47. Tak Ingin Menyerah

173 23 3
                                    

Sambil baca part ini, bolehlah sambil putar yang ada di mulmed

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil baca part ini, bolehlah sambil putar yang ada di mulmed. Happy reading!
🐰

Akhirnya setelah kurang lebih seminggu dirawat di rumah sakit, hari ini Banyu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Tepatnya nanti sore.

Caka yang ditugaskan mengurus rumah pun bolak-balik ke warung untuk membeli segala keperluan. Sebenarnya, Haris menyarankan untuk ke supermarket saja agar lebih lengkap, tapi Caka memilih berbelanja di warung Pok Iyun. Lebih ekonomis dan merakyat katanya.

Seperti kebiasannya, cowok itu memilih berjalan kaki menuju warung Pok Iyun yang tak jauh dari rumahnya. Dan Caka merasa bahwa hari itu dia benar-benar ketiban durian runtuh. Bagaimana tidak, sesampainya di warung, cowok itu bertemu Laila yang membeli bumbu dapur.

Caka tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya. Setelah hampir dua minggu hanya berkomunikasi via ponsel akhirnya mereka dipertemukan.

Keduanya memutuskan untuk pulang bersama, berjalan beriringan sembari bertukar cerita. Namun, atensi Caka hanya terpusat pada wajah Laila, bukan apa yang gadis itu bicarakan.

Caka begitu merindukan gadis di sampingnya ini. Mereka tidak dipisahkan jarak seperti Wildan dan Vini, tapi tembok kokoh yang menghalangi keduanya adalah restu orang tua Laila.

"Caka, kamu kok ngelihatin aku mulu, sih?" tanya Laila yang tampak tersipu.

"Kangen, hehe," cengir Caka sambil menggaruk belakang kepalanya.

Kali ini cowok itu benar-benar merindukan Laila, bukan hanya gombalan semata. Rasanya, dia ingin membawa cewek itu bersamanya agar mereka tak terpisahkan lagi.

Tak terasa, akhirnya mereka telah sampai di depan gerbang rumah Laila. Jujut, Caka benar-benar belum rela berpisah dengan gadis itu.

"Caka, boleh kita bicara sebentar?" tanya Laila yang tampak sedikit ragu.

"Boleh." Caka mengangguk. "Ada apa?"

"Bicara di dalem aja, ya. Di rumah nggak ada siapa-siapa. Mommy sama daddy-ku lagi pergi, kakakku juga."

Lagi-lagi Caka hanya mengangguk dan mengikuti Laila yang mulai memasuki pelataran rumahnya.

"Laila, kita ngobrolnya di sini aja, ya. Kan lagi nggak ada siapa-siapa di rumah kamu. Takut jadi fitnah," ucap Caka sembari menunjuk kursi yang berada di teras rumah Laila.

Laila tersenyum. Hatinya menghangat mendengar ucapan Caka yang begitu menghormatinya sebagai seorang perempuan. Keduanya pun lantas duduk di kursi teras.

Kolase Bratadika [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang