09

1K 183 25
                                    

Perjalanan pulang Vina untuk ke rumahnya berlangsung dalam keheningan. Tidak ada sedikit ucapan pun yang keluar dari mulut Arga. Setelah tiba di rumahnya, Vina menyerahkan helm milik Ben tanpa mengatakan apa pun dan berderap masuk ke dalam kamarnya.

Arga mendesah kasar, merasa menyesal karena sudah tanpa sengaja mengatakan hal itu kepada Vina. Memorinya terpaksa mengingat apa yang terjadi di toko buku sore tadi.

"Maksudnya?"

"Aku dijodohin sama Kayla, Vin."

Baik Arga dan juga Vina sama-sama terdiam. Hanya alunan lagu dari tempat itu yang terdengar. Vina menatap Arga dengan bingung, sementara Arga menatapnya dengan serius.

"Kamu bercanda kan?" Vina terkekeh pelan—berharap Arga ikut tertawa bersamanya. Tapi ternyata tidak. Selama sekian detik ia menunggu, Arga tak kunjung tertawa.

"Kenapa? Maksudnya apa?"

"Vina..." Arga berjalan mendekati Vina, namun perempuan itu justru memundurkan langkahnya dan menggeleng pelan.

"Aku mau pulang." ucapnya.

Karena itulah, tanpa mengatakan apa pun lagi, Arga mengantarkan Vina pulang. Arga pikir, mereka akan punya sedikit waktu untuk membicarakan masalah perjodohan ini. Tapi ternyata tidak. Vina justru meninggalkannya sendiri di depan pagar dan masuk ke dalam rumah tanpa menoleh sedikit pun.

Arga kembali menghela napasnya. Arga harus memikirkan cara—apa pun itu, agar ia bisa menolak perjodohan ini. Seketika memorinya kembali membawanya saat bertemu dengan Kayla di toko buku tadi.

Kayla dan temannya. Arga harus melakukan sesuatu.

-ooo-

Entah sudah berapa kali hari ini Kayla menghela napas dan juga ditegur oleh guru yang mengajar karena melamun. Kayla harus sampai mengatakan maaf berkali-kali dan membuat bingung Dina, teman sebangkunya.

Kemarin, saat Kayla diantar pulang oleh Saka, lelaki itu tidak banyak bertanya. Seperti menanyakan bagaimana Kayla mengenal Arga—yang merupakan vokalis The Devil's Talk sekaligus tamu saat ulang tahun sekolah. Atau kenapa Kayla bisa dikenal akrab oleh Vina, pacarnya Arga. Saka sama sekali tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Selain itu, Saka merasa ia tidak punyak hak untuk tahu masalah pribadinya Kayla.

Akhirnya, Kayla sendirilah yang bertanya begitu Saka memberhentikan motornya tepat di depan pagar rumah Kayla. "Kenapa Saka enggak nanya?"

"Karena lo enggak memulai ceritanya, Kayla. Gue enggak mau maksa seseorang buat cerita." jawab Saka, membuat Kayla tercenung. Ia bergeming, pikirannya melayang entah ke mana.

"Kayla?" Saka memanggil namanya pelan, menyadarkan Kayla dari lamunannya.

"Eh, iya, tunggu sebentar, Saka." ujar Kayla dan masuk ke dalam rumah dengan cepat. Ia kembali menghampiri Saka dengan sebuah payung yang beberapa waktu lalu pernah Saka pinjamkan.

"Gue enggak masalah kalau lo nyimpan ini lama-lama loh, Kay." ucap Saka sambil tersenyum namun tetap menerima payung itu. "Tapi, makasih."

"Saka, aku enggak tahu kalau kamu suka senyum." ujar Kayla tanpa sadar. Perempuan itu langsung memasang wajah kaget saat tersadar akan pertanyaannya sendiri.

Melihat itu, Saka menipiskan senyumnya. "Apa yang bakalan kamu tahu kalau kamu nolak aku bahkan belum ada seminggu aku deketin kamu, Kay?"

Kayla termangu. Sejujurnya Kayla tak tahu apa yang Saka lihat darinya sehingga lelaki itu mempunyai niat demikian. Bahkan menurut Kayla, Dina jauh lebih cantik darinya. Tapi kenapa—dari sekian banyaknya perempuan yang ada di sekolah, Saka lebih memilih dirinya?

Will HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang