21. L i a b i l i t a s

30.5K 3.7K 67
                                    

"Gimana lo? Betah di sana?"

Zelina dan Arin sedang melakukan video call dan baru saja selesai mendiskusikan kasus kliennya, tentu sesuai dengan persetujuan yang sudah diberikan.

Ini sudah hari ketiga Zelina berada di Inggris, tepatnya di sebuah kota kecil bernama Brighton. Kota ini terletak di bagian selatan negara yang langsung menghadap laut sehingga pantainya cukup terkenal di kalangan masyarakat Inggris sebagai tempat wisata.

"Lumayanlah. Tapi dingin." Zelina menyeruput tehnya. Musim gugur di awal bulan Oktober, suhunya rata-rata 5 - 15°C. Meskipun pemandangan di luar lumayan indah, Zelina yang terbiasa hidup dengan suhu di atas 20°C merasa kedinginan.

"Akomodasinya enak?" tanya Arin lagi.

"Mantep. Gue nempatin apartemen di properti mereka dan kalau makan tinggal room service atau masak. Makanannya enak, sih.... Cuma rada hambar aja buat lidah gue." Zelina menjelaskan sambil sibuk memandangi sheet excel di layar komputernya. Klien Zelina merupakan pengusaha properti yang akan membangun menara hotel baru, tetapi ada yang janggal dari anggaran biaya dan pengeluaran dananya.

"Yah. Sayang banget gue gak bisa ikut lo ke sana. Rafa nyebelin, sih, larang-larang gue pergi. Padahal anak gue juga masih 3 bulan lagi brojolnya." Arin mengeluh pada Zelina yang awam tentang pernikahan. Lah, dia harus menanggapi apa? Akhirnya, wanita itu menaikkan bahu.

"Mungkin Rafa khawatir sama keselamatan lo dan calon anak kalian. Sebulan tuh bukan waktu yang sebentar, bumil," imbuhnya.

Mau tidak mau, Zelina harus menjadi yang logis di sini meskipun ia tidak terlalu suka dengan konsep laki-laki mengekang istrinya. Atau pun konsep pernikahan secara umum. Zelina tidak suka dikekang pada dasarnya.

Bibir Arin pun mengerucut. "Yah.... Padahal, gue pengen jalan-jalan ke luar negeri sambil cuci mata."

"Palingan juga lo rengek-rengek pengen dipeluk Rafa kalau ngerasain dinginnya di sini." Zelina mencibir sambil mengetikkan sesuatu di laptopnya. "Percaya sama gue. Musim gugur di sini gak seindah foto-foto aesthetic musim gugur yang lo liat di internet. Langitnya hampir mendung setiap saat. Belom lagi kalau hujan, anginnya makin kuat. Gak baik buat bumil."

Arin berdehem, terlihat berpikir sejenak.

"Apa ... gue babymoon ke Lombok aja, ya? Lumayan sebelum peak season.... Eh, gue pas peak season cuti brojol anak! Asik!" Arin bersorak dari Indonesia sementara Zelina membulatkan matanya.

"Serius, lo?!"

Peak season adalah masa-masa tersibuk bagi akuntan seperti Zelina. Masa ini terjadi sekitar bulan Desember sampai Februari atau April (jika ditambah urusan perpajakan) dan dapat berubah-ubah. Di masa itulah laporan keuangan tahunan perusahaan harus secepatnya dirilis. Saat peak season, tidur normal dan kehidupan sosial merupakan sesuatu yang tampak seperti lelucon karena tugasnya terlalu banyak. Ia pernah sampai tidak tidur dua hari karena mengejar deadline. Dan jika Arin akan cuti, maka kemungkinan beban pekerjaannya akan lebih banyak lagi.

Sialan!

Zelina benci peak season.

Peak season memang terdengar menyeramkan, tetapi masa-masa itu juga yang dapat membuat saldo rekening bank Zelina melesat cepat, terkadang sampai menambah digit karena Zelina bisa lembur hampir setiap hari, bahkan hari Sabtu dan Minggu pun bisa menjadi hari kerja.

Biasanya, setelah peak season, Zelina akan mengajak Nina liburan. Tapi, untuk tahun depan, ia tidak tahu karena sekarang sudah ada Ali di hidupnya. Mungkin mereka akan berlibur sekeluarga.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang