22. Arti Kebersamaan

177 19 2
                                    

🐰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐰

Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh saat lapangan Kompleks Bugenfil telah dipadati banyak pemuda-pemudi yang merupakan anggota karang taruna di kompleks tersebut.

Caka yang baru datang bersama Ozi dengan membawa sekeranjang bola voli itu langsung menyaksikan Mas Wildan dan Laila  yang tampak serius dalam berdikusi. Hal tersebut tentu tak luput dari pandangan Caka. Namun kali ini, cowok itu tak ingin lemah seperti biasanya. Dia benar-benar akan memperjuangkan Laila. Dan bila harus bersaing dengan Wildan adalaj jalan satu-satunya, maka Caka akan menghadapinya tanpa. Cowok itu sudah bertekad pada dirinya sendiri.

"Mas, bisa tolong cek makanan di sana nggak? Gue takut kurang soalnya." Tiba-tiba Fuad datang dan menginterupsi obrolan di antara Laila dan Wildan.

Wildan menghela napas. "Oke. Ayo ke sana."

Sebelum beranjak, Fuad melirik Caka, memberi isyarat pada cowok itu untuk segera menghampiri Laila dan memanfaatkan waktu yang ada untuk mengobrol berdua.

Fuad dan Ozi tidak berbohong saat mengatakan bahwa mereka akan membantu Caka untuk lebih dekat dengan Laila. Kedua temannya itu benar-benar membantunya. Tentu saja Caka senang dengan hal itu. Tidak sia-sia dia memiliki teman seperti Ozi dan Fuad.

Setelah meletakkan bola voli pada tempatnya, Caka segera melangkahkan kaki untuk mendekati sang pujaan hati.

"Pagi, Jod---eh, Neng Laila!" sapa Caka dengan norak.

Laila lantas menoleh lantas tersenyum saar mendapati Caka yang berdiri kurang dari satu meter di belakangnya. Lama tidak berkomunikasi dan bertemu dengan cowok itu, membuat hari Laila terasa ada yang kurang.

"Caka!" serunya dengan ceria. "Selamat pagi."

"Sibuk banget?" Caka melirik kertas yang berada di genggaman gadis itu.

"Ah, enggak, kok. Cuman ngecek-ngecek doang," jawab Laila dengan senyum tipisnya yang terukir.

"Jangan capek-capek, ya," pesan Caka tang kontan membuat aktivitas Laila terhent sejenak. "Nanti aku kepikiran," lanjutnya.

Caka tahu dia sangat alay dengan mengatakan hal tersebut. Dia juga ingin bersikap biasa saja. Namun nyatanya, sifat jametnya yang sudah mendarah daging membuatnya selalu berucap spontan tanpa dipikirkan.

Laila tertawa. "Kamu ini bisa aja," ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu juga ya. Jangan sampai kecapekan."

Caka mengukir senyum. Senyum yang akan terlihat menggelikan jika dilihat oleh teman atau saudara-saudaranya. Tangannya lantas terangkat, hendak mengusap puncak kepala Laila. Tapi alih-alih mekakukannya, cowok itu malah hanya melayangkan tangannya ke udara. Entah kenapa tiba-tiba Caka merasa gugup saat hendak melakukan hal tersebut.

"Kenapa, Caka?" tanya Laila dengan heran.

Caka tampak salah tingkah. "Ah, itu ... mau tahu arah mata angin .... iya! Gitu. Nanti kan kita ada turnamen voli."

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang