5. J u r n a l K h u s u s

45.2K 4.6K 36
                                    

"Ayam lima kilo, dua ratus ribu. Bumbu dapur lima puluh ribu. Sayuran.... Tadi, wortel, sawi, bawang, brokoli.... Berapa, ya? Gak ada bonnya. Tulis aja seratus ribu, Zel. Buah.... Box.... "

Zelina menghela napas malas. Nina meminta tolong pada Zelina untuk membuat catatan produksi pesanannya kali ini. Ia mendapat pesanan katering nasi kotak untuk Jumat pagi nanti. Katanya, ada orang baik yang mau membagikan makan ke orang jalanan. Tapi, dia tidak peduli berapa harganya. Hanya minta bon saja saat selesai.

Kenaikan harga sembako belakangan ini membuat Nina merasa kalau dia harus merubah harganya sedikit. Nina juga berinisiatif melebihkan beberapa kotak untuk dibagikan. Jadilah dia meminta anak tunggalnya itu menjadi penasehat keuangannya.

Zelina masih bete mengingat kalau dia terlambat mengetahui kehamilan Arin. Mamanya sudah diberi tahu ketika di pesta minggu lalu. Meskipun Arin belum memberitahu anggota timnya yang lain, tetap saja Zelina merasa dikhianati karena sahabatnya lebih memilih memberitahu Nina duluan daripada Zelina.

Belum lagi tugas lemburnya yang masih tersisa sekitar 25% lagi. Sekarang hari rabu malam, dia sudah kehilangan banyak sekali waktu tidur demi mengajak Nina staycation di hotel kliennya. Alhasil, kantong matanya terlihat jelas dan menggelap. Besok malam adalah deadline tugasnya sebelum jumat pagi dia harus membantu Nina mengantarkan nasi box. Setelah itu, dia harus ke rumah sakit kliennya untuk meminta hardcopy bukti transaksi.

Ah, sialan. Batin Zelina sambil masih mencoba mengikuti daftar belanjaan Nina. Pokoknya jumat malem gue mau bales dendam tidur!

*****

"I-Ini. Buat k-kamu," ujar seorang remaja laki-laki dengan gugup. Si perempuan yang diberi minum langsung tersenyum senang sambil mengambil botol minum tersebut. Dia kebetulan sedang haus sekali selepas gladiresik modern dance untuk tampil di acara pelepasan siswa kelas 12 besok.

Uang jajannya yang menipis juga sudah habis dibelikan makan siang tadi. Tinggal tersisa ongkos pulang saja. Melihat perempuan tersebut terduduk letih di tribun bagian bawah sementara temannya yang lain langsung pulang, remaja lelaki kikuk itu tergerak untuk memberikan botol air miliknya.

"Wah, makasih, ya!" ujar Si Gadis yang langsung meneguk air tersebut dengan bar-bar hingga sedikit menetes di dagu.

"M-minumnya pelan-pelan. Nanti kamu ter--," Gadis itu tersedak air, "sedak. "

Pipinya memanas ketika dia menyadari dagunya basah. "Maaf, gue minumnya bar-bar. Tadi, haus banget soalnya. Gue malu-maluin banget, ya?" Si Gadis cengengesan sambil mengusap dagunya dengan ujung kaos di bagian tangan.

"Eh--gak gitu...." Remaja laki-laki itu langsung tak enak hati, takut jika dia menyinggung gadis di sebelahnya. Padahal, dia hanya khawatir dan tidak bermaksud mempermalukannya sama sekali.

"Terus gimana?" Si Gadis membulatkan mata, menatap kakak kelasnya dengan polos. Remaja lelaki itu seketika terpesona kembali. Iris mata terangnya menatap setiap detail wajah si gadis dengan seksama. Mata coklat mahoni, kulit sawo matang yang sedikit gelap, bulu mata yang lentik dan tipis, alis yang rapi, serta bibir yang sedikit kemerahan dikelilingi oleh bagian yang sedikit gelap di sisi-sisinya.

Cantik sekali.

"Hai? Lo gak apa-apa?" tanya Si Gadis sambil melambai-lambaikan tangan. Si remaja lelaki mengerjap dan merasakan telinganya memanas. "Eh, iya. Gak apa-apa." Dia tersenyum kikuk.

"Oh, iya. Makasih, ya, udah kasih gue minum. By the way, nama gue Zelina, kalau lo siapa?"

"N-nama ak--Sebentar." Ponsel jadul Si Remaja Lelaki bergetar, ia pun mengangkat panggilan tersebut. Mamanya sudah menunggu di depan sekolah sehingga ia harus bergegas pulang.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang