08

1.1K 188 31
                                    

"Ayo kita pergi dari kota ini, Vin."

Vina menatap lurus ke arah Arga yang baru saja mengeluarkan kalimat yang sangat bukan dirinya. Vina kemudian mendengus dan memukul pelan dada Arga.

"Becandanya enggak lucu, Anggara." ucap Vina.

Arga tersenyum kecil lalu melepas tangannya dari pinggang Vina dan berjalan mendekati sofa kemudian duduk di sana.

"Kamu kenapa sih? Berantem lagi sama Papa kamu?" tanya Vina sambil ikut duduk di sebelah Arga.

Arga tidak langsung menjawab. Pertanyaan Vina itu justru membuatnya teringat dengan apa yang dikatakan oleh Pandu tadi. Papanya itu tidak pernah suka kepada Vina. Arga kemudian meluruskan pandangannya kepada Vina dan menatap perempuan itu lekat-lekat.

Apa yang harus ia katakan kepada Vina? Selama ini, Pandu memang tidak pernah begitu terbuka jika Vina hadir di antara mereka. Arga yakin, Vina yang selalu ceria itu—tidak menyadari kenyataan bahwa Pandu tidak pernah suka padanya. Apa yang akan terjadi jika Vina mengetahui fakta menyedihkan itu?

"Arga?" desak Vina lagi.

Arga kembali tersenyum dan mengusap pipi Vina. "Enggak perlu khawatir."

"Gimana enggak khawatir? Kamu kayak orang gila. Ben sama yang lainnya sampai serem sendiri."

Arga terkekeh pelan, "Oh ya? Maaf. Tadi aku emosi banget."

"Sekarang?"

"Habis lihat kamu emosinya ilang."

Vina mendengus dan memutar bola matanya, "Aku lebih suka kamu yang cuek daripada tiba-tiba ngegombal. Serem."

"Ah, gimana sih? Katanya aku terlalu cuek. Giliran digombalin malah salting."

"Diem enggak??"

Arga tergelak. "Ya udah. Kamu ke sini naik apa?"

"Naik taksi tadi."

"Jalan-jalan yuk. Pinjem motornya Cetta aja."

"Kamu enggak bawa kendaraan?"

Arga menggeleng. Saat datang ke rumah Ben, ia menggunakan taksi. Arga bahkan belum tahu harus tidur di mana malam ini. Yang jelas, ia tidak ingin pulang.

"Mau, kan?" tanya Arga sekali lagi. Seulas senyuman di wajah Vina kemudian terpatri dengan manis. Vina mengangguk berkali-kali. Sebab, keduanya memang sudah lama tidak menghabiskan waktu berdua saja.

"Yuk." Arga bangkit dari duduknya dan meraih tangan Vina lalu mengajaknya ke teras, menghampiri teman-temannya itu.

"Nah, udah hilang setannya." Ben adalah orang yang pertama kali memberi komentar ketika melihat sosok Arga datang menghampiri mereka bersama Vina.

"Ya iyalah!" balas Vina bersemangat. "Kan pawangnya udah dateng."

"Pinjem motor lo dong." ujar Arga sambil menengadahkan telapak tangannya kepada Cetta.

"Dih, isi bensin." balas Cetta sambil memberikan kunci motornya kepada Arga.

"Aman." balas Arga lalu meninggalkan tempat itu dengan Vina.

-ooo-

Sejujurnya, Kayla tidak tahu ke mana langkah kaki ini akan membawanya. Setelah berpisah dengan Kelvin dan Agin, Kayla membiarkan langkah membawanya entah ke mana—tanpa tujuan yang pasti. Tetesan air mata tak hentinya menjatuhi pipi Kayla. Bahkan orang-orang yang lewat di sekitarnya melempar pandangan bingung. Ada pula yang berbaik hati bertanya—apakah ia baik-baik saja. Dan Kayla dengan pelan menjawab bahwa ia baik-baik saja.

Will HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang