11. P e n y e s u a i a n

36.2K 4K 12
                                    

"Good morning, people!"

Zelina akhirnya datang ke kantor di hari Senin dengan satu kresek besar kopi instan cangkir dan cemilan di tangan kirinya. Dia sudah bisa berjalan normal, tetapi masih harus menghindari heels. Bahu kanannya sudah tidak sakit lagi, hanya saja masih terasa ngilu jika terlalu banyak digerakkan.

Arin yang melihatnya pertama kali pun menjadi heboh. "Anak buah kesayangan gue balik!" serunya sambil memeluk Zelina gemas. "Selamat atas kesembuhan lo!"

"Makasih! Oh, ini gue bawa kopi sama cemilan buat kalian. Anggap aja sebagai rasa terima kasih gue karena udah jenguk kemarin-kemarin," ujar Zelina. Ia pun meletakkan kresek itu di lemari pendek yang berada di pojok ruangan. Anggota timnya mengerubungi Zelina sejenak untuk menyapa dan mengucapkan selamat atas kesembuhannya.

Akhirnya, ia bisa bernapas lega. Sebuah senyuman menghiasi bibirnya ketika ia duduk kembali di kursi kebesarannya. "Kangen banget gue sama meja ini. Gila, seminggu rasanya lama banget tanpa kerja!" Zelina meletakkan tasnya di meja. "Anak-anak magang kemarin gak ngacak-ngacak meja gue,  kan?"

"Kagak. Tenang aja, Bu Ketu tegas banget sama mereka. Kagak ada yang berani buka laci atau penyimpanan lo," jawab Amelia yang dibalas anggukan bangga oleh Arin.

"Kemaren-kemaren Bu Ketu galak banget tau. Udah kayak anjing penjaga rumah," celetuk Dion yang langsung dihadiahi lemparan pulpen oleh Arin. "Apa lo bilang?!"

"Hooh. Kesian anak-anak magang udah kayak anak durhaka di alam kubur seminggu kemaren. Ditanya-tanya mulu, disalah-salahin mulu, dimarah-marahin mulu," tambah Arya mengompori. Arin pun menatapnya tajam.

"Lo mau gue kasih rasa alam kubur? Kerja lo yang bener!"

Zelina hanya tertawa geli melihat tingkah rekan setimnya. Inilah salah satu hal yang ia rindukan selama cuti kemarin. Bualan, canda, dan pertengkaran kecil di sela-sela pekerjaan mereka. Namun, ruangan itu juga bisa berubah 180° menjadi sangat sepi dan serius ketika mereka sangat berkonsentrasi pada apa yang mereka lakukan, terutama saat peak season di mana banyak sekali perusahaan yang memakai jasa mereka kala itu.

Ah, dia sayang pekerjaannya.

*****

"Bagaimana bahu Anda? Masih terasa sakit?" Senin sore selepas kerja, Zelina memang memiliki jadwal untuk membuka perban dan gifsnya.

"Gak, sih. Cuma agak ngilu aja kalau terlalu banyak gerak," jawab Zelina sambil mengingat-ngingat kapan terakhir kali ia merasakan sakit di bahunya. Damian pun mengangguk.

"Bagus kalau begitu. Rasa ngilunya akan hilang perlahan-lahan seiring dengan fisioterapi untuk masa pemulihan. Bagaimana dengan kepala dan kaki Anda?"

"Jauh lebih baik daripada sebelumnya. Gue udah bisa jalan seperti biasa dan kepala gue juga jarang ngerasa pusing tiba-tiba."

"Proses penyembuhan Anda berjalan sangat baik. Kalau begitu, saya akan membuka gifs dan perbannya sekarang." Dengan telaten, Damian melakukan satu demi satu prosedur tersebut tanpa kesalahan.

Ketika menyadari bahwa pembukaan perban akan berpotensi mengekspos dadanya, Zelina bergerak tak nyaman dan gelisah. Damian yang menyadarinya pun jadi salah tingkah sendiri. Ia tidak biasanya seperti ini. Ia sudah melihat lebih banyak dari pasien-pasien sebelumnya, tetapi baru kali ini perasaan tak enak hati itu muncul.

"Sebentar, saya akan meminta suster menyelesaikan prosesnya." ujar Damian kikuk, telinganya memerah. Zelina sendiri bernapas lega ketika Damian pergi untuk memanggil seorang suster. Dia tidak bisa bayangkan bagaimana canggungnya jika Damian sampai melihat dada Zelina yang sepenuhnya sadar.

Seorang suster pun masuk, Zelina rasa dia beberapa tahun lebih tua dari suster itu. Dengan ramah, Sang Tenaga Medis pun melanjutkan pelepasan perban sementara Damian terlihat sibuk menuliskan sesuatu di rekam medis milik Zelina.

"Sudah selesai, Dok. Luka operasinya mengering sempurna dan jahitannya sudah bisa dilepas," ujar suster yang memiliki name tag Eva itu. Zelina buru-buru menaikkan gaun rumah sakit yang ia kenakan untuk menutupi dada dan bahu kirinya sehingga yang terekspos hanya bahu kanan dan sedikit dari bagian punggungnya.

Hanya yang memang perlu diekspos aja. Lo harus tenang, Zelina, batinnya.

Damian pun mengangguk dan menghampiri mereka untuk melepaskan benang jahitan paska operasi dari luka Zelina. "Tahan, ini akan sedikit ngilu," ujarnya, sementara Eva membersihkan daerah sekitar jahitan dengan antiseptik. Zelina hanya mengangguk dan terdiam saat Damian melepas semua jahitan di bahunya.

Gak sesakit yang gue bayangkan. Waktu karate dulu, gue pernah mengalami rasa sakit yang lebih parah ini. Pikir Zelina menyepelekan.

"Nah, sudah selesai. Suster Eva, tolong ambil surat rujukan dan rekam medis pasien Zelina di meja saya, lalu berikan ke bagian fisioterapi agar jadwalnya bisa segera dibuatkan."

"Baik, Dok. " Eva mengangguk, lalu segera pergi dengan berkas tersebut.

"Anda sudah boleh berganti baju sekarang."

Zelina yang tadi sibuk dengan pikirannya berkedip kembali ke kenyataan. Tanpa sadar,  sudah ada kain kassa steril kecil yang menutup lukanya. "Anda bisa melepasnya besok sebelum mandi, tapi usahakan jangan terlalu lama terkena air. Lalu, jangan lupa juga untuk selalu pakai penyangga bahu. Check up hari ini selesai dan selanjutnya Anda akan berobat jalan dengan bagian fisioterapi."

Zelina pun mengangguk dan pergi bersembunyi di belakang tirai untuk memakai bajunya kembali sementara Damian duduk di kursinya. Ada hal yang Zelina ingin tanyakan kepada Damian. Ia tidak tahu jika ini pantas ditanyakan atau tidak.

Setelah selesai mengenakan pakaiannya kembali, Zelina pun memberanikan diri untuk duduk di depan Damian dengan tampang seriusnya.

"Dokter Damian," panggil Zelina gugup.

"Iya? Ada masalah?" tanya Damian sambil meletakkan stetoskopnya.

"Lo udah lama kenal sama dokter Ali?"

Pertanyaan Zelina membuat kening Damian mengernyit keheranan. Kenapa dia tiba-tiba menanyakan dokter Ali? Ada hubungan apa Zelina dengan dokter Ali?

Menepis pikirannya, Damian pun mengangguk ragu. "Sudah cukup lama. Beliau senior di sini."

"Dokter Ali itu orangnya seperti apa? Kehidupan pribadinya gimana? Apa dia udah punya istri? Atau bercerai?" tanya Zelina bertubi-tubi, membuat Damian bingung.

"Dokter Ali cukup disegani di sini dan dunia kedokteran. Soal kehidupan pribadinya, saya kurang tahu. Saya rasa membicarakan orang lain juga tidak sopan. Mengapa Anda bertanya seperti itu?"

Zelina menggelengkan kepalanya frustrasi sembari menghela napas. "Cuma ... pengen tau aja. Apa dia pernah terlihat sama seorang wanita?"

"Setahu saya dia selalu sendiri. Anda ada urusan apa dengan dokter Ali?"

Dugaan Miko bahwa Zelina merupakan putri tersembunyi dari Dokter Ali sudah dipastikan hilang dari pikiran Damian. Dia hanya tidak mengerti mengapa Zelina tiba-tiba bertanya padanya seperti ini.

"Terima kasih atas jawabannya. Gue harap, percakapan ini bisa jadi rahasia di antara kita berdua. Kalau gitu, gue permisi dulu, Dokter Damian." Zelina mengabaikan pertanyaan Damian, beranjak meninggalkan ruangan itu terburu-buru. Ia juga meninggalkan Damian dengan banyak pertanyaan di benaknya.

Ada masalah apa kamu sebenarnya,  Zelina?

*****

16 Februari 2021.

Gue punya ponakan baru. Yeay.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang