🐰
Memasuki tujuh hari kepergian Caka, kediaman keluarga Bratadika dipadati banyak orang. Bukan hanya kerabat dan tetangga, sejumlah orang asing yang mengaku pernah ditolong oleh Caka pun juga hadir. Mereka datang tidak dengan tangan kosong. Mereka membawa sembako dan banyak keperluan lain yang sangat dibutuhkan.
Berkarung-karung beras sampai menumpuk. Bahkan pihak keluarga tidak perlu membeli apa-apa lagi. Pemberian dari orang-orang itu sudah lebih dari cukup untuk keperluan tahlilan memperingati kepergiaan Caka.
Caka sangat pantas mendapatkan semua ini. Semua kebaikannya membuat orang-orang sangat kehilangan dan terketuk untuk datang ke rumah duka.
Lantaran masih merasa sangat penasaran dengan semua hal, Haris berinsiatif untuk mengumpulkan mereka semua di ruang tengah. Para penghuni panti, lansia, anak jalanan, bahkan Pak Sarip sang tukang kebon sekolah pun ada di sana. Menjadi saksi betapa baiknya seorang Caka semasa hidupnya.
"Jadi kalian semua ini, orang-orang yang pernah ditolong sama Caka?"
Haris menatap seluruh orang yang saat ini berkumpul di ruang tengah dengan tatapan nanar.
Bunda Utari yang tengah memangku Nina yang sekarang telah terlelap sambil terisak pun menjawab, "Iya, Mas. Bahkan Caka mengaku bahwa seluruh keluarganya juga ikut membantu. Kami sampai hafal seluruh anggota keluarga Bratadika." Wanita itu kemudian menjeda ucapannya sejenak sambil berusaha meredakan tangis.
"Dia itu ... anak yang baik banget. Tapi dia nggak mau kebaikannya diketahui. Bahkan dia mengorbankan nyawanya demi kami. Jadi atas nama panti asuhan Mutiara, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya sama kaliam karena secara nggak langsung udah buat Caka kayak gini. Maafin kami." Derai air mata berjatuhan begitu saja, mengisyaratkan betapa pilunya beliau atas kepergiaan Caka.
Tangis kembali saling bersahutan. Cilla yang masih lemas tampak direngkuh oleh Vini. Sementara Wildan terus mendongak untuk menghalau air matanya agar tidak luruh. Dan Banyu ... cowok itu pura-pura sibuk dengan ponselnya.
"Nggak, Tar. Ini bukan salah kalian, semuanya udah jadi kehendak Allah. Ini bukan kesalahan siapa pun. Berhenti nyalahin diri sendiri. Caka nggak akan suka lihat kamu begini."
Semua orang langsung menatap Papi Adul dan Bunda Utari secara bergantian. Terkait hubungan Bunda Utari dan Papi Adul memang belum diketahui sampai sekarang.
Mereka semua---terlebih keluarga--sangat heran ketika melihat Bunda Utari yang menangis sesenggukan dan menghampiri Papi Adul sembari terus menguntai kata maaf di hari kematian Caka.
"Tunggu sebentar." Haris tiba-tiba menyela. "Pakdhe sama Bu Utari saling kenal?"
Papi Adul mengangguk lemah. "Iya, Utari ini teman budhe kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolase Bratadika [End]
General FictionBratadika bersaudara memiliki kehidupan yang sederhana. Hidup tanpa ibu menjadikan mereka kuat dengan caranya masing-masing. Lantas, bagaimana cara mereka saling menjaga satu sama lain? Rank: #1 in Winmetawin (23/06/21) #5 in Chimonwachirawit (22/06...