53. Cukup Mengenang Kebaikannya

208 27 6
                                    

  

NOW PLAYING: THE OVERTUNES-SAYAP PELINDUNGMU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NOW PLAYING: THE OVERTUNES-SAYAP PELINDUNGMU

🐰

Papi Adul, Banyu, Wildan, dan Caka berkumpul di ruanhgtengah dengan kepala yang tertunduk dan mata sendu. Di meja yang berhadapan dengan mereka, terdapat sebuah buku jurnal dan bungkus obat-obatan milik Naka.

Naka dijaga oleh Haris, Joana, dan Cilla di rumah sakit. Tadi Cilla merengek ingin menjenguk sang kakak. Haris menyuruh Caka dan yang lainnya untuk pulang. Bagaimanapun dia ingin memberi waktu pada mereka agar bisa saling menguatkan.

Semua merasa sangat terpukul dengan apa yang terjadi pada Naka. Empat tahun cowok itu menyimpan rasa sakit sendirian tanpa mengungkapkannya pada siapa pun.

"Aku nemuin itu di bawah kolong tempat tidur Naka. Dan bodohnya aku nggak menyadari itu sama sekali, Pi. Aku kayak orang bodoh yang nggak punya hati nurani." Suara Caka sedikit gemetar. Namun cowok itu mencoba untuk tetap tegar.

"Hey, ini bukan salah Abang Caka. Kita semua di sini tahu gimana upaya Abang buat terus jagain Kak Naka. Kalo Abang disalahin, berarti kita semua di rumah ini juga salah karena nggak pernah coba buat ngertiin Kak Naka." Papi  Adul menatap putra tengahnya itu dengan nanar. "Papi juga nyesel, kenapa dari dulu Papi nggak coba merangkul Kakak. Tapi nggak ada gunanya kan semua udah telanjur. Yang harus kita pikirin sekarang adalah nyari pendonor buat Kak Naka. Papi nggak akan biarin Kakak hidup dengan terus-terusan cuci darah."

"Yang buat Mas hancur tuh kenapa selama itu dia ngonsumsi obat-obatan tanpa ada yang curiga. Di sini nggak cuman Caka, tapi emang dari awal kita udah nggak peka. Bahkan Mas selalu ngingetin Papi buat jaga kesehatan ginjal, tapi Mas nggak sadar kalau di antara kita ternyata ada yang diam-diam merusak ginjal untuk ketenangan mentalnya. Rasanya tuh ... sakit banget. Kayak ditampar berkali-kali sampe kebas." Wildan kini tampak berkaca-kaca.

"Udah, ya, nggak perlu ada yang disesali dan nyalahin diri sendiri. Kita harus mikirin hal yang lebih penting, yaitu mencari pendonor buat Kakak." Papi Adul menyahut. Kali ini beliau tidak ingin larut dalam kesedihan lagi.

"Abang juga udah minta bantuan temen Abang buat bantu nyariin. Semoga mereka juga bisa dapet pendonor," timpal Banyu.

"Aamiin."

Wildan kemudian mendongak lantas menatap ke arah Caka dan Papi Adul dengan sendu. "Papi sama Caka kalo mau nangis, nangis aja, ya. Jangan ditahan. Kalian nggak capek pura-pura tegar? Kita ini keluarga, kan. Kalo seneng aja kita bisa bareng-bareng, berarti nggak pa-pa kan kalau kita berbagi kesedihan? Mas yakin kita bisa ngelewatin ini dan akan  sama-sama lagi. Tapi untuk sekarang kalian juga berhak buat sedih kok. Karena kita sekarang lagi nggak baik-baik aja."

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang