Jakarta, Mei 2015
Kayla
Wajah lega dan gembira, serta suara riuh mendominasi lapangan sekolah. Iya, hari ini, saya dan teman-teman akhirnya lulus sekolah. Saya tersenyum menatap mereka yang saling berpelukan dan bahkan ada yang menangis terharu.
"Akhirnyaaa!"
Dina memeluk saya erat. Selama berteman dengan Dina, saya tidak pernah dipeluk seerat ini olehnya. Dina menarik pelukannya dan memandangi saya penuh arti.
"Kay, di Jogja sana, pasti enggak ada deh temen kayak lo."
Senyuman saya mengembang dan Dina kembali memeluk saya sambil mengatakan hal-hal yang membuat kami berdua sedih. Dina akan melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta. Ia lulus di salah satu Perguruan Tinggi melalui jalur undangan.
Dina memang dari dulu selalu senang dengan kota itu. Selain karena neneknya tinggal di sana, Dina selalu berkata bahwa ia ingin mencoba tinggal di sana. Kalau kata orang, Yogyakarta akan membuat rindu dan Dina sangat setuju akan hal itu.
Dina melepas lagi pelukannya dan saat itulah, Bayu dan Saka datang menghampiri. Bayu, seperti biasa, selalu saja memasang wajah tersenyumnya di depan orang banyak. Bayu sendiri akan melanjutkan kuliahnya di Malang.
Dan Saka... Kalau kalian mau tahu, sejak desember tahun lalu, saya dan Saka masih sering mengobrol atau makan siang di kantin bersama Bayu dan Dina. Tapi, tidak sesering saat ia mendekati saya. Seperti kata Saka hari itu, Saka mencoba untuk bersikap biasa saja kepada saya dan anehnya, Saka berhasil melakukan itu.
Sedangkan saya, butuh waktu untuk mengatakan kepada diri saya bahwa semuanya bukan salah saya. Dan ketika waktu itu tiba, waktu di mana saya merasa baik-baik saja untuk berinteraksi dengan Saka, anehnya, saya dan Saka benar-benar menjadi layaknya seorang teman. Tidak ada lagi perasaan yang mengganjal sewaktu saya mengobrol dengan Saka.
"Selamat jadi anak kuliahan!" seru Bayu sembari memeluk Dina. Kedua orang itu berpelukan girang sambil meloncat-loncat. Saya terkekeh pelan melihatnya.
"Congrats, Kayla."
Atensi saya teralih kepada Saka yang tengah mengulurkan tangannya kepada saya. Saya menatap sejenak tangannya lalu menyambutnya dengan hangat.
"Selamat juga, Saka. Keren! Kamu bakalan jadi dokter."
Saka tertawa kecil sambil melepas tangannya lebih dulu. "Masih panjang, Kay. Kamu sendiri gimana? Kata Dina, mau kursus memasak?"
Saya hanya tersenyum kecil. Sejujurnya, saya sangat tidak suka membahas itu jika ada teman-teman yang bertanya. Saya memutuskan untuk belum melanjutkan kuliah seperti yang lainnya—entah saya yakin itu keputusan yang tepat atau tidak. Saya tidak tahu apa yang ingin saya lakukan nantinya kalau lulus kuliah. Saya tidak tahu ingin kerja apa dan saya yakin mendapatkan pekerjaan itu tidak mudah.
Di saat mereka memutuskan untuk melanjutkan kuliah di kampus yang mereka inginkan, saya lebih memilih untuk mengikuti kursus memasak. Karena memang saya sangat suka memasak. Ketika melihat orang-orang memakan masakan yang saya buat dan mendapat pujian, saya selalu senang. Saya begitu bahagia melihat mereka menikmati makanan saya. Karena itulah, setelah menimbang terlalu lama dan berdiskusi dengan Bunda, Kak Kalina atau Kak Kelvin, saya memutuskan untuk ikut kursus memasak.
Awalnya, saya pikir Ayah akan menentang. Tetapi ternyata tidak, Ayah sama sekali tidak menentang atau marah sekalipun. Ayah hanya berkata, "Jalani aja hidup kamu,"
"Iya, Ka."
"Keren." balas Saka. "Kamu melakukan apa yang kamu suka, Kayla. Dan aku denger, tempatnya juga bagus. Kali aja suatu hari nanti kamu nongol di Master Chef."
KAMU SEDANG MEMBACA
Will He
General Fiction[Completed] Kata orang, cinta pertama itu hanya omong kosong. Tapi kalau kata saya, kita enggak tahu kalau enggak dicoba, kan? Begitu pula dengan cerita cinta pertama saya tentangnya, tentang seseorang bernama Arga Anggara yang dengan penuh harap s...