35

1K 162 14
                                    

Arga

Pertanyaan yang paling sering gue dapatkan dari anak-anak sweetchaos itu cuma satu, "Lo enggak naksir Kayla ya, Ga?" Dan gue selalu menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama. "Enggak. Gue enggak naksir Kayla." Dan ketika gue menjawab seperti itu, anak-anak malah terlihat kecewa lalu tertawa dengan kompak. Kata Riyan, dia cuma pengin ngerjain gue. Tapi, dia terlalu sering ngerjain gue dengan cara yang seperti itu sampai gue udah hafal banget.

Gue enggak bohong ketika gue jawab kalau gue enggak naksir Kayla. Karena, gue emang enggak punya perasaan spesial ke dia. Gue hanya menganggap Kayla sebagai teman. Kayla itu pendengar yang baik dan setiap bercerita dengan Kayla, gue selalu bisa menemukan jawaban yang gue cari.

Gue enggak paham kenapa tiba-tiba Om Ridwan ngungkit lagi masalah pernikahan. Apa karena gue kelihatan deket banget sama Kayla? Apa karena beliau—dan Papa sering banget ngelihat gue ngobrol bareng Kayla? Tapi emangnya itu salah? Emangnya salah kalau cowok dan cewek saling ngobrol?

Pembahasan yang gue—dan mungkin juga Kayla takuti pun muncul kembali. Pembahasan tentang menikah. Gue enggak ngerti kenapa Om Ridwan ngotot pengin nikahin anaknya ke gue. Padahal, gue bukan lelaki yang tepat buat Kayla. Perempuan itu pantas mendapatkan yang lebih baik dari gue. Dan gue juga enggak paham kenapa Om Ridwan ngotot pengin nikahin anaknya secepatnya. Dan itu bukan keinginan anaknya.

"Arga, enggak mau nikah sama Kayla? Setelah selama ini?"

Pertanyaan Om Ridwan beberapa jam yang lalu itu enggak gue jawab. Lidah gue mendadak kelu dan gue enggak bisa menjawab pertanyaannya. Saat itulah Kayla membuat pergerakan terlebih dahulu. Ia menghampiri gue dan Om Ridwan lalu memaksanya untuk berbohong dengan mengatakan kalau gue dicariin Juan. Padahal, enggak ada yang nyari gue sama sekali.

Berbohong kalau ini adalah urgent, Kayla mengeluarkan gue dari situasi yang sulit itu. Walaupun gue baru saja duduk di sana selama beberapa menit, gue menghela napas lega dan untungnya Om Ridwan dengan terpaksa melepaskan gue.

Gue bahkan enggak berminat berlama-lama di studio setelah mengantarkan belanjaan kami siang ini. Setelah bilang ke Juan kalau gue disuruh balik ke rumah, gue langsung melajukan mobil ke rumah dan berharap untuk bisa langsung tidur tanpa harus memikirkan tentang gue dan Kayla. Tapi pada kenyataannya, Papa juga enggak membiarkan gue tidur. Mereka berdua emang duo bapak-bapak yang suka memaksakan kehendak sendiri kepada anak. Enggak heran kalau pertemanan mereka cukup lama.

"Arga,"

Dengan sekali sapaan dari Papa membuat gue langsung menghentikan langkah dan membalikkan tubuh untuk menatapnya.

"Kamu habis ngantar Kayla?"

Iya. Tentu saja Om Ridwan ngabarin Papa kalau gue habis ketemu Kayla supaya rencana mereka kembali matang.

"Iya,"

Papa terdiam sejenak. Gue enggak tahu apa yang dia pikirkan. "Duduk dulu bentar."

Gue bergeming untuk beberapa saat dan mengikuti Papa yang duduk di ruang keluarga. Gue rasanya tahu beliau akan membahas apa. Walaupun gue udah tahu, gue tetap aja duduk sesuai yang Papa minta.

"Kamu tahu kan sampai detik ini pun Papa enggak suka lihat kamu nge-band?"

Gue hanya diam mendengar ucapan Papa. Gue udah capek dengar obrolan ini. Karena mau dibicarakan berapa kalipun, keputusan gue tetap sama. Gue enggak akan mau ngurusin usaha keluarga.

"Papa enggak bakalan larang kamu nge-band lagi. Tapi dengan catatan, kamu harus menikahi Kayla."

That's it. Gue langsung mengangkat wajah dan menatap Papa dengan marah. Gue benar-benar enggak mengerti sama jalan pikiran Papa dan juga Om Ridwan.

Will HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang