24. I V

28.9K 3.6K 23
                                    

Belakangan ini saya kaget. Pembacanya tiba-tiba banyak di beberapa chapter terakhir. Kadang saya mikir. Apa mereka langsung loncat ke update-an terakhir? Wkwk

Ya, tapi gapapalah. Terima kasih atas dukungan kalian 😊 Ini, ada sedikit hadiah dari saya.

Mohon doakan semoga otak saya yang buntu bisa lancar. Sudah lama belum ada penambahan di stok update-an.

Selamat menikmati :)

*****

Hai, lo udah tidur? Maaf gue baru bales. Hehe 👉👈

Mata Damian membelalak ketika ia akhirnya mendapat pesan dari Zelina pukul 11 malam. Ia yang sedari kemarin menunggu balasan pun kalap dan langsung menekan tombol panggilan video. Setelah beberapa detik, layar ponselnya memunculkan wajah pucat Zelina yang sedang berbaring menyamping, sama persis dengan posisi Damian saat ini.

"Hai, Damian," sapa Zelina sambil tersenyum lemah.

Damian mengernyitkan dahinya bingung. Zelina yang biasanya cerewet dan keras kepala malah terlihat lemah sekarang. "Hai..., kamu tidak apa-apa? Tunggu--," Damian menyadari bahwa latar kamar Zelina berbeda sekarang, "kamu sudah pulang?"

"Iya. Tadi sore nyampe Indonesia. Kenapa? Kangen?"

Damian tertawa kecil, ada rasa bahagia ketika ia mengetahui bahwa Zelina sudah berada di zona waktu yang sama. "Pantas kamu tidak membalas pesan saya. Pasti kamu sibuk sekali sebelum pulang."

"Gak sepenuhnya gitu, sih.... Gue udah gak enak badan dari sebelum flight jadi males liat HP karena kepala gue pusing. Nyampe sini malah langsung tepar." Zelina tersenyum masam. "Badan gue lemes banget. Pulang langsung muntah-muntah terus pingsan. Maaf, ya, baru ngabarin."

Hati Damian mencelos, benaknya dipenuhi kekhawatiran. Apalagi ketika Zelina meminta maaf, Damian malah jadi merasa tidak enak karena Zelina tidak memiliki salah apa pun untuk dimaafkan. Dia hanya sakit.

"Kamu tidak perlu minta maaf sama sekali. Ini bukan salah siapa-siapa. Bagaimana keadaan kamu sekarang? Sudah ke dokter? Sudah baikan? Sakit apa?"

Sekarang giliran Zelina yang tertawa kecil. Sejujurnya, ia cukup merindukan suara Damian dan bagaimana bawelnya ia mengenai kesehatan Zelina. Damian terlihat gemas sekali, apalagi saat akan tidur seperti ini.

"Lo kepo, tau gak?" goda Zelina yang langsung membuat Damian cemberut.

"Sebagai ... teman dan dokter, saya hanya khawatir. Salah, ya?"

"Lo gak perlu khawatir. Gue udah baikan, kok. Papa Ali bilang gue kena tipes. Dia udah pasang IV dan kasih gue antibiotik. Nih.... Liat!" Dengan bangga, Zelina mengarahkan kamera ponsel pada tangan kirinya yang dipasangi infus.

Damian menelan ludah dan mengangguk. Ia hampir lupa bahwa sekarang Zelina adalah anak tiri dari dokter yang disegani di rumah sakit. "Ya.... Ya sudah, kalau begitu. Kamu harus istirahat supaya cepat pulih."

"Gue gak bisa tidur lagi, Damian. Kayaknya gue kena jetlag, deh. Perut gue laper, tapi gue gak mampu makan sama sekali. Rasanya pengen muntah terus, tapi perut gue juga melintir." Zelina jadi curhat.

"Kamu makan atau minum yang aneh-aneh selama di Inggris? Tipes disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella Thypi. Biasanya dari makanan atau minuman," jelas Damian yang membuat Zelina mengerucutkan bibirnya, ia benci pelajaran IPA, apalagi biologi.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang