26. A l k o h o l 70%

29.7K 3.7K 42
                                    

Z : Siap?

D : Oke. (senyum pasta gigi ke kamera)

Z : (pipi merah merona liat Damian senyum) 1.. 2..3!

Z & D : Selamat Hari Raya Idul Fitri!

D : Sudahi makan-makanmu, mari jaga kesehatan bersamaku!

Z : Sudahi foya-foyamu, mari kawal THR bersamaku! Awas lo! Jangan hambur!

D : Baru lebaran, Zel. Jangan marah-marah dulu.

Z : Eh--Kami segenap keluarga Zelian mengucapkan mohon maaf lahir batin! (senyum kikuk)

D : Authornya juga. Dia banyak dosa, jadi belum ada stok chapter tambahan berminggu-minggu.

Z : (terkikik geli) Mohon dimaafkan supaya dia langsung lancar otaknya. Kasian, kami udah lama stuck di adegan kereta--

A : Heh! Jangan spoiler!

Z : Kenapa?! Gue udah gak kuat lama-lama--

A : Diem lo! Adegan itu masih lama!

Z : --liatin merek--

A : (bekap mulut Zelina sambil senyum kikuk ke arah kamera) Segitu dulu ucapannya. Selamat menikmati chapter ini!

Z : hmmfmfbbfff

A : (boyong Zelina pergi)

D : (celingak-celinguk bingung) ... Mereka kenapa?

*****

Lo ada masalah sama si Rafa? Belakangan ini gue jarang liat dia antar-jemput lo ke kantor."

"Zel, jangan bicarain dia dulu! Gue mau fokus belanja keperluan anak gue."

Zelina menaikkan alis dan mengangguk ragu ketika melihat Arin sensitif sekali saat membahas suaminya. Tumben. Biasanya mereka sangat mesra. Namun, sekarang? Bahkan untuk belanja keperluan bayi pun Rafa tidak ikut.

Seminggu lalu Zelina mulai bekerja dan seminggu itu pula Zelina tidak pernah melihat Rafa memunculkan batang hidungnya di kantor sama sekali. Pasti ada yang tidak beres. Biasanya Rafa protektif sekali pada Arin.

Namun, kali ini ia memilih diam.

Ia tahu masalah pernikahan bukanlah bidangnya sama sekali.

Zelina saja tidak mau menikah. Mana bisa ia jadi penasihat pernikahan orang lain?

"Gimana? Yang ini lucu, kan?" Arin tersenyum senang ketika ia mengambil sebuah topi bayi kecil berwarna biru muda. Zelina pun mengangguk. "Iya, lucu. Masukin troli aja."

Zelina berharap Nina ada di sini karena ia satu-satunya yang bisa mencairkan suasana, meskipun akhirnya Zelina akan menjadi korban mengenai khutbah pernikahan. Sayang, mamanya itu sedang ada projek katering untuk ibu-ibu arisan di rumah.

"Anak gue pasti lucu banget dipakein baju kodok. Nanti matanya kedip-kedip polos. Kulitnya masih kemerahan gitu. Terus ... terus tangan kecilnya genggam jari gue pas gue pertama kali gendong dia."

Zelina hanya diam mendengar celotehan Arin sementara ia terus mendoring troli yang penuh dengan kebutuhan Arin dan bayinya menyusuri toko perlengkapan bayi. "Dekor kamar bayi udah beres?"

"Udah! Tinggal diisi box bayi doang. Tapi, gue sama Rafa.... Rafa sialan!"

"Hmm?

"Eh, nggak. Maksud gue, box bayinya bakal ditaro di kamar gue dulu untuk beberapa bulan pertama. "

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang