43

1.1K 167 37
                                    

 "Kalau punya rumah sendiri emang lebih enak enggak sih?"

Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Riyan itu membuat semua orang yang ada di rumah Arga dan Kayla memandangnya kompak. Riyan tampak tak peduli, ia tetap mengedarkan pandangannya ke rumah pengantin baru tersebut.

"Tahu enggak sih katanya orang dewasa itu anak kecil yang punya rumah sendiri." sahut Calista menanggapi ucapan Riyan. Namun ucapannya itu malah membuat semuanya tergelak, termasuk Arga yang sejak tadi hanya diam dan duduk di dapur.

"Heh, anak kecil omongannya jangan kayak orang dewasa dong!" komentar Riyan sambil mengacak rambut panjang Calista.

Calista memukul tangan Riyan dan memasang wajah rambut. "Iiiih, apaan sih, Kak Riyan!"

"Kalau Cal yang ngomong kayak gitu kenapa enggak pernah cocok ya?" ujar Wira menimpali setelah mereda tawanya.

"Tapi kalau Kayla yang ngomong, gue enggak komentar deh." sahut Juan. Ara yang duduk di sebelahnya mengangguk setuju begitu juga dengan Acha yang dari tadi membantu Kayla di dapur.

Sadar sedang dibicarakan, Kayla hanya menatap mereka dengan bingung, tidak terlalu mengerti topik apa yang sedang mereka bicarakan di ruang keluarga itu.

"Emang kamu mau punya rumah sendiri?" tanya Kira kepada Riyan.

"Apartemen juga enggak apa. Atau aku ambil unit di apartemen kamu ya, Kir?"

"Ih, jangan ah. Bosen ketemu kamu mulu ntar." balas Kira bercanda dan disambut tawa oleh yang lainnya.

"Dia mah enggak bakalan dikasih Tante Marsha deh tinggal sendirian, Kir. Kamar sendiri aja enggak diurus. Kalau tinggal di apartemen, bisa-bisa kayak kandang kuda itu kamarnya." ujar Acha.

"Emangnya lo pernah lihat kandang kuda?" Riyan mendengus, lagi-lagi membuat yang lainnya tertawa.

Kayla senang sekali melihat pemandangan seperti ini di dalam rumahnya, walau sejujurnya ia masih belum terbiasa mengatakan rumah ini adalah rumahnya. Sehari setelah acara pernikahannya, ia dan Arga pindah ke rumah neneknya Arga—yang sekarang sudah menjadi hak milik Arga.

Yang Kayla tahu, Arga benar-benar sangat dekat dengan neneknya. Sebelum neneknya Arga meninggal, ia sudah membagi beberapa warisannya kepada empat anaknya. Pandu, sebagai anak pertama mendapatkan rumah ini, yang kemudian ia berikan kepada Arga.

Kayla tidak tahu sedekat apa Arga dengan neneknya. Yang Kayla tahu, hanya neneknya lah yang selalu mendukung mimpi Arga dan membela Arga ketika ia dan Pandu bertengkar.

Kayla kemudian melirik Arga yang sejak tadi hanya duduk di dapur—lebih tepatnya di kursi bar dapurnya sambil menikmati secangkir kopi. Sesekali, lelaki itu tertawa mendengar guyonan yang teman-temannya lontarkan.

Setelah pindah ke rumah ini, tidak banyak yang Arga ucapkan kepada Kayla sehingga membuat Kayla kembali bertanya-tanya. Arga malah semakin jarang berbicara kepadanya selain izin untuk berangkat kerja dan bertanya apa yang akan Kayla lakukan hari ini. Dan yang paling membuat Kayla tidak habis pikir adalah, Arga yang tidak pernah tidur di kamar mereka setelah mereka pindah ke rumah itu.

Arga lebih sering tidur di depan sofa atau bahkan kamar tamu. Ketika Kayla bertanya kenapa ia tidur di sana, Arga selalu menjawab hal yang sama.

"Ketiduran."

Kayla tidak tahu lagi harus berbuat apa selain sebisa mungkin mengajak Arga berbicara dengannya. Ia bahkan tidak bisa mengatakan itu kepada siapapun. Harusnya, Kayla marah diperlakukan seperti itu hingga terkadang Kayla ingin sekali meluapkan kekesalannya. Tetapi setiap melihat wajah Arga, Kayla selalu saja bisa mengurungkan niatnya itu.

Will HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang