49

1.2K 168 18
                                    

Kayla

Saya memperhatikan Saka dengan hati-hati. Walau sudah banyak tahun berlalu, Saka tidak begitu berubah. Hanya saja, Saka terlihat lebih dewasa dan entah bagaimana, jas putih itu terlihat sangat cocok untuknya.

Setelah saya keluar dari toilet, ternyata Saka masih menunggu saya sambil memegang dua botol air minuman. Satu air mineral yang kemudian ia berikan untuk saya, dan satu lagi air minuman yang berwarna untuk dirinya sendiri.

"Makasih, Saka." ucap saya ketika ia memberikan minuman itu.

Saka menatap saya yang sedang duduk di depannya sambil meneguk minuman. Kami berdua lebih banyak diamnya dan saat itulah, Saka malah mengulum senyum hingga senyumannya itu berubah menjadi sebuah kekehan kecil.

"Lama enggak ketemu ya, Kay? Sekalinya enggak ketemu, kamu udah jadi calon ibu." Saka akhirnya menyudahi keheningan di antara kami dan membuat saya bernapas lega.

"Saka tugas di sini?"

Saka mengangguk. "Baru sih. Baru satu mingguan, Kay." balasnya lalu atensinya kembali terfokus kepada perut saya yang besar. "Perempuan atau laki-laki?"

"InshaAllah perempuan," Saya tersenyum.

Saka menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Berarti ayah kamu ngotot juga ya? Karena kamu tetep nikahnya sama dia."

Mendengar ucapan Saka, saya malah tertawa kecil. Saya melupakan kenyataan di mana Saka tahu tentang hubungan saya dan Kak Arga sejak dulu.

"Tapi, dia baik sama kamu kan?" tanya Saka lagi.

Saya tertegun karena pertanyaannya yang satu itu. Saya kemudian mengulum senyum sambil mengusap perut saya dan mendongak untuk menatap Saka yang tengah berdiri sejak tadi. "Baik. Dia baik banget sama aku."

Lagi, Saka tertawa kecil. "Berarti, Bayu enggak mengada-ada waktu ngomong gitu."

"Kamu ketemu Bayu?"

"Iya," balas Saka. "Beberapa minggu yang lalu lah. Kamu tahu? Dia balikan sama Nata."

Mata saya seketika membulat karena terlalu kaget mendengar itu. "Serius?! Kok bisa? Ih, aku udah lama banget enggak tahu kabar Bayu. Terakhir ketemu aja setahun yang lalu."

Entah itu hanya perasaan saya atau tidak, tetapi begitu melihat saya antusias, senyuman Saka semakin melebar. Seolah ia sedang berpikir bahwa saya masih sama saja seperti dulu. Saka juga sama. Ia masih Saka yang saya kenal dulu.

"Aku denger Dina juga mau balik ke sini kan, habis dia wisuda? Kalau dia udah pulang, gimana kalau kita reunian berempat? Eh... Mungkin berlima bareng Nata."

Saya mengangguk-angguk. Terlalu senang hanya dengan memikirkan itu. Dulu, kami lumayan sering menghabiskan waktu berempat saja. Terutama ketika Saka sedang mengajarkan kami bertiga karena ia adalah orang yang paling pintar di antara kami. Saya benar-benar merindukan masa-masa itu.

"Kayla!"

Saya dan Saka sama-sama menoleh ketika Kak Agin datang berlari ke arah saya. Sepertinya, saya terlalu lama meninggalkan mereka dan membuat Bunda dan Kak Agin mengkhawatirkan saya.

"Kamu ini, kok lama banget? Bunda sampai cemas!" tegur Kak Agin ketika ia sudah berdiri di depan saya. Ia menoleh dan menatap Saka, seolah sedang mengingat-ingat di mana ia pernah bertemu dengan Saka.

"Kak Agin, bukan? Apa kabar, Kak?" Saka tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Kak Agin. Lucunya, walaupun Kak Agin bingung, ia tetap saja menyambut uluran tangan itu. "Ini Saka, Kak. Temen SMA-nya Kayla dulu."

Ketika Saka menyebut namanya, Kak Agin langsung berseru heboh dan menyalami tangan Saka. "Ya ampun! Saka yang dulu sering jemput Kayla, ya?!"

Saka terkekeh pelan lalu melepaskan uluran tangannya dan tersenyum kepada Kak Agin. "Maaf, aku ajak Kayla ngobrol. Udah lama enggak ketemu soalnya."

Will HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang