30. D o s i s O b a t

28.9K 3.5K 51
                                    

Hai :)

Apa kabar? Semoga baik-baik saja yaaa

Saya mau bilang makasih untuk yang sudah selalu vote dan komen cerita ini 😇 Apalagi yang kemarin bantu vote cover hehe. Kalian hebat karena mau peduli. Gak penting mau banyak atau dikit, saya tetap menghargainya 💙

Oh iya, cerita ini saya rencanakan akan berakhir di chapter 50 an. Bisa kurang bisa lebih. 👉🏽👈🏽

Mohon doa juga semoga dimudahkan. Minggu besok saya UTS. Jadwal update akan sedikit berubah khusus minggu depan. (tapi saya memang suka update tiba- tiba juga, ya 😅)

Ya sudahlah. Segitu saja cuap-cuapnya.

Selamat menikmati :)

****

"Ugh.... Jam berapa ini?"

Mata Zelina mengerjap. Cahaya matahari terasa sedikit silau dari kaca mobil. Dia pun mengerang pelan.

Tunggu. Kaca mobil?

Ini tidak benar!

Zelina menepuk dahinya sendiri. Ia melirik ke samping, mendapati Rafa yang bonyok masih tertidur pulas di kursi penumpang. Tadi malam, setelah menyeret Rafa yang pingsan ke kursi penumpang, Zelina langsung melesat ke rumah sakit. Namun, saat sampai di parkiran rumah sakit, ia begitu lelah dan mengantuk sehungga ia pun tertidur.

Zelina pun mengecek jam di ponselnya.

Sial! Jam 5.40 pagi. Dia dan Rafa ketiduran di mobil sampai pagi sedangkan Arin, Nina, dan Ali menunggunya di dalam. Hal itu dibuktikan dari berbagai pesan masuk dan panggilan tak terjawab yang ada di ponselnya.

Zelina meringis menyadari telapak tangannya yang membiru dengan sedikit keunguan di sisi-sisinya, mirip pipi kiri Rafa. Dan, oh, ujung bibir Rafa yang terlihat bengkak disertai luka dan darah yang mengering! Bisa-bisa, Arin akan membunuh Zelina nanti. Sial!

Tanpa berpikir panjang, Zelina pun menepuk-nepuk pundak Rafa. Saat tidak mendapat respon, ia iseng menekan memar di wajah Rafa, membuat sang pemilik wajah terkesiap dengan mata yang lansung terbuka lebar.

Sebuah teriakan juga dapat terdengar di dalam mobil.

"Sakit, bego!" Rafa bersungut sedangkan Zelina hanya mengacungkan tanda damai dengan jarinya. "Ayo, masuk! Udah hampir jam 6 pagi! Kita ketiduran!"

Rafa langsung meloncat keluar dari mobil, begitu pun Zelina. Tidak peduli betapa berantakannya mereka, Zelina setengah berlari di depan Rafa, menuntunnya ke ruang rawat inap Arin. Banyak orang yang memperhatikan mereka, terutama Rafa yang babak belur wajahnya.

Lorong ruang rawat inap Arin tentu saja masih terlihat sepi. Sepertinya, Arin dan orang tua Zelina masih tidur di dalam. Zelina menoleh ke belakang. Langkah Rafa terlihat semakin berat sementara wajahnya sangat kentara akan penyesalan dan rasa bersalah.

Tangan Zelina yang tadinya akan membuka pintu pun berhenti. "Lo siap ketemu Arin sekarang?"

"Gue ... gak yakin Arin bisa maafin gue. Lo ada saran?"

Zelina menaikkan bahu. Dia tidak berpengalaman mengatasi suami istri yang bertengkar. "Dukung Arin. Perlakuin dia dengan lembut. Dengerin dia. Jelasin sudut pandang lo juga. Kalau menurut gue, kalian cuma butuh saling dengar dan pengertian."

Rafa mengangguk pelan.

"Masalah administrasi dan lainnya, lo gak perlu khawatir. Udah diurus semua. Yang perlu lo lakuin sekarang adalah masuk ke dalem dan jadi suami yang baik buat Arin. Juga ayah yang baik untuk anak lo yang bakal lahir beberapa jam lagi."

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang