29. A u d i t

29.1K 3.5K 48
                                    

Peringatan! Ada umpatan kasar!


Selamat menikmati :)


****

"Anjing, lo!"

Bugh!

"Bangsat!"

Bugh!

"Pengecut!"

Bugh!

"Babi!"

Brrugh.

Pundak Zelina naik turun karena emosi. Tangannya nyut-nyutan menahan sakit. Bekas merah terlihat menantang di jari-jarinya. Namun, tentu saja kondisi itu jauh lebih baik ketimbang Rafa yang sudah terkulai lemas di lantai.

Tiga jontosan di wajah dan satu tendangan di perut Rafa membuatnya tumbang. Sudah dipastikan, ia akan memar-memar besok. Namun, Rafa tidak melawan sama sekali. Dalam hati, dia merasa pantas mendapatkannya.

"Bangun, Anjing! Jangan sok lemah gitu!" Zelina membentak. Amarahnya menjadi-jadi.

Tadi, setelah mengantar perlengkapan bayi ke binatu, Zelina sempat mencari Rafa ke kantornya, tapi tidak ada. Ketika menemukan Rafa di rumah dengan baju santainya, emosi Zelina tidak dapat ditahan lagi. Tinjunya pun melayang tanpa permisi.

"Orang kayak lo gak pantes buat bersikap lemah! Ninggalin istri sama anak lo yang sekarat aja kuat." Zelina tertawa miris. "Masa nerima bogeman dari cewek kagak kuat? Banci, lo!"

Cuma Tuhan yang paham betapa inginnya Zelina mengeroyoki Rafa saat ini. Tangan dan kakinya yang sakit teras gatal sekali ingin menyapa tubuh Rafa lagi. Namun, Zelina tahan sebisa mungkin. Arin membutuhkan Rafa.

Jika Rafa sampai kenapa-kenapa, semuanya malah makin runyam.

"Bangun, lo!" Zelina menarik kerah Rafa, menghentaknya dengan kasar. "Arin mau lo ke rumah sakit."

Sekarang bagian Rafa yang tertawa. "Arin gak butuh gue lagi, Zelina. Lo tau? Sia-sia lo ke sini. Gue udah gak peduli. Gak berguna juga gue ke sana."

"Anjing!"

Bugh!

Satu pukulan mendarat lagi di wajah Rafa, membuat bibirnya mengeluarkan darah. Zelina pun menghempaskan pria itu, merasa jijik. "Tega lo ninggalin istri sama anak lo?"

"Siapa yang tega? Gue atau Arin? Dia udah gak dengar gue. Sekarang nasib dia gitu, ya, karena kesalahannya sendiri."

"Cuma karena Arin bangkang lo sekali, lo jadi gini?! Lo lupa dia lagi ngandung anak siapa? Dia hampir aja keguguran hari ini, Anjing! Lo mau liat dia mati?!"

Di situ, senyum meremehkan yang tadi ada di wajah Rafa menghilang. Rasa bersalah mulai menjalar di hatinya. Momen ini Zelina manfaatkan sebaik mungkin untuk mengeluarkan unek-uneknya.

"Lo gak hamil, Arin yang hamil! Lo gak ngerasain sakit, Arin yang sakit-sakitan ngandung selama ini! Dia yang harus berjuang di meja operasi nanti! Cuma karena dia gak dengerin permintaan lo... Lo pikir lo pantes kayak gini?!"

"Dia sama anak lo bisa aja mati besok, Anjing!" Zelina berteriak, hatinya sakit sekali jika mengingat ucapan dokter mengenai resiko operasi besok, matanya kembali berair.

"Lo tega? Lo yang buat dia hamil.... Kalau besok dia ... sampe ... mati. Itu gara-gara lo!" Suara Zelina parau, ia menghapus air matanya kasar.

Rafa mendongak keras kepala. "Bukan salah gue! Gue udah bilang sama dia buat diem di rumah. Kalau ada apa-apa itu salah dia sendiri. Dia gak mau denger gue. Dia gak butuh g--"

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang