59. Berdamai?

174 30 4
                                    

🐰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐰

Dengan langkah buru-buru, Caka menyusuri rumah sakit untuk mencari keberadaan papinya. Dia langsung panik begitu mendapat pesan dari Banyu tadi. Bahkan Caka tak sempat untuk sekadar berpamitan pada Haris. Dari informasi yang Banyu katakan, sang papi berada di Unit Gawat Darurat (UGD)

Usai menemukan keberadaan tempat itu, Caka langsung masuk. Di sana, semua saudaranya---termasuk Naka yang masih mengenakan baju rumah sakit---telah mengerubungi Papi Adul yang tampak terduduk di brankar.

"Pi, Papi kenapa?" Dengan panik, Caka menghampiri sang papi.

Kepala Papi Adul diperban. Di bagian kepala belakangnya juga tampak benjol.  Caka meneliti bagian tubuh Papi yang lain, namun tidak ada yang lecet.

"Biasa, banyak tingkah." Wildan menimpali dengan nada nyinyir dan dibalas Papi Adul dengan cengiran.

"Kok bisa sih? Papi sebenernya jatuh dari mana?" tanya Caka yang masih tampak khawatir.

"Salahin Salman tuh. Bandel banget disuruh pulang malah naik-naik ke pohon." Papi Adup mengadu layaknya anak kecil.

Mendengar hal itu, Caka sudah bisa mengambil sebuah kesimpulan. Pasti papinya ini memanjat pohon untuk menangkap Salman---ayamnya---yang memang pembangkang.

"Astaga ...." Caka mendengkus kasar.  "Tapi ini nggak perlu dirawat, kan?" Cowok itu menatap Wildan dan Banyu yang sudah pasti tahu jawabannya.

"Nggak. Nanti sore udah bisa pulang. Biar sekalian bareng Naka," jawab Wildan menjelaskan.

Seketika mata Caka berbinar. "Naka udah boleh pulang?"

Tatapannya kemudian beralih pada Naka. Dan Caka baru sadar bahwa sejak tadi Naka menatapnya dengan lekat dan dalam. Namun, Caka tak sepenuhnya mengerti arti tatapan tersebut.

"Iya, Alhamdulillah." Papi Adul menimpali.

Merasa sedikit risih dengan tatapan Naka yang tak kunjung usai, Caka segera menghindar dengan mengalihkan tatapannya.

"Papi juga, kenapa bisa sampe jatuh, sih? Pake naik ke pohon segala lagi," protes Caka tak habis pikir.

"Kok nyalahin Papi?! Salahin aja tuh Salman yang suka bikin ulah," bantah Papi Adul tak terima.

"Ya tapi sadar umur juga lah, Pi. Salman juga nggak akan hilang kok. Paling tidur doang." Wildan kembali buka suara.

Papi Adul ini memang kerap ngeyel dan susah dinasihati kalau sudah perkara hewan-hewan peliharaannya. Bahkan mereka lebih dikasihi daripada anak-anaknya sendiri.

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang