Kayla sebenarnya adalah pribadi yang tidak suka kelayapan saat pulang sekolah. Bagi Kayla, kalau pulang, ya pulang. Ia tidak akan pernah mampir kemana-mana dulu tanpa persetujuan orang rumah.
Mungkin hal itu menjadi salah satu faktor Kayla dapat berteman dengan Dina. Mereka agak mirip, tapi tak sama. Dina kelihatannya mungkin memang seperti orang yang senang bersenang-seneng di luar sana, apalagi setelah jam sekolah usai. Tapi nyatanya tidak demikian. Dina juga sama seperti Kayla.
Tapi hari ini menjadi sebuh pengecualian untuknya. Kayla memutuskan membalas pesan yang Vina kirimkan lewat direct message Instagram kemarin. Maka, di sini lah Kayla sekarang. Di salah satu kafe yang lumayan dekat dengan sekolahnya. Siapa pun bisa menemukannya di sana—karena tempat itu lumayan sering jadi tempat tongkrongan anak-anak sekolahnya.
Kayla menunggu dengan gelisah. Minuman yang dua puluh menit lalu tiba di mejanya pun tak ia sentuh. Kayla lebih tertarik memainkan jemarinya yang basah dan menatap kosong ke luar jendela. Perasaannya bercampur aduk. Takut dan penasaran dengan apa yang akan Vina sampaikan. Apa jangan-jangan Vina akan marah kepadanya? Menyiraminya dengan air minum—ah, Kayla langsung menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pemikiran yang tidak berarti itu. Kamu terlalu banyak nonton serial, Kayla.
"Kayla?"
Kayla tersentak saat mendengar suara lirih menyapanya. Ia menengok dan menemukan Vina memberikan senyuman canggung padanya. Vina kemudian duduk di hadapannya saat itu juga.
"Sorry, lo lama nunggu?"
Kayla segera menggeleng, "Enggak, Kak. Enggak lama kok."
Vina mengangguk-angguk lalu membuka buku menu dan membaca menu minuman satu per satu. "Es Lemon Tea aja, Mas." ucapnya kepada sang pelayan.
"Maaf ya ngajakin lo ketemu. Enggak ada kegiatan setelah ini kan?" tanya Vina.
Kayla menggeleng lagi, "Enggak ada, Kak."
Keduanya pun sama-sama terdiam dan hanya alunan musik dari kafe itu yang terdengar. Kayla semakin menundukkan kepalanya. Kakinya bergerak gusar di bawah sana.
"Lo pasti udah tahu alasan gue tiba-tiba ngajakin lo ketemu." kata Vina kemudian.
Kayla akhirnya mengangkat kepalanya dan memandangi Vina dari tempatnya duduk. Vina menyunggingkan senyum tipis dan kembali berkata, "Gue udah tahu soal perjodohan lo sama Arga. Dia udah ngomong ke gue."
Kayla terhenyak dan mengalihkan atensinya. Seketika, perasaan bersalah karena hampir merusak hubungan orang kembali muncul. Pertama, Bayu dan Nata—dan sekarang? Apa ia akan kembali menjadi orang yang menyebalkan itu?
"Gue... Gue cuma mau bilang, Kay," ujar Vina dengan ragu tapi kemudian menatap manik mata Kayla dalam. "Please, tolak perjodohan itu. Lo juga enggak mau kan nikah sama orang yang enggak lo kenal? Maksud gue, lo bahkan enggak gitu kenal sama Arga..."
Kayla termangu menatap Vina yang benar-benar terlihat memohon kepadanya. Tak lama, Kayla menipiskan senyumnya. "Kak, aku juga enggak ada keinginan untuk nerima perjodohan itu kok. Aku udah ngomong sama Ayah. Tapi, Ayah sama Om Pandu masih keras kepala. Aku sama Kak Arga enggak ada niatan mau nerima ini."
Vina kemudian tersenyum lega. Ia menundukkan kepalanya dan memainkan jemarinya. "Kay, Arga itu enggak butuh gue. Tanpa gue, Arga pasti baik-baik saja."
"Tapi, gue yang butuh Arga, Kay. Gue enggak bisa kalau enggak ada Arga. Gue enggak pengen Arga pergi dari gue, Kay. Gue tau ini egois. Tapi... Gue bener-bener butuh Arga."
Kayla terpaku mendengar ucapan yang Vina sampaikan kepadanya. Sekali lihat, Kayla juga tahu bahwa perasaan Vina kepada Arga itu nyata dan tulus. Vina terlihat begitu mencintai Arga. Tapi, Kayla tahu bahwa kalimat yang Vina lontarkan itu tidak sepenuhnya benar. Karena Kayla juga tahu, betapa Arga menyayangi Vina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will He
General Fiction[Completed] Kata orang, cinta pertama itu hanya omong kosong. Tapi kalau kata saya, kita enggak tahu kalau enggak dicoba, kan? Begitu pula dengan cerita cinta pertama saya tentangnya, tentang seseorang bernama Arga Anggara yang dengan penuh harap s...