07

1.3K 187 16
                                    

"Maksudnya apa tadi?!"

Arga langsung menyerukan apa yang sejak beberapa menit lalu ia tahan di dalam rumah Kayla. Begitu ayahnya itu memutuskan untuk pulang dan mereka meninggalkan kediaman rumah itu dengan mobil, Arga langsung meluapkan emosinya.

Pandu mendesah panjang, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan anak semata wayangnya itu. "Dulu waktu sekolah, Papa sama Ridwan pernah janji untuk saling nikahin anak-anak kita."

Arga tertawa tak percaya dan menepikan mobilnya dengan kasar lalu mengarahkan tubuhnya kepada Pandu yang duduk di kursi penumpang.

"Baik aku atau Kayla—kita sama sekali enggak tahu soal janji itu dan kita enggak mau peduli, Pa! Kayla itu masih sekolah!"

"Kalian bisa tunangan dulu, setelah itu—"

"Aku udah sama Vina, Pa! Udah dari SMA!"

Begitu mendengar nama perempuan itu terucap dari mulut Arga, Pandu tiba-tiba saja menunjukkan raut tak suka. Pria itu tidak lagi terlihat santai seperti sebelumnya.

"Kamu tahu kalau Papa enggak pernah suka sama pacarmu itu dari SMA. Tabiatnya enggak bagus dan dia bukan dari keluarga baik-baik!"

"Tapi Vina enggak kayak gitu, Pa! Lagian aku berhak buat nyari calon istri sendiri!"

"Kamu itu enggak tahu yang terbaik buat kamu, Ga! Kamu pikir karir jadi anak band itu bakalan baik?! Hah?! Pergaulan kamu itu udah enggak bener!"

Arga terdiam sambil menatap Pandu dengan serius. Sementara Rita—ibunya yang sejak tadi diam di belakang mulai berusaha menengahi. Selama ini, Arga tahu bahwa ayahnya itu tidak pernah suka melihatnya bernyanyi di atas panggung dan juga tidak pernah suka melihat Vina—seorang perempuan yang ia cintai dan setia mendampingi dirinya semenjak SMA.

Walau hubungan yang ia jalani bersama Vina sudah lama, Pandu tidak pernah bisa menyukainya. Pandu tidak bisa menemukan sosok Vina yang hangat dan baik di mata Arga. Yang Pandu lihat hanyalah keluarga Vina yang kacau dan bukan sosok Vina yang ceria yang bahkan berkali-kali menjenguk Pandu ketika ayah Arga itu sakit.

Arga memejamkan matanya, tidak ingin lagi berada di satu mobil yang sama dengan Pandu. Tanpa berpikir panjang lagi, Arga kemudian melepaskan seat belt-nya dan membuka pintu mobil.

"Eh, Arga, mau ke mana?!" teriak Rita.

"Arga!"

Arga tidak memperdulikan teriakan Pandu untuknya. Arga terus saja berjalan menjauhi mobil ayahnya itu dan melangkah entah ke mana. Ke mana pun, asal bukan rumah.

-ooo-

"Ayah udah gila, ya?!"

"Berani kamu ngomong gitu ke Ayah?!"

Kayla hanya diam sambil memandangi Ayah dan Kelvin yang kembali bersiteru—setelah mendengar perkataan Pandu tadi.

Setelah Pandu mengatakan hal itu, Kayla yang ditanya malah terdiam dan membisu. Sementara Kelvin yang dapat mendengar itu dengan jelas dari dapur—langsung berderap menghampiri mereka di ruang keluarga dengan emosi yang sudah meluap. Hal itu pula lah yang menyebabkan keluarga Pandu pulang.

"Mau sampai kapan Ayah ngatur-ngatur hidup anaknya?! Kayla itu masih sekolah! Dia masih harus kuliah!" seru Kelvin.

"Justru Ayah ngomong kayak gitu karena peduli sama Kayla. Arga pasti bisa bahagiain Kayla."

"Ayah udah gila," Kelvin tersenyum miring. "Ayah bahkan enggak tanya perasaan Kayla."

"Kamu itu bener-bener anak kurang ajar ya, Kelvin!" bentak Ridwan lagi dan sudah mengambil ancang-ancang untuk memukul Kelvin. Tapi untungnya, niat itu segera terurung karena Farhan.

Will HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang