45. Kabut Sendu

155 24 2
                                    

🐰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐰

Caka mengelus kepala Cilla yang tidur dalam pangkuannya dengan penuh kasih sayang. Tatapannya kosong, hatinya terasa sesak. Bagaimana tidak, hari ini dia dihadapkan dengan dua kabar buruk sekaligus.

Pertama, Caka kehilangan pekerjaan. Tidak. Dia tidak dipecat. Hanya saja, Mas Fahmi terpaksa harus menutup bengkel lantaran ibunya di kampung tengah sakit. Dan sekarang, Caka menerima kabar bahwa abangnya kecelakaan.

Entah apa yang tengah terjadi pada keluarganya hingga mendapat cobaan secara berturut-turut seperti ini. Yang jelas Caka merasa hancur.

Begitu menerima kabar tentang Banyu, dia langsung mengajak Cilla ke rumah Om Gun tanpa memberi tahu tentang sang abang kepada gadis itu. Caka tidak mau adiknya kembali terguncang dengan adanya berita tersebut. Hal-hal yang dilalui gadis itu sudah cukup berat untuk diterima dan dihadapi.

Papi Adul, Wildan, Naka, dan Haris-lah yang langsung bergegas menuju rumah sakit. Mungkin Caka akan menyusul besok. Hari ini dia ingin menenangkan diri dan mencerna apa yang terjadi dulu.

Caka khawatir? Sangat. Saat mengetahui kabar tersebut pikirannya langsung kacau. Selama ini dia tahu betul bagaimana perjuangan Banyu dalam menjalani hidupnya.

Banyu benar-benar berubah menjadi lebih baik sejak kematian mami mereka. Banyu yang dulu berandalan, susah diatur, dan bebas seperti bermetamorfosa menjadi sosok dewasa yang bertanggung jawab terhadap kehidupan seluruh anggota keluarganya.

"Caka,  pindahin  Cilla ke kamar tamu aja, biar lebih nyaman tidurnya." Om Gun datang menghampiri kedua keponakannya itu.

"Iya, Om." Caka mengangguk. Lantas dengan hati-hati dia mengangkat tubuh Cilla dan membopongnya menuju kamar tamu.

Usai menyelimuti dan memastikan bahwa Cilla masih tertidur dengan pulas, Caka pun kembali ke ruang tengah. Di sana sudah ada Om Gun yang tengah menyeduh dua cangkir kopi.

"Sini, duduk." Om Gun menepuk sisi kosong di sebelahnya, lalu menyerahkan secangkir kopi pada sang keponakan. "Minum dulu."

"Makasih, Om." Caka menerima cangkir itu, lantas menyeruputnya secara perlahan.

Setelah meletakkan kembali cangkirnya, Caka menyandarkan punggung di sofa. Matanya perlahan terpejam seiring dengan helaan napas panjang yang diembuskannya.

"Tenang," lirih Om Gun seraya mengusap pundak Caka. "Nggak pa-pa. Kita akan ngelewatin ini sama-sama. Om tahu abangmu itu kuat dan bisa bertahan."

Caka kembali menegakkan tubuh sembari membuka matanya perlahan. Dia tersenyum samar diiringi anggukan pelan.

Om Gun tahu betul bahwa Caka tampak sangat mengkhawatirkan abangnya. "Setelah ini kamu mandi dulu, ya."

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang