5. Memaknai Hidup

266 41 5
                                    

Baca ini sambil puter lagu di mulmed, ya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baca ini sambil puter lagu di mulmed, ya!

Happy reading💚

Jangan lupa tekan bintang di pojok kiri!

🐰

Banyu tersenyum puas saat keluar dari sebuah restoran dengan menenteng dua kotak pizza. Rasa lelah yang seharian menggelayutinya seolah lenyap saat dia membayangkan bagaimana wajah bahagia keluarganya saat melihat apa yang dia bawa, terutama si bungsu.

Bukannya mereka jarang memakan makanan tersebut, namun Wildan memang membatasi keluarganya untuk makan di luar dan memberikan yang terbaik dengan memasakkan makanan untuk mereka.

Dan hari ini, Banyu ingin keluarganya itu memakan pizza ini diiringi cerita seperti yang biasa mereka lakukan ketika malam datang. Hatinya mendadak menghangat mengingat bagaimana senyum satu per satu anggota keluarganya. Hidup tanpa ibu tentu bukan hal yang mudah. Namun, berkat kebersamaan yang terjalin mereka menjadi kuat dan saling memahami satu sama lain.

Banyu yang hendak memasang helm, terinterupsi oleh suara makian di tengah bunyi klakson yang saling bersahutan di jalanan. Cowok itu kontan menoleh. Di tengah jalan sana, seorang nenek renta yang berjalan dengan tongkatnya ingin menyebrang dan diprotes oleh beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Tanpa pikir panjang, Banyu berlari. Dirangkulnya kuat tubuh renta yang tampak tercekat dengan kedatangannya itu. Tangannya terayun, memberi isyarat pada sejumlah kendaraan bahwa mereka ingin menyebrang. Hingga tak sampai dua menit, Banyu dan nenek itu sudah sampai di seberang jalan.

"Terima kasih, Nak." Nenek itu mendongak dan mengusap wajah tampan Banyu dengan tangan keriputnya.

Banyu tersenyum tulus. "Sama-sama, Nek. Nenek habis dari mana?" tanyanya dengan volume lebih keras, takut kemampuan mendengar nenek tersebut telah menurun.

"Jualan," ucap Nenek sambil menunjuk ke arah punggungnya.

Banyu yang merasa penasaran pun menilik gendongan tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat melihat satu kresek penuh tempe bungkus. Hatinya sontak berkecamuk melihat bagaimana nenek tua ini bertahan hidup, di saat sebagian orang memilih menjadi pengemis sebagai mata pencaharian. Banyu menuntun Nenek menuju salah satu emperan toko yang sudah tutup dan duduk di teras toko tersebut.

Mendadak, Banyu teringat Wildan yang suka membuat camilan dengan berbagai bsahan makanan.

"Boleh saya beli semua?" tanya Banyu dengan semringah.

Untuk sesaat, Nenek tampak tercekat. "Semua?" tanyanya dengan raut tak percaya.

Banyu mengangguk yakin. "Iya."

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang