Part 18

40.2K 1.8K 62
                                    

Happy Reading guys
Salam manis, dari dessel yang manis.

Kiara terbangun dari tidur nyenyaknya, sesekali matanya berkedip berulang kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netranya.

Kiara terkejut saat menyadari ada sebuah tangan besar yang melingkar indah du perutnya, segera Kiara melihat milik siapa tangan yang dengan seenaknya menindih tubuhnya.

Senyumnya terbit saat dia melihat seorang pria tampan yang dia yakini bahwa itu adalah suaminya. Imamnya yang akan selalu dia hormati dan cintai. Dia adalah Rehan.

Kiara sekali lagi terpesona oleh wajah tampat yang jarang tersenyum itu,  Kiara mulai menyentuh keningnya, alisnya, matanya, hidungnya, pipinya dan berhenti di bibir indahnya.

Kiara teringat kembali ciuman panas yang terjadi tadi malam, dan itu adalah momen terindah bagi Kiara. Dimana mereka melakukan hubungan intim tanpa pengaruh alkohol. Dan itu merupakan percintaan mereka yang kedua dan merupakah percintaan yang akan selalu terkenang dalam ingatan Kiara.
Kiara tersenyum lagi dan lagi saat memandang wajah Rehan, namun seketika senyum itu pudar  saat kedua bola mata Rehan terbuka secara tiba-tiba, membuat kiara sangat terkejut sekaligus malu.

Mengapa malu?

Karena dia tertangkap basah oleh suaminya sedang memandang dan mengagumi wajah tampannya.

"Mengagumi ketampananku." ujar Rehan yang membuat Kiara semakin malu.

"Ee... Engga, aku aku tadi lagi liat jam. Ya jam. Lihat jam yang ada di belakang Mas." jawab Kiara dengan gugup.

Rehan menengok jam yang terpajang dengan rapi di atas nakas, lalu kembali menatap wajah istrinya yang terlihat gelisah.

"Apa kau bercanda? Jam ini sudah mati. Aku lupa untuk mengganti batrainya kemarin." ujar Rehan yang semakin membuat Kiara gugup.

Kiara terus berfikir untuk mencari alas, matanya berputar mencari apa yang akan menjadi alasannya agar tidak ketahuan, walaupun sudah ketahuan sih.

Rehan segera menarik tubuh Kiara ke dalam dekapannya dan mengikis jarak yang ada di antara mereka. Membuat tubuh telanjang mereka menyatu tanpa halangan apapun.

Wajah mereka berdekatan, bahkan kini kening mereka saling menyatu untuk saling melihat satu sama lain, seakan mereka tidak terpisahkan dan akan selalu bersama hingga akhir hayat mereka.

Jantung Kiara berpacu begitu cepat, seperti ada orang yang sedang mengejarnya untuk menangkap dirinya. Dag dig dug...

"Jantungmu berdetak sangat cepat. Apakah kau gugup?" ujar Rehan tepat didepan wajah Kiara.

Ya benar, Kiara gugup. Tapi tidak ada yang dapat Kiara lakukan saat ini, karena bagaimana pun sekarang dia sedang menikmati kebersamaan mereka dan tidak ingin mengakhirinya.

"Aku suamimu, tentu saja kau boleh memandang dan mengagumi ketampananku. Tapi ingat, jangan sampai kau berpaling dariku walau hanya sedetik."

Pipi Kiara memerah karena malu, bibir manisnya kini terukir senyum yang begitu manis dan matanya bersinar memancarkan kebahagiaan.

Cup

Secara tiba-tiba Rehan mencium bibir manis Kiara dengan lembut, seolah bibir Kiara adalah permen termanis yang pernah dia coba. Rehan sesekali meresap bibir Kiara, tidak memperdulikan Kiara yang kini masih dalam keadaan terkejut.

Tubuhnya menegang, matanya melotot dan bibirnya hanya mampu terdiam saat bibir milik Rehan tanpa permisi menyentuh bibirnya.

Namun dia tidak dapat berbohong bahwa ciuman Rehan sangat manis dan lembut membuat Kiara secara perlahan mulai menerimanya dan membalas ciuman suaminya.

Ciuman yang semula lembut dan pelan semakin lama semakin bergairah, kini Rehan semakin memperdalam ciuman mereka bahkan tangan Rehan kini telah berada di kepala Kiara untuk memperdalam ciuman mereka.

Bibir mereka menyatu, lidah mereka saling beradu dalam cinta. Ciuman itu kini menjadi ciuman yang menuntut dan semakin panas. Mereka terus berciuman cukup lama, dan saat mereka telah kehabisan nafas barulah mereka menghentikan acara ciuman itu.

Mereka saling memandang satu sama lain lalu tersenyum dengan bahagi, pagi yang indah diawali dengan ciuman yang bergairah sungguh pagi yang luar biasa.

Secara tidak sengaja netra milik Kiara melihat sebuah jam dinding yang tergantung dengan indah di kamar itu, menyadarkan kiara bahwa ini sudah lewat dari jam biasanya bangun.

"Astaghfirullah, Mas aku kesiangan."

Dengan segera Kiara hendak bangun dari tempat tidur mereka, dan saat kaki Kiara baru menyentuh lantai dia menyadari bahwa sekarang dia tidak memakai pakaian apapun.

Mata Kiara melotot dengan sempurna dan mulutnya terbuka. Kiara menarik selimut yang ada di tubuhnya untuk menutupi tubuhnya lalu pergi ke dalam kamar mandi.

"Kau harus bertanggung jawab sayang, adik kecilku sudah bangun karenamu." ujar Rehan menghentikan langkah Kiara yang akan masuk ke kamar mandi.

"Emangnya kamu punya adik Mas?" tanya Kiara yang belum paham apa maksud dari perkataan suaminya.

"Ini." jawab Rehan sambil menunjuk ke arah selangkangannya.

Dan saat Kiara melihat ke arah Rehan seketika dia terkejut dan langsung berbalik badan untum segera masuk ke kamar mandi sambil berucap "Dasar mesum."

Tawa Rehan pun pecah saat melihat istrinya tersipu malu, sungguh saat yang paling membahagiakan dimana dia dapat menjahili istrinya yang entah mengapa terlihat begitu imut saat dia sedang malu.

Rehan menyentuh bibirnya, membuatnya kembali teringat ciuman yang baru saja mereka lakukan. Senyumnya kembali terbit saat mengingat betapa panasnya ciuman yang baru saja mereka lakukan.

"Kiara, Kiara. Mengapa bibirmu bagai candu bagiku. Sekali mencoba, aku tidak akan pernah lepas darimu."

Rehan memungut pakaian yang tergeletak di atas kasur, kemudian memakainya. Setelah selesai memakai pakaian Rehan keluar dari kamar untuk mandi di kamar mandi yang ada di dapur untuk menyegarkan tubuhnya.

Tidak butuh waktu lama Rehan telah menyelesaikan rutinitas mandinya dan langsung pergi ke ruang kerjanya untuk melaksanakan sholat subuh.

Setelah selesai sholat, barulah dia kembali berkutat dengan laporan dan berbagai map yang selalu menumpuk di atas mejanya.

Entah dirumah atau di kantor Rehan merasa pekerjaan ini tidak ada habisnya, selalu ada saja pekerjaan yang menunggunya untuk segera dia kerjakan.

Belum lagi meeting, kontrak, laporan dan berbagai pekerjaan yang ada setiap harinya membuat Rehan sedikit frustasi pada pekerjaan yang dia geluti selama ini.

Namun Rehan tidak mampu melakukan apapun lagi, karena hanya inilah yang dapat dia kerjakan. Inilah bidang yang dia bisa dan hanya inilah yang dia kerjakan selama bertahun-tahun tanpa henti.

Bosan memang, tapi Rehan hanya mampu untuk terus bekerja untuk menghidupi dirinya dan sekarang ditambah istrinya, maka Rehan tidak akan menyerah begitu saja hanya karena bosan atau masalah yang kini tengah melanda pekerjaannya.

Bukan Istri Impian (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang