🐰
Sudah genap sebulan Mami pergi. Semua orang juga telah bangkit dan kembali menata hidup seperti biasa. Namun hal itu tidak berlaku untuk Naka. Jiwanya hampa, mungkin saja telah dibawa pergi bersama Mami.
Naka bukanlah anak Mami yang manja dan harus apa-apa diladeni oleh beliau. Dia tidak semanja itu. Hanya saja, dia bukan tipe orang yang mudah terbuka kepada siapa pun. Dan bersama Mami, dirinya bisa bercerita apa pun tanpa banyak pertimbangan.
Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang Mami lontarkan seperti, "Ada cerita apa hari ini? Naka capek? Istirahat dulu ya, jangan dipaksain." Membuat orang tertutup seperti Naka merasa diperhatikan.
Mungkin selama ini Naka terlihat ceria. Namun, dia banyak menyimpan rasa yang selalu sulit untuk diungkapkan secara gamblang. Dia tidak mampu mengungkapkan perasaannya. Hanya orang yang bisa masuk ke dunianya yang dia percayai.
Dan sayangnya, orang itu hanyalah Mami. Dia tidak bisa memercayai siapa pun termasuk Caka, saudara kembarnya.
Akhirnya Naka memilih untuk menutup diri tanpa ada yang bisa masuk ke dalam dunianya.
Seperti saat ini, cowok itu terduduk di lantai dengan tangan yang mendekap foto sang mami. Dia memanfaatkan kesendirian itu untuk menangis sepuasnya. Karena Caka sedang berada di rumah Om Gun bersama Cilla.
Semestanya telah pergi, bagaimana bisa Naka bertahan hidup sendiri? Naka seperti kehilangan tujuan hidupnya.
Dan hal yang paling membuat Naka hancur adalah saat kepergiaan semestanya itu, Naka tidak ada di rumah. Tidak ada satu pun orang yang memberitahunya dengan alasan tidak ingin merusak kesenangan cowok itu.
Dan Naka tidak meluapkan amarah pada keluarganya saat itu. Namun diam-diam dia menyiksa dirinya dengan rasa penyesalan.
Rasanya, setiap malam adalah momok mengerikan yang harus dilewati dengan tangis penyesalan. Naka harus melewati malam-malam panjang dengan kepala yang rasanya ingin meledak.
Tidak ada yang tahu bahwa setiap malam Naka mengguyur kepalanya di bawah pancuran shower sampai tubuhnya menggigil kedinginan. Bahkan, bila sakit itu tak kunjung pergi, dia membenturkan kepalanya ke tembok.
Sakit. Rasanya sakit sekali. Namun tak sebanding dengan rasa kehilangannya.
Andai hari itu Naka tidak pergi. Mungkin dia akan selalu di sisi Mami di sisa-sisa hari yang beliau miliki.
Naka ingin menjerit. Namun dia tidak ingin keluarganya khawatir. Akhirnya dia menangis dalam diam, dengan rasa sesak yang luar biasa sakitnya. Tapi Naka sekalipun tidak mengeluarkan isakan. Dia terus menahannya, hingga hal tersebut menyakiti dirinya sendiri.
"Kenapa, kenapa semuanya jadi kayak gini?!" Dengan air mata yang terus bercucuran, Naka memukul kepalan tangannya ke tembok.
"Mami, Naka kangen, Mi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolase Bratadika [End]
General FictionBratadika bersaudara memiliki kehidupan yang sederhana. Hidup tanpa ibu menjadikan mereka kuat dengan caranya masing-masing. Lantas, bagaimana cara mereka saling menjaga satu sama lain? Rank: #1 in Winmetawin (23/06/21) #5 in Chimonwachirawit (22/06...