7. B u k u B e s a r

41.2K 4.6K 65
                                    

"M-mama..? "

Zelina pertama kali membuka mata setelah hampir 24 jam tak sadarkan diri. Setelah berhasil menyesuaikan cahaya yang dapat diterima matanya, Zelina pun dapat melihat jelas sekelilingnya. Ia menempati ruangan rawat inap dengan satu lagi ranjang seperti miliknya di sudut ruangan lain. Beberapa bingkisan terletak di atas lemari kecil sebelah ranjangnya.

Sejenak, ia dapat menghembuskan nafas lega ketika ingat bahwa asuransi kesehatannya dapat meng-cover biaya perawatan rumah sakit kelas 1. Seharusnya, ranjang itu diisi oleh satu orang pasien lagi. Mungkin, memang belum ada yang menempatinya.

Mengapa sepi sekali?

Apa tidak ada yang memperdulikannya?

Kepala dan seluruh tubuhnya juga sakit sekali, apalagi tubuh bagian kanan. Benar-benar menyakitkan. Serasa remuk. Apa ini efek dari terjatuh tadi?

Dia merasakan sesuatu, seperti sebuah tombol ketika dia mencoba menggerakkan jari tangan kirinya. Dengan mengandalkan keberuntungan dan rasa was-was akan tersengat listrik, dia pun menekan tombol itu.  Namun sayang, tidak ada suara apa pun yang keluar dari sana.

Yang bener aja, rumah sakit sebagus ini masa belnya gak ada suara?

Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Damian masuk lengkap dengan snelli dan scrub yang ia pakai. "Hai. Ternyata Anda sudah siuman. Bagaimana perasaan Anda?" tanya Damian lembut yang dijawab dengan rintihan oleh Zelina. "S-sakit.... Bagian kanan sakit semua.... Mama gue mana?"

"Ibu Nina sedang berada di kantin, makan siang dengan dokter Ali. Beliau belum makan dari semalam. Saya izin periksa kondisi Anda, ya?" Setelah mendapat anggukan singkat, Damian mulai memeriksa kondisi Zelina dengan hati-hati dan teliti.

"Anda sempat membuat kami semua takut kemarin." Damian memulai percakapan agar proses pemeriksaan tidak terlalu canggung.

"Kenapa?"

"Jantung Anda berdetak di atas normal, tekanan darah Anda naik, dan beberapa cedera yang terjadi akibat insiden itu sempat membuat kami khawatir.... Awalnya, kami takut Anda akan terkena serangan jantung. Tapi,  syukurlah, Anda hanya shock dan kekurangan istirahat saja. Ditambah dehidrasi," jawab Damian enteng sambil terus melakukan pemeriksaan.

Zelina pun bernafas lega, "Kalau gitu, kapan gue boleh pulang?" tanyanya polos yang membuat wajah Damian muram.

"Walaupun penjelasan saya terdengar cukup ringan bagi Anda, cedera yang Anda alami akibat insiden itu tidak bisa dianggap enteng. Anda mengalami dislokasi bahu, kaki terkilir, dan gegar otak ringan akibat benturan yang terjadi."

Zelina membulatkan mata, terkejut dengan berita tersebut hingga kepalanya sakit lagi.  Dia pun meringis. "Kemarin malam, Ibu Nina dan teman-teman Anda bersikeras menunggu di sini sampai jam kunjungan habis. Namun, Anda tak kunjung sadar. Teman Anda yang bernama Arina bilang dia akan mengurus perizinan cuti sakit Anda."

Zelina menghela napas, seketika merasa bersalah pada Mama dan teman-teman setimnya. Pasti mereka sangat khawatir,  ditambah lagi Arin, Arya, Amel, dan Dion yang harus menanggung beban pekerjaan Zelina juga karena dia tak akan mungkin diizinkan bekerja dengan kondisi seperti ini.

"Cedera kepala dan pergelangan kaki Anda bisa pulih dengan obat dan terapi, tapi Anda juga dijadwalkan operasi untuk menangani dislokasi bahu kanan Anda dalam dua jam."

Berita ini sontak membuat Zelina menatap Damian horror. Suara kardiograf di layar menjadi lebih cepat, mengikuti ritme detak jantung Zelina. "Anda harus tenang. Tidak perlu takut. Operasi dislokasi tulang rata-rata selalu berhasil dan tidak terlalu berbahaya."

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang