41. Figur Bermakna

161 23 5
                                    

🐰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐰

"Abang," Cilla langsung menghambur ke dalam pelukan Caka begitu cowok itu turun dari mobil, "Mas Wil ...."

Di dipan teras, ada Papi Adul, Cilla, Fuad, dan Ozi. Mereka hanya terdiam dan tampak cemas.

Caka merangkum tubuh sang adik ke dalam pelukannya lantas berbisik, "Mas Wil akan baik-baik aja. Kita bantu doa, ya."

Caka kemudian menggiring Cilla memasuki rumah, hendak menenangkan adiknya itu terlebih dahulu. Cilla tidak boleh panik. Emosinya harus stabil.

Sedangkan Naka langsung duduk di samping sang papi dan bertanya, "Sebenernya gimana sih, Pi, kronologinya?"

Papi Adul menggeleng lemah. "Papi kurang tahu, Kak. Yang jelas tadi abangmu telepon Mas Wil terus yang ngangkat Panji katanya masmu udah ilang sejak tadi malem."

Naka menghela napas berat. Akhir-akhir ini keluarganya harus melewati masa terberat. Setelah tragedi yang menimpa Cilla, lalu pemberhentian kerja yang dialami Banyu, dan sekarang Wildan hilang. Belum cukupkah ujian yang  mereka lalui?

Naka tahu papinya itu sangat lelah menghadapi ini semua sendirian. Dan Naka pun rasanya juga telah berada di titik putus asa. Dia baru ingin bangkit dari keterpurukannya, tapi kenapa banyak sekali ujian yang kembali berdatangan menimpa keluarganya?

"Pakde sama Naka yang kuat, ya." Fuad tahu kalimatnya ini tidak bisa membantu apa-apa. Namun, dia berharap mereka tidak kehilangan harapan dengan itu.

Papi Adul yang tadinya tertunduk pun lantas menoleh pada Fuad yang berada di sisinya dan mengelus bahunya. "Makasih ya, Le."

Naka pun melakukan hal serupa. Dia mencoba tersenyum pada dua teman sepermainannya tersebut.

Ya, faktanya ... mau tak mau mereka harus kuat.

🐰

Caka membuka pintu kamar Wildan dengan pelan. Sangat pelan. Hingga tidak menimbulkan suara decitan. Masalahnya, Cilla baru tidur beberapa saat lalu. Caka tidak ingin menimbulkan suara yang nanti akan membangunkan sang adik. Gadis itu harus beristirahat.

Begitu masuk, aroma musk menyambut Caka. Cowok itu lantas menyibak gorden dan membuka jendela kamar Wildan. Kamar Wildan tampak sangat rapi. Semua benda tertata sesuai tempatnya.  Berbagai foto menghiasi dinding putih bersih tersebut. Piala medali, dan piagam juga berjejer rapi di lemari kaca. Tak ada poster di kamar itu, hanya ada beberapa ukiran tulisan arab yang terpajang.

Caka menghidupkan kipas angin, lantas merebahkan tubuh di kasur Wildan yang dilapisi sprei abu-abu polos. Cowok itu kemudian menatap langit-langit kamar dengan hampa. Selama ini, dia dan Wildan memang sering bertengkar. Namun justru hal itulah yang membuat Caka merindukan masnya berkali-kali lipat.

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang