🐰
Rintik air hujan yang kian deras berjatuhan tidak membuat Naka sedikit pun beranjak dari dipan yang ada di teras. Bahkan kakinya yang telanjang ikut terkena cipratan air yang beradu dengan tanah basah. Alih-alih beranjak, cowok itu justru hanya mengangkat kakinya ke dipan dan semakin menyamankan posisi duduknya. Ia tak peduli pada malam yang semakin larut.
Hujan justru menariknya pada kilas ingatan masa kecilnya yang sangat dia rindukan. Tentang keluarganya yang masih utuh. Tentang dirinya yang hangat dan mampu mencairkan suasana dengan sangat mudah. Sekarang, bahkan Naka tidak mengenal dirinya sendiri.
Cowok itu merasa asing dengan sikap yang dia tunjukkan pada semua orang. Bahkan dengan keluarganya, dia terkadang sulit untuk beradaptasi.
Rasa kehilangan memaksa separuh jiwanya pergi. Membuat dunianya seolah hanya berporos pada tumpukan buku dan rumus yang memuakkan.
"Heh, kembar sinting! Sini lo berdua gue gebog pake bola!"
"Caka, Naka. Aku pecat ya jadi saudara. Kalian nakal banget, mulai sekarang adikku cuma Dek Cilla!"
"Abang, Kakak! Adek tuh lagi gambar. Jangan ganggu ih!"
Sungguh, Naka merindukan dirinya yang dulu. Ceria dan tak kalah usil dengan Caka.
Dulu, Caka dan Naka adalah partner perusuh yang ulung. Masih teringat betul dalam ingatan Naka kala umurnya tujuh tahun, ia dan Caka membuat perahu kertas menggunakan lembar ujian Bang Banyu sampai abangnya itu memusuhi mereka hampir sebulan. Mereka juga pernah memecahkan akuarium milik Mas Wildan dan menggoreng ikan hias yang berada di akuarium tersebut. Imbasnya, mereka terkena jambakan dan jeweran maut Mas Wildan.
Maka saat Naka berubah dingin, Caka mengambil alih semua keusilan itu. Caka orang yang pertama bangkit ketika Mami pergi. Dia menghibur semua orang dan berlagak menjadi orang bodoh yang baik-baik saja. Sementara Naka, sampai sekarang ia masih mencoba melupakan rasa kehilangan yang begitu menyesakkan dasa.
Dan di saat hujan begini, rindunya terhadap sang mami semakin kuat. Dia rindu bagaimana Mami menyuapi kelima anaknya secara bergantian. Bagaimana Mami memeluknya sambil menggumamkan kata-kata penenang saat petir datang.
Kini Naka sendirian. Bersama bayang-bayang Mami yang tak pernah hilang.
Saat ini waktu telah menunjukan pukul sebelas malam, dan Naka enggan beranjak. Karena saat ia terlelap maka rasa sakit bekas kehilangan itu akan berdatangan mengusik ketenangan.
Sungguh, Naka ingin hidup seperti sedia kala. Ia lelah harus bersikap seperti orang yang sama sekali bukan dirinya.
"Ka, lo nggak kesambet, kan?" Suara tersebut kontan mengenterupsi Naka. Cowok itu menoleh dan menemukan Caka yang berjalan ke arahnya sambil menyatukan kedua tangan tangan dan berkomat-kamit, seperti seorang dukun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolase Bratadika [End]
Fiction généraleBratadika bersaudara memiliki kehidupan yang sederhana. Hidup tanpa ibu menjadikan mereka kuat dengan caranya masing-masing. Lantas, bagaimana cara mereka saling menjaga satu sama lain? Rank: #1 in Winmetawin (23/06/21) #5 in Chimonwachirawit (22/06...