44. S t a s e

25.4K 3.4K 72
                                    

Hai semuanya.

Saya baru sadar kalau adegan Zelina di rumah sakit waktu Arin melahirkan itu terlalu hiperbola. Nyatanya.. Ketika dihujani kabar buruk sendirian, boro-boro kalian mikirin mau nangis. Meskipun lemas dan hilang arah, yang ada di pikiran tuh harus kuat, gak boleh breakdown, harus kuat buat nguatin semuanya. Gak ada waktu sama sekali buat nangis.

Yaa, mungkin itu hanya saya.

Ah, maaf saya banyak bacot.

Selamat menikmati :)

****

Maaf baru balas. Saya sangat sibuk belakangan ini 😅 Kamu tidak perlu khawatir. Saya tidak apa-apa

Zelina terdiam dan menatap pesan itu dengan nanar. Jari-jarinya menari beberapa centi di atas layar ponsel, bingung harus membalas apa. Ia baru saja selesai dari sesi fisioterapi sore ini sebagai pasien terakhir karena waktunya yang amat terikat dengan pekerjaan.

Jika Damian sedang di rumah sakit, sebenarnya Zelina tidak perlu repot-repot membalas pesan pria itu. Dia bisa langsung menghampirinya. Hanya saja, percakapan yang Zelina dengar beberapa hari lalu membuatnya ragu.

Siang malam ia memikirkan Damian, khawatir mengenai kondisi pria itu. Tapi, dirinya tidak berani mengambil inisiatif karena takut menganggu dan dianggap tidak sopan. Dari awal, seharusnya Zelina langsung pergi saat mendengar seruan dari ruang praktik Damian.

Sialnya, rasa penasaran lebih kuat sehingga ia mendengar semua percakapan itu.

Percakapan mengenai perjodohan Damian dan Kirana.

Sungguh, belakangan ini hatinya merasa tidak enak. Ia merasa sesak dan hampa di saat yang bersamaan setiap kali membayangkan Damian dan Kirana bersanding bersama. Tapi, di sisi lain, hatinya lebih sakit lagi ketika mendengar bagaimana selama ini Damian selalu didikte untuk menjadi seperti yang papanya inginkan.

Senyuman dan perangai tulus pria itu....

Tega sekali ada yang memotong sayap malaikatnya.

Terlebih, Zelina sudah tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Hampir seminggu tidak bertukar pesan dengan pria itu membuatnya gusar dan kehilangan. Rasa rindu diam-diam membuncah di dada. Zelina merindukan lelucon garing dan tawa pria itu di saat mereka melakukan panggilan video berdua.

Zelina merindukan Damian.

Lo masih kerja?

Tidak. Saya sudah selesai hari ini. Kamu?

Gue juga udah pulang kerja.
Oh, iya, lo di mana?

Di ruang staf, rebahan 😌
Kamu jangan lembur terus di rumah.

Sejenak, Zelina terdiam membaca pesan itu. Apa Damian jadi jarang pulang karena masalah dengan papanya? Seingat Zelina, jika selesai cepat, Damian lebih memilih untuk pulang ke rumah dibanding menginap di ruang staf.

Gue ada di rumah sakit 😇

Baiklah. Meskipun Damian tidak pernah menceritakan masalahnya pada Zelina, entah setan dari mana, wanita itu merasa perlu menghibur Damian. Maka, setelah mengirim balasan, ia pun terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan senyuman kecil di bibir, pikirannya dipenuhi imajinasi menyenangkan.

Kamu serius?

Berbeda dengan Zelina, Damian justru terperanjat di kasur tingkatnya saat mengetik balasan tersebut. Sedari tadi, ia sibuk berbaring sambil menatap langit-langit ruangan itu. Damian hanya sendiri di sana karena besok akhir pekan. Tentu saja, rekannya yang lain--yang tidak memiliki jadwal praktik besok--lebih memilih pulang.

ZelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang