17. D e p r e s i a s i

30.5K 3.7K 19
                                    

"Papa ngapain di sini?"

Sekarang mereka telah berada di lorong hotel yang jauh dari keramaian supaya tidak akan ada tamu undangan yang dapat mendengar mereka.

Zelina menatap lelaki itu ketus. Lelaki yang mewariskan sekitar 60% kemiripan wajahnya pada Zelina. Lelaki yang dulu Zelina sayangi, tapi menghancurkannya. Lelaki yang seharusnya mengajarkan Zelina bagaimana memilih lelaki yang ia pantas cintai, tetapi malah menjadi lelaki yang membuatnya takut akan cinta itu sendiri.

Sejenak, lelaki itu termenung sebelum akhirnya angkat bicara, "Papa hanya ingin ... minta maaf, Zelina."

Entah apa yang harus dirasakan Zelina sekarang. Lelaki ini sudah menghilang bertahun-tahun dari hidup mereka dan tiba-tiba kembali tepat di hari pernikahan mantan istrinya. Dan dia ingin minta maaf? Zelina tertawa ironis dibuatnya.

"Zelin gak salah denger, nih, Pa? Papa mau minta maaf? Setelah bertahun-tahun Papa ninggalin Zelin sama Mama. Papa bahkan gak nafkahin Zelin sebagai anak Papa. Papa sibuk dengan keluarga baru Papa sendiri. Sekarang Papa tiba-tiba datang karena mau minta maaf?" Zelina mati-matian menahan emosinya. Dadanya terasa sesak sekali dan matanya sudah mulai panas karena air mata.

Tapi, tidak. Dia tidak mau menangis dan terlihat lemah di hadapan papanya. Dia sudah dewasa, mandiri, dan dia bukan anak remaja lemah seperti dulu.

Lelaki itu memandang Zelina dengan rasa bersalah yang amat jelas di wajahnya. Dia telah menjadi sosok ayah yang buruk bagi Zelina dan ia menerima jika harus dibenci oleh putri kandungnya sendiri.

"Zelina, Papa tau kamu benci Papa sekarang. Tapi, Papa harus ketemu sama Nina dan kamu. Papa harus minta ma--"

"PAPA TEGA BANGET, TAU GAK?! Ini hari bahagianya mama, Pa! Papa kenapa, sih, harus datang sekarang? Udah cukup Mama disakitin sama Papa. Udah cukup Zelin disakitin juga. Sekarang tiba-tiba Papa datang di pernikahan Mama cuma buat minta maaf? Kenapa gak dari dulu? Mama udah bahagia, Pa! Papa mikir gak sih?! Zelina udah bukan benci doang sama Papa, tapi Zelina malu punya Papa kayak--"

PLAK!

Mata Zelina melebar, pipinya terasa panas dengan rasa sakit yang menjalar. Dia bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Ini kali pertamanya Zelina mendapat sebuah tamparan. Hatinya hancur sekali.

Seharusnya seorang ayah adalah cinta pertama bagi putrinya, tetapi lelaki dihadapannya ini hanyalah patah hati pertama dan terburuk bagi Zelina.

Papanya yang dulu telah benar-benar hilang. Tidak ada lagi Papa yang dulu mengajari Zelina bermain sepeda, tidak ada lagi Papa yang dulu mengantar Zelina ke sekolah, dan tidak ada lagi sosok Papa yang lembut yang Zelina kenal. Sekarang Zelina hanya melihat sesosok lelaki asing berwujud Papa yang baru saja menamparnya. Zelina tertawa kecil.

Betapa ironisnya hidup Zelina.

"Zelin..., Papa gak bermaks--"

"Puas, Pa!? Mana yang katanya mau minta maaf? Papa punya bertahun-tahun sebelum hari ini untuk minta maaf. Sialan! Papa sia-siain semuanya. Kemana aja selama ini, Pa? Hari ini pun Papa bukannya minta maaf, tapi malah buat luka baru untuk Zelin. Papa seneng sekarang?!"

Suara Zelina melemah, seiringan dengan air matanya yang sudah tidak dapat dibendung lagi. Hatinya terasa sangat sakit, lebih sakit dibanding pipinya yang mulai sedikit membengkak. Zelina dapat mengecap sedikit rasa besi di lidahnya. Pipi bagian dalamnya pasti sedikit berdarah karena ia ditampar saat sedang berbicara tadi.

Papanya melangkah maju, mencoba memeluk putrinya itu sedangkan Zelina melangkah mundur. "Jangan sentuh Zelin! Zelin gak sudi," ketus Zelina sambil mengusap kasar air mata di wajahnya.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang