24. Mampu Menempatkan Diri

167 24 6
                                    

🐰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐰

Suasana makan malam di keluarga Bratadika didominasi oleh celotehan Caka dan Cilla yang sesekali beradu argumen tidak penting.

"Tanya aja sama abang kamu yang nggak laku-laku itu," timpal Caka saat mereka memperdebatkan Cilla yang masih mengompol saat usianya sudah delapan tahun.

"Ih, enggak. Iya, kan, Bang Bay?" Cilla menatap abang pertamanya itu seolah meminta dukungan.

Namun alih-alih menjawab, cowok itu hanya diam termenung. Makanan di piringnya juga masih utuh. Sontak kelima orang yang berada di meja itu saling tatap, terutama pada Caka. Meskipun bentuk interaksi mereka didominasi dengan pertengkaran, tapi Caka-lah yang dekat dan paling bisa memahami sang abang. Namun kali ini dia tidak tahu apa-apa. Semenjak pulang menemui Tamara, Bang Banyu belum bersuara.

"Bang?" Papi Adul yang duduk berhadapan dengan Bang Banyu pun menepuk pelan pundak putra sulungnya itu.

Bang Banyu yang baru tersadar dari lamunannya pun tampak menggeragap dan langsung mengusap wajahnya yang tampak putus asa.

"Abang baik-baik aja?" tanya Papi seraya mengelus surai Bang Banyu.

"Abang baik-baik aja, kok," ucapnya seraya menghela napas berat, lalu bangkit berdiri. "Abang mau istirahat duluan ya."

Bang Banyu melangkah gontai menuju kamarnya yang berada tak jauh dari meja makan. Papi serta yang lain hanya bisa menatap kepergiaan sulung Bratadika itu dengan bingung. Hingga tiba-tibs Mas Wildan ikut bangkit. Tanpa kata, cowok otu menyusul abangnya.

Begitulah tugas Mas Wildan, dia yang akan memastikan kondisi keluarganya di saat mereka dalam fase tidak baik-baik saja. Layaknya seorang ibu, Mas Wildan akan menanyakan apa yang mereka rasakan dan dengan senang hati akan menawarkan tempat untuk bersandar.

Sepeninggal Mas Wildan, Papi Adul menatap ketiga anaknya yang tersisa untuk melanjutkan aktivitas makan. Dan mereka langsung menurut.

Begitu selesai, Caka ikut menyusul abang dan masnya. Dia yakin ini ada hubungannya dengan Tamara. Dan Caka harus memastikannya sendiri.

Caka mengintip di balik celah pintu yang sedikit terbuka dan mendapati Mas Wildan yang tampak menepuk-nepuk pundak abangnya seolah menenangkan. Dirasa tidak menganggu, Caka pun bergegas masuk.

Cowok itu langsung nyengir saat ditatap dua kakaknya itu. "Punten, mau ikut gibah juga," ucapnya seraya duduk di dekat Bang Banyu.

Mas Wildan lantas menatap ke arah Caka seolah percaya bahwa adiknya itu mampu memberi solusi atas apa yang sedang abangnya alami.

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang