13. L a b a / r u g i

32.9K 3.9K 45
                                    

"Makasih udah nolongin gue. Maaf ngerepotin tadi."

Zelina mengusap belakang lehernya malu. Sudah berapa kali ia ditolong Damian beberapa bulan ini? Sudah berapa kali ia bersikap ceroboh dan memalukan di depan Damian?

Sekarang, Nina dan Ali sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam yang mereka pesan, ditambah Arin yang membantu Nina untuk membuat manisan mangga muda yang ia idamkan. Sedangkan, Damian dan Zelina sedang duduk di ruang tengah berdua, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Tadi, saat Zelina lupa caranya turun, Damian membantu Zelina dengan meletakkan kursi di bawah pohon mangga untuk memudahkan Zelina turun. Damian yang sangat extra itu naik ke kursi dan menjaga Zelina dari belakang selama Zelina pelan-pelan menurunkan tubuhnya dari dahan pohon.

Damian deket banget sama pantat gue tadi. Pikir Zelina sambil menahan malu.

"Tidak apa-apa. Lain kali, Anda jangan terlalu nekat. Mintalah bantuan karena bahu Anda baru saja pulih. Memanjat pohon itu cukup berbahaya. Kalau terjatuh, Anda bisa cedera lagi," ujar Damian yang sangat greget pada Zelina karena tidak pernah memikirkan tentang keselamatannya.

Tapi, di satu sisi ia sangat kagum pada Zelina. Dia mau berkorban sebesar itu hanya demi temannya yang mengidam mangga muda. Meskipun kadang terlihat tak acuh dengan hal di sekitarnya, rasa empati Zelina tidak bisa diragukan. Selain itu, Zelina juga terlihat sangat lucu tadi. Damian jadi makin gemas dengannya.

Zelina sendiri hanya meringis dan mengangguk sembari hatinya menggerutu karena daritadi ia selalu disalahkan dan diomeli. Padahal, kan, yang mengidam dan menyuruh Zelina untuk memanjat adalah Arin. 

"Maaf, udah ngerepotin lo. Ngomong-ngomong, lo ngapain ke sini? Sama Mama dan Dokter Ali lagi."

Giliran Damian yang merasa kikuk sekarang. Dia pun menaikkan bahunya pelan. "Tadi saat akan pulang, kami bertemu. Ibu Nina dan Dokter Ali mengajak saya makan malam. Katanya, Ibu Nina ingin berterima kasih karena saya pernah merawat Anda dulu."

"Terus lo nerima aja, gitu?"

"Tidak sopan menolak ajakan orang yang lebih tua. Apalagi Dokter Ali senior saya. Percayalah, Dokter Ali sangat disegani di rumah sakit. Mungkin terdengar berlebihan, tetapi privilege yang Anda dapatkan untuk bisa mengobrol sesantai itu dengan beliau sangatlah langka. Dokter Ali biasanya akan langsung menolak untuk berbicara hal yang tidak bersangkutan dengan pekerjaan." Damian setengah berbisik.

Dia melihat bagaimana Zelina dengan santainya berbicara pada Dokter Ali layaknya seorang ayah dan anak ... yang memiliki jarak karena mereka tidak sedekat itu.

"Lo udah tau kalau Mama gue sama Dokter Ali pacaran?" tanya Zelina lagi. Kali ini, Damian yang terkejut. Belakangan ini, Damian memang sering melihat Dokter Ali dekat dengan Ibu Nina. Namun, berpacaran? Itu informasi baru untuknya karena selama ini, ia tahunya Dokter Ali itu membujang. Itu pun informasi dari Miko yang sangat mengidolakan dokter Ali.

Baru saja Damian akan menjawabnya, Zelina langsung menggelengkan kepala. "Jangan dijawab! Biarin itu tetep jadi rahasia di sini. By the way, kalau ada yang tanya, bilang aja gue mandi."

Zelina pun bergegas pergi, memasuki ruangan di sebelah kiri ruang tengah dan menutup pintunya. Rumah Zelina adalah rumah sederhana satu lantai yang cukup luas dengan halaman belakang yang ditumbuhi beberapa pepohonan serta tanaman lainnya di pot bunga.

"Kamu ada hubungan sama Zelina?"

*****

"Bagaimana pekerjaanmu sejauh ini, Damian?"

"Cukup baik, Dok. Beberapa pasien darurat yang saya operasi menunjukkan peningkatan pesat." Damian menjawab pertanyaan Ali dengan sopan, tetapi tidak berani bertanya balik. Ali pun hanya mengangguk paham.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang