Kayla
Saya memandangi pantulan diri saya di cermin yang sedang mengenakan kebaya berwarna cokelat muda dan riasan make up yang menghiasi wajah. Suara-suara tawa dan heboh dari luar menyusup masuk ke pendengaran saya. Semua orang terdengar bahagia, kecuali saya dan mungkin Kak Arga.
Saya tidak pernah menyangka hari ini akan datang. Hari di mana saya bertunangan dengan Kak Arga. Semuanya seperti mimpi. Saya punya calon suami—yang bahkan jarang sekali mengajak saya berbicara sebelum hari ini datang. Bahkan ketika ia ada gigs di Bali, di Yogyakarta atau kota-kota lainnya, dia tidak mengabari saya.
Dan saya juga tidak melakukan apa-apa untuk itu. Bodoh.
"Kayla," Suara Kak Kalina terdengar di depan pintu kamar saya, dan tak lama kemudian ia membuka pintu. "Ada temen kamu nih."
Kepala Dina tiba-tiba menyembul di balik Kak Kalina dan membuat saya membulatkan mata. Saya tidak percaya, Dina pulang. Sudah berapa lama saya tidak bertemu dia ya?
"Dina!" Saya langsung menghampirinya di depan pintu dan menariknya untuk masuk sebelum kembali menutup pintu.
"Kayla! Lo cantik banget!" Dina menatap saya dengan takjub. Tapi sayangnya, Din, pujian seperti apapun tidak akan bisa membuat hati saya senang.
Saya hanya tersenyum tipis dan mengajaknya untuk duduk di atas tempat tidur. "Kapan pulang, Din? Dan sampai kapan di sini?"
"Minggu depan udah balik lagi ke Jogja sih. Tapi tenang aja, sebelum gue balik, kita harus main bareng terus." ucapnya dengan semangat. Senyumnya kemudian hilang ketika ia melihat saya yang lesu. "Kay... Gue enggak percaya, cerita lo sama Kak Arga sampai kayak gini. Dulu gue pikir, bakalan hilang gitu aja. Tapi melihat kegigihan Ayah, ternyata enggak juga... Lo baik-baik aja kan, Kay?"
Saya menggeleng dan menggigit bibir saya untuk menahan tangis. Tapi ketika Dina mengusap lengan saya, pertahanan saya runtuh. Air mata saya menetes.
"Kay, jangan nangis. Kalau make up-nya luntur gimana?" ujar Dina panik lalu mencari tisu di atas meja rias saya.
"Gue enggak tahu, Din. Gue enggak bisa."
Dina yang sedang berusaha menghapus air mata saya seketika menghentikan pergerakan tangannya dan menatap saya lekat. "Kay, gue tahu ini bakalan berat buat lo. Tapi, kita enggak tahu loh ke depannya gimana. Kali aja, seiring berjalannya waktu, Kak Arga membuka hatinya untuk lo. Dan kali aja, apa yang udah terjadi ini emang yang terbaik buat lo dan Kak Arga."
Saya menggeleng, enggan untuk menerima kalimat itu dari Dina. Saya sudah pasrah dan saya tidak kuat. Melihat tangisan saya tidak berhenti, Dina memegang kedua pundak saya dan menatap saya dalam. "Percaya deh, Kay. Gue yakin, suatu hari nanti, lo bisa bahagia sama pilihan ayah lo dan papanya Kak Arga. Suatu hari nanti, Kak Arga akan menyayangi lo, sebagaimana lo menyayangi Kak Arga."
Saya balas menatap Dina, ia menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan saya. Saya tidak tahu harus membalas ucapan Dina seperti apa. Tapi, saya akan mencoba percaya jika suatu hari nanti Kak Arga bisa membuka hatinya untuk saya.
-ooo-
Arga
Gue menatap cincin yang melingkar di jari manis kiri gue dalam diam. Pandangan gue kemudian berganti ke arah Kayla yang sedang sibuk menerima permintaan foto-foto dari keluarganya. Ia terlihat sungkan dan memaksakan sebuah senyuman ketika fotografer mengambil fotonya.
Pada akhirnya, semua penolakan yang gue dan Kayla tunjukkan selama ini sia-sia. Ayahnya dan Papa menang. Gue, Kayla, dan Kelvin—yang bersusah payah menolak perjodohan ini kalah. Tapi anehnya, Kelvin enggak lagi melarang keras seperti yang sudah-sudah. Kelvin juga menerima perjodohan ini dengan pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will He
General Fiction[Completed] Kata orang, cinta pertama itu hanya omong kosong. Tapi kalau kata saya, kita enggak tahu kalau enggak dicoba, kan? Begitu pula dengan cerita cinta pertama saya tentangnya, tentang seseorang bernama Arga Anggara yang dengan penuh harap s...