45. F r a u d

25.8K 3.2K 106
                                    

Hai.

Terima kasih untuk pesan-pesan baiknya 😭 kalian gak tahu betapa berartinya itu untuk saya.

Saya hanya mau bilang.

Selamat merasa gemas untuk beberapa chapter selanjutnya. Yaaa saya harap saya berhasil membuat kalian gak sabar buat menuju epilog saking gemasnya. haha.

Jangan lupa terus tinggalkan dukungan dan pesan-pesan baik 💙

Selamat menikmati :)

****

Apa iya gue cuma jadi pengganggu hubungan orang?

Zelina termenung menatap kolam renang di belakang rumah Arin dan Rafa yang baru selesai dibersihkan. Hari ini, keluarga kecil itu resmi pindah kembali ke kediaman mereka. Zelina beserta keluarganya tentu saja membantu proses pindahan tersebut, meskipun Nina nampaknya masih tidak rela.

Kejadian di rumah sakit dua hari lalu membuat Zelina tidak bisa makan dan tidur dengan tenang sampai sekarang. Kata-kata Kirana terngiang-ngiang di kepalanya. Selama dua hari pula Zelina jadi urung membalas pesan Damian.

"Tunggu!"

Zelina yang tinggal 10 langkah dari pintu ruang staf pria menghentikan langkahnya. Ia mengenali suara itu. Kirana. Tidak salah lagi. Dengan berat hati, ia pun berbalik. "Kenapa?"

"Kamu mau ke ruang staf pria, ya?"

"Urusan gue. Lo gak perlu tau."

"Tapi, ini jadi urusan aku kalau kamu ke ruang staf pria untuk bertemu Damian!"

Zelina menghela napas dan memutar bola mata. "Terakhir gue inget, lo cuma sahabatnya Damian. Merangkap mantan pacar, kan, ya? Urusan lo apa?"

"Damian itu calon suami aku!" Kirana mengepalkan tangan, bibirnya membentuk garis tipis. Zelina yang sudah tahu pun hanya menatapnya datar.

"Aku minta kamu menjauh dari Damian, Zelina."

"Kalau gue gak mau?"

"Kita sama-sama perempuan...." Wanita bersnelli itu menatapnya sendu. "Kamu gak malu godain lelaki yang sudah punya calon istri?"

"Bukannya Damian nolak buat jadi suami lo, ya?" Zelina berkata dengan ketus. Ia tidak suka dengan kata-kata Kirana. "Masih punya muka lo buat ngakuin dia sebagai calon suami?"

Sejenak, Kirana terdiam. Tatapan sendu itu hilang begitu saja. Tidak, ia tidak boleh lepas kendali. Tidak boleh pula main fisik. Hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya Kirana mencekik Zelina saat ini.

"Tega, ya, kamu." Kirana tersenyum getir. "Damian boleh jadi belum menganggap aku sekarang. Tapi, itu bukan alasan untuk kamu berani jadi pengganggu hubungan orang lain! Aku dengar, kamu bukan anak kandung dokter Ali, kan? Orang tua kandungmu pisah. Kenapa? Apa karena orang ketiga?"

Rahang Zelina mengeras. Matanya memerah panas. Ia tidak suka masalah keluarganya diungkit oleh orang asing!

"Dari ekspresimu, bisa kusimpulkan kalau tebakanku benar, bukan?" Kirana tersenyum meremehkan. "Setelah mamamu sendiri disakiti oleh orang ketiga. Kamu sekarang gak malu jadi pengganggu hubunganku dengan Damian?"

Skakmat.

Zelina bahkan tidak tahu apa posisinya di hidup Damian.

Namun, kata-kata Kirana benar-benar telak menyakiti hatinya. Lidah Zelina kelu. Rencana menyenangkan untuk Damian yang ia susun di kepalanya seketika buyar bersamaan dengan luruhnya air mata di pipinya yang memerah.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang