4. S t e t o s k o p

49.9K 5K 80
                                    

"Lagi seneng, lo?" Miko melempar plastik berisi kebab Turki ke Damian. Mereka sedang berada di ruang staf rumah sakit, sebuah ruangan khusus dengan bunk bed, loker, dan kamar mandi yang disediakan bagi tenaga kesehatan untuk sekedar beristirahat.

"Hah? Gak. Biasa aja," balas Damian cuek.

"Lah, dari tadi gue pergi sampai balik, lo masih senyam-senyum sendiri ngeliatin HP. Kenapa, sih, lo?"

"Gak kenapa-napa. Lo salah liat. Gue cuma cek e-mail doang," kilah Damian. Padahal, sedari tadi, ia sedang melihat-lihat laman website sekolahnya saat SMA. Di sana, tersedia soft copy semua buku angkatan alumni SMA tersebut.

Bisa ditebak buku angkatan mana yang ia cari,  kan?

Buku angkatan Zelina.

Setelah menemukannya, Damian mulai mencari foto Zelina saat masih SMA dulu. Dugaannya benar. Wanita yang kemarin dia tolong adalah Zelina-nya semasa SMA. Dia terkekeh melihat tulisan yang berada di bawah foto formal Zelina.

' Apa lo liat-liat?! Gak sopan -_- '

Padahal, kebanyakan siswi lain menulis kata-kata mutiara bijak di sana. Namun, Zelina? Dia terlalu masa bodoh untuk memikirkan itu. Alhasil, kata-kata nyeleneh tadilah yang dicantumkan di sana. Betul-betul menggemaskan!

Sayang sekali, Damian hanya bisa satu sekolah dengan Zelina selama satu tahun. Damian sudah berada di kelas 12 ketika Zelina menduduki bangku kelas 10. Damian ingat sekali ketika ia melihat Zelina mengikuti eskul modern dance dan karate di SMA.

Dia terlihat sangat ... bebas.

Berbanding terbalik dengan Damian yang dulu hanya kutu buku sopan yang fokus dengan belajar agar bisa menjadi dokter penerus Dani, papanya. Dia sampai sering membaca di tribun lapangan indoor supaya bisa melihat Zelina saja, mengaguminya dari kejauhan.

Damian ingat bagaimana Zelina tertawa bebas tanpa berusaha terlihat anggun, ketika Zelina tak sengaja mendapat pukulan pertama di wajahnya saat eskul karate, dan bagaimana tangguhnya Zelina ketika menjalani pemanasan eskul tari modern seperti push up, sit up, dan berlari keliling lapangan sehingga Zelina menjadi perempuan tercepat di tim mereka.

"Woy! Damian, lo sehat, kan? Bengong aja, lo!" seru Miko yang membuyarkan nostalgia Damian.

"Gue sehat! Tenang aja." Damian membuka bungkus kebab turki pemberian Miko, "By the way, makasih kebab-nya. Tau aja gue lagi laper."

"Gak apa, gue cuma gak mau lo tambah bego karena laper."

"Sialan!"

*****

"Zel, kamu kerjanya nanti lagi. Tanganmu masih merah itu. " Nina meletakkan teh lemon dingin instant di ujung meja anaknya. Nina sedang menghindarkan Zelina dari makanan atau minuman yang panas karena kecerobohan anaknya itu belakangan ini.

"Zelin gak apa-apa, kok, Ma. Udah baikan tangannya." Ia tersenyum pada Nina sebelum mengambil gelas dan menyeruput teh lemon itu. "Wah, lemon tea-nya enak banget! Makasih, Ma!"

"Yang ini Mama pakai bubuk instant. Kalau suka, nanti Mama beliin lagi buat stok di rumah."

"Boleh," balas Zelina sebelum menyeruput teh lemon dinginnya lagi.

"Lukamu gak diperban lagi?" tanya Nina melihat tangan putrinya itu.

"Gak, males, ah. Ribet banget, apalagi kalau mau ke toilet. "

"Sini, Mama kasih salep lagi."

Zelina hanya diam dan mengangguk. Ini sudah dua hari semenjak insiden itu, lukanya semakin membaik. Zelina memutuskan membiarkannya terbuka sejak tadi malam. Selain itu, obat yang diresepkan Damian juga manjur sekali untuk menghilangkan rasa sakit di tangannya. Zelina pun bisa beraktivitas dengan bebas.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang