19. Logika Rasa

178 23 2
                                    

🐰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐰

Caka sudah berada di depan rumah Laila saat waktu menunjukkan pukul setengah tujuh. Dia berencana untuk berangkat sekolah bersama gadis itu. Cowok itu tampak dua kali lebih rapi dan wangi dari biasanya. Demi sang pujaan hati.

Berselang lima menit, Wildan mendadak juga datang dengan motor dan pakaian rapinya.

Seketika Caka memasang wajah sewot. "Ngapain lo, Mas?"

"Mau nganterin Laila sekolah," jawab Mas Wildan dengan cuek.

"Kagak bisa! Gue, kan, dateng duluan," tandas Caka dengan penuh emosi.

"Emang lo udah janjian sama dia?" Wildan tetap memasang wajah santainya.

Mendadak, raut wajah Caka berubah. "Ya ... be-belum. Tapi, tetep aja dia berangkatnya harus sama gue. Siapa cepat dia dapat."

"Keputusan tetap ada di tangan Laila."

Caka berdecih. Dia sangat malas dengan situasi macam ini. Dia tidak ingin bersaing dengan sang kakak, tapi perasaannya pada Laila membuatnya mau tak mau harus berjuang dengan cara apa pun.

Beberapa menit kemudian, Laila yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya tampak membuka pintu gerbang dan bergegas keluar. Gadis itu tampak terkejut kala melihat dua cowok itu berada di depan rumahnya.

"Caka ... Mas Wildan?" cicit Laila dengan bingung. "Ngapain?"

"Yuk, Laila, berangkat." Tiba-tiba Wildan mengulurkan helm ke arah gadis itu, yang seketika membuat Caka memelotot tak terima.

"Eh, ya nggak bisa gitu, dong, Mas! Katanya keputusan ada di tangan Laila. Jadi biar dia yang milih," ucap Caka yang diliputi emosi.

Wildan mendengkus, lantas menatap ke arah Laila dengan lembut. "La, mau berangkat sama siapa? Lo, kan nggak searah sama dia. Lagian dia kalo bawa motor tuh ugal-ugalan."

Caka kembali memelototkan matanya. "Enak aja! Lo baru boncengin dia sekali, ya, Mas, sedangkan gue udah hampir tiga kali." Cowok itu masih terbawa suasana.

"Mas Wil, Caka .... jangan pada ribut," lirih Laila seraya menatap lembut keduanya.

"Tapi dia ini selalu nyari ribut sama aku, La!" Caka berbicara layaknya seorang anak kecil yang memgadu pada ibunya.

Wildan tersenyum sinis. "Helo, Tuan Rusuh .... gue? Nyari ribut sama lo? Mending gue jadi kakaknya Salman aja sekalian." Cowok itu kembali menatap Laila. "Udahlah, La, nggak usah lo gubris nih orang. Jadi lo maunya bareng siapa?"

Laila melirik keduanya dengan raut bingung. Jujur, dia tidak bisa memilih. Dia tidak ingin menyia-nyiakan niat baik mereka berdua.

"Aku ....." Laila masih bimbang.

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang