28. Tak Harus Ditunjukkan

186 24 4
                                    

🐰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐰

Cilla benci tiap kali dirinya harus berakhir di tempat ini. Bau obat-obatan dan kesendirian membuatnya merasa bosan. Hanya karena wajahnya yang sedikit pucat, dia dilarang untuk mengikuti upacara. Padahal Cilla sangat baik-baik saja.

Orang-orang saja yang terlalu berlebihan dan memintanya istirahat di tempat membosankan ini. Bahkan Alika---sang sahabat---hanya mengantarnya kemari tanpa mau menemani. Dan kebetulan tidak ada petugas UKS atau anggota PMR yang berjaga.

"Ah, malesin!" gerutu Cilla yang bangkit dari posisi berbaringnya.

Jika banyak teman dan bertujuan untuk tidak mengikuti kegiatan pembelajaran, mungkin Cilla akan paling bersemangat dan betah berada di tempat ini selama seharian. Namun sekarang .... dia benar-benar bosan. Bau obat-obatan ini membuatnya merasa kliyengan.

Cilla sedikit tersentak kala mendengar suara langkah kaki mendekat. Gadis itu langsung membenarkan posisi duduk dan menegakkan tubuhnya.

Berselang beberapa saat, pintu terbuka dan menampilkan sosok cowok bertubuh jangkung yang begitu Cilla kenali itu masuk ruangan.

"Koko ....," cicit Cilla yang entah kenapa tiba-tiba merasa gugup.

"Lo ternyata," ucap Micko dengan datar. Cowok itu mendekat ke arah Cilla dan menaruh segelas teh hangat di nakas. "Nih, minum."

"Em, makasih." Cilla meraih gelas itu, lantas menyesapnya sedikit.

Micko mengangguk seraya duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Cowok itu meraih sebuah buku di meja dan membaca-baca buku tersebut.

Cilla tidak tahu harus bersikap bagaimana. Dia merasa gugup dan senang dalam waktu bersamaan. Jujur, gadis itu baru tahu kalau Micko merupakan salah satu anggota PMR.

"Koko, kamu ... nggak ikut upacara?" tanya Cilla beberapa saat setelah dilanda keheningan.

"Enggak," jawab Micko singkat. "Lo berbaring aja nggak pa-pa."

"Nggak usah, deh ... gini aja."

Micko tiba-tiba bangkit dan menghampiri Cilla, lantas berjongkok di hadapan gadis itu. "Sini, biar gue bantu."

Micko melepas tali sepatu gadis itu secara bergantian, tanpa adanya keraguan. Sedangkan Cilla merasa sangat gugup diperlakukan semacam itu oleh Micko. "A-aku bisa sendiri ...."

"Udah nggak pa-pa." Micko dengan penuh kehati-hatian melepas sepatu Cilla. Setelah selesai, cowok itu bahkan merapikan brankar UKS dan membantu Cilla untuk berbaring.

Hal itu tentu saja membuat kondisi jantung Cilla berdentum-dentum. Dia tak pernah menyangka bahwa Micko bisa bersikap semanis ini.

"Nggak panas," ucap Micko seraya menyentuh lembut kening Cilla.

Cilla meremas selimutnya dengan kuat. Tindakan Micko itu sungguh di luar ekspektasinya.

"Gue keluar bentar," pamit Micko setelah Cilla berbaring nyaman.

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang