🐰
Papi Adul melangkah menghampiri Banyu yang duduk tertunduk di sofa ruang tengah. Wajahnya yang dipenuhi dengan luka lebam tampak menyiratkan emosi sekaligus penyesalan.
Papi Adul baru pulang kerja dan sudah mendapat laporan dari Mami bahwa putra sulung mereka terlibat perkelahian dengan kakak kelasnya. Mami terlihat kesal dan marah. Mungkin hal itulah yang membuat Banyu murung.
"Lukanya nggak diobatin, Bang?" Banyu sontak mendongak dan menggeser posisi duduknya. "Nanti infeksi loh."
"Mami marah banget, ya, Pi, sama Abang?" cicit remaja tiga belas tahun itu dengan murung. "Papi juga mau marahin Abang, kan?"
Alih-alih marah, Papi Adul justru tersenyum. "Papi tanya dulu. Abang kenapa tadi berantem?"
Banyu menghela napas panjang, tampak merelakskan dirinya agar tidak terlalu hanyut dalam emosi.
"Tadi kakak kelas Abang malak uang ke temen-temen Abang. Ya Abang nggak terima dong, Pi. Abang protes, dia malah mau mukul. Ya udah sekalian Abang jabanin sampe bonyok." Banyu bercerita dengan berapi-api dan diliputi emosi.
Papi Adul mangut-mangut. "Papi tahu, niat Abang itu baik. Tapi, Bang ... nggak semua masalah bisa diselesaiin dengan kekerasan, justru kekerasan akan menimbulkan masalah baru yang lebih berisiko. Abang boleh marah, tapi jangan sampe lepas kontrol kayak tadi, ya."
"Tapi kelemahan Abang di situ, Pi. Abang sulit banget buat kontrol emosi."
"Nggak pa-pa. Pelan-pelan aja. Pasti nanti bakalan terbiasa." Papi Adul mengacak lembut rambut Banyu, lalu meraih kotak P3K di meja. "Sini, Papi obatin."
Banyu mendekat dan membiarkan papinya membersihkan luka di wajahnya. Sesekali remaja itu tampak meringis.
"Pi?"
"Hm?"
"Mami nggak benci sama Abang, kan, karena masalah tadi. Abang takut. Tadi Mami kelihatan marah banget."
Papi Adul tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak ada orang tua yang bisa membenci anaknya, Bang. Mami tadi cuma capek, besok juga udah balik kayak biasanya kok."
🐰
Mata Papi Adul tampak berkaca-kaca mengingat kilasan kejadian bertahun-tahun lalu itu. Putra sulungnya benar-benar menepati janjinya untuk berubah. Meski setelah SMA bahkan saat kuliah Banyu masih dibilang cukup sering terlibat perkelahian, tapi setelah maminya pergi, Banyu berubah menjadi sosok dewasa dan mampu diandalkan.
Saat ini, Papi Adul tengah duduk di hadapan sang putra yang terbaring di ranjang ruang rawat. Setelah menjalani operasi pada tulang kakinya yang patah, Banyu sudah diizinkan untuk pindah ke ruang perawatan biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolase Bratadika [End]
General FictionBratadika bersaudara memiliki kehidupan yang sederhana. Hidup tanpa ibu menjadikan mereka kuat dengan caranya masing-masing. Lantas, bagaimana cara mereka saling menjaga satu sama lain? Rank: #1 in Winmetawin (23/06/21) #5 in Chimonwachirawit (22/06...