!" Teriak Kiara.

"Tahukah kamu, selama beberapa hari ini aku tersiksa oleh rasa rindu padamu dan tidak dapat berhenti memikirkanmu." Ujar Rehan dengan perasaan yang sedih.

"Lepas, jika Mas tidak melepaskanku aku akan teriak."

"Dan baru sekarang Mas dapat memelukmu. Pelukan ini terasa lebih nyaman dan menghangatkan dari yang Mas bayangkan. Mas tidak ingin yang lain, Mas hanya ingin tetap bersamamu dan Mas harap kamu tidak pernah pergi meninggalkan Mas. Mas tidak sanggup, dan tidak akan pernah sanggup jika Mas harus hidup tanpamu."

Rehan mengatakan hal itu dengan lembut serta air mata yang mulai mengalir dari kedua matanya. Seolah mengatakan bahwa dia sangat menderita jika harus didiamkan terus oleh Kiara.

Sedangkan Kiara yang merasakan pakaiannya basah oleh air mata Rehan mulai berhenti memberontak. Secara perlahan tangannya jatuh dan lepas dari tubuh Rehan, membiarkan suaminya untuk terus mendekapnya walau hanya untuk sebentar.

Kiara pun mengakui itu, bahwa Kiara juga sangat merindukan Rehan dan hatinya sangat tersiksa saat dia terus mengabaikan suaminya serta melarangnya untuk berdekatan dengannya.

Memang tubuhnya menolak untuk bersama Rehan tapi hatinya berbeda. Hatinya menjerit didalam sana mengatakan bahwa dia sangat ingin bersama Rehan dan begitu merindukan dekapan pria itu. Rasanya hatinya sudah tidak sanggup laki berpura-pura kuat dan menjauh dari suami yang sangat dia cintai.

Tapi sisi hatinya yang lain juga merasa sangat kecewa oleh perbuatan suaminya yang begitu tidak bertanggung jawab. Setelah dia berbuat kesalahan dia lari begitu saja tanpa menoleh ke belakang untuk melihat bagaimana korban dari kejahatannya.

"Tapi aku tidak ingin memiliki suami yang lari dari kesalahannya. Aku tidak ingin memiliki suami yang hanya bisa berbuat kesalahan, namun tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya." Ujar Kiara dengan pelan dan lembut, namun dapat menusuk hati Rehan hingga yang terdalam.

Rehan mulai melonggarkan dekapannya, semakin lama semakin longgar hingga dia benar-benar melepaskan dekapannya dari tubuh Kiara membiarkan tubuh Kiara untuk menjauhinya.

"Seburuk itukah aku dimatamu?" Tanya Rehan yang masih berurai dengan air mata.

"Andai waktu dapat aku rubah, aku tidak akan pernah mau menikah dengan Mas."

Setelah mengatakan hal yang dapat menghancurkan hati Rehan, Kiara berlalu pergi begitu saja ke dalam kamar lalu mengunci pintu secepat mungkin untuk menghindari Rehan.

Biarlah Kiara terus lari dari Rehan, karena Kiara tidak sanggup bertemu dengan Rehan. Karena saat Kiara bertemu dengan Rehan hatinya merasa rindu dan kecewa sekaligus, membuat Kiara bimbang harus memilih yang mana.

"Andai kamu bukan orang yang menyebabkan kedua orang tuaku meninggal, maka situasi ini tidak akan pernah terjadi." Ujar Kiara dengan berurai air mata.

Kiara sudah tidak sanggup berada di posisi ini, tapi apa yang bisa dia lakukan untuk dapat mengikhlaskan semuanya?

Sedangkan Rehan yang masih melihat pintu yang baru saja Kiara masuki mencoba menguatkan hatinya lalu menghapus air mata yang telah mengalir di pipinya.

Rehan telah memutuskan untuk melakukan hal yang seharusnya dia lakukan sejak dulu. Dia harus menjadi pria yang bertanggung jawab, Rehan tidak bisa terus menjadi pria pengecut yang terus-terusan lari dari kesalahannya.

Rehan mulai melangkahkan kakinya menuruni tangga satu persatu dengan berat hati. Rehan melihat kedua orang tuanya yang masih terdiam di meja makan tanpa ada yang berpindah dari tempat duduk mereka tadi.

"Rehan, ayo makan. Mama dan Papa sudah lapar." Ajak Dewi dengan wajah yang dibuat senang.

Tapi Rehan tidak bodoh, dia tahu bahwa ibunya itu sedang bersedih karena hubungan Rehan dan Kiara yang sedang  dalam keadaan tidak baik-baik saja. Namun Rehan mencoba untuk tidak bersedih, Hari ini Rehan akan sarapan bersama kedua orang tuanya sebelum dia pergi untuk waktu yang lama.

Dewi mulai mengambilkan makanan untuk Rehan dan suaminya lalu barulah  dia mengambil nasi untuk dirinya sendiri. Pagi ini sarapan terasa dingin dan sepi tanpa ada yang berniat untuk membuka percakapan.

Hingga sarapan usai pun mereka masih saling diam. Hingga Rehan mulai angkat bicara untuk menyampaikan keinginannya.

"Aku akan menyerahkan diri." Ujar Rehan dengan pasti.

Bombay oh bombay😭😭😭😭
Author pengen nangis, tapi malu😭😭😭😭

Bukan Istri Impian (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang