35. A d v i s P e m b a y a r a n

27.9K 3.8K 150
                                    

Halooo. Selamat hari kamis :)

Oh, saya ingin bertanya. Apakah ada yang berminat jika saya buat sequel? Ya, sebenarnya, sih, gak wajib-wajib amat. Cuma, saya mau buat stock aja dari sekarang biar tenang. Kali aja ada yang mau baca. Hahaha

Jangan lupa dukungannya, ya.

Selamat menikmati :)

****

"Terima kasih, Tante.."

Beberapa anak dari yayasan yatim piatu menyalami tangan Zelina yang memberi mereka amplop. Rombongan anak-anak kecil berusia 5 sampai 13 tahun tersebut pun pulang dengan 'Bunda' mereka ke panti asuhan kembali.

Acara akikah Elvano diselenggarakan sore hari, dihadiri oleh kelompok ibu-ibu pengajian, beberapa tetangga, teman kantor, dan kelompok anak yatim. Beberapa menit lalu, acara tersebut telah usai dan sekarang tinggal tersisa keluarga mereka beserta beberapa teman kantor Rafa dan Arin. Hadiah-hadiah yang belum sempat diberikan dan amplop sudah bertumpuk di kamar.

"Ayo, silahkan dinikmati hidangannya." Nina mempersilahkan dengan sopan. Makanan yang tersaji di meja makan memang diperuntukkan untuk keluarga, tamu khusus, dan kerabat dekat. Berbeda dengan tamu lainnya yang langsung pulang. Mereka mendapat amplop serta bingkisan nasi kotak dan cemilan.

"Maaf, nih, baru sempet jenguk, Bu Ketu. Hectic banget kerjaan di kantor. Taulah lagi musim apa. Hehe." Amelia nyengir sambil mengusap-usap tangan mungil Elvano yang sedang tertidur pulas di dalam portable bassinet.

"Sibuk pacaran, sih!" sahut Dion yang langsung membuat Amelia melotot. Arya, Zelina, dan Arin tertawa. Memang, hanya Amelia yang belum sempat menjenguk Arin dan bayinya setelah pulang dari rumah sakit.

"Emangnya gue doang? Si bos udah datang ke sini?" tanya Amelia tidak terima.

Arin mengangguk. "Seminggu lalu. Ngasih gue stroller sama parsel makanan. Beberapa temen kantor lain lebih milih buat paketin hadiah mereka malah."

"Anak kesayangan si bos tiada tanding emang...." Arya bergumam.

"Udah! Lo pada makan sana. Jangan digangguin anak gue terus. Ntar ketularan begonya dari kalian."

Arya, Amelia, dan Dion bersungut-sungut sebelum beranjak untuk mengambil makanan bersama beberapa teman kantor Rafa yang lain.

"Eh, Zel. Lo jadi undang Damian, kan? Kok, dia gak dateng, sih?" Arin memulai percakapan kembali saat mereka berdua bersantai di sofa. Arin memang telah menganggap Damian salah satu temannya sekarang, apalagi setelah mendengar cerita bahwa Damian turun tangan saat membantu Arin dan Zelina di rumah sakit.

Zelina mengangguk pelan. Sejujurnya, ia merasa sedikit kecewa. Namun, dia tidak akan menang jika melawan urusan menyelamatkan nyawa. "Dia bilang bakal telat banget. Ada operasi darurat di rumah sakit."

"Oh, gitu.... Tapi, jadi datang, kan?"

"Jadi. Cuma gak tau kap--Nah, itu dia orangnya." Zelina nyengir ketika melihat pesan dari Damian di ponselnya. Damian berada di luar. "Sebentar. Gue bawa dia ke sini."

Arin hanya tersenyum penuh arti melihat kelakuan Zelina.

Bertahun-tahun mengenal Zelina, baru kali ini Arin melihat Zelina mau lebih terbuka dan dekat dengan seorang pria. Ia hanya berharap, semoga saja.... Ya, semoga semua akan berjalan baik untuk Zelina.

"Hai, maaf, saya terlambat sekali. Acaranya sudah selesai, ya?" Damian terlihat segar mengenakan kemeja biru muda dan celana kain hitam. Rambutnya terlihat sedikit masih basah. Aduh, Zelina jadi terpesona. Sepertinya, Damian buru-buru ke sini setelah operasi dan mandi.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang