32. Finally, I Find You

2K 169 34
                                    

Saat di rasa tempat pelariannya sudah cukup jauh, Jungkook pun menghentikan langkahnya. Memilih untuk mengistirahatkan tubuh letihnya itu di bawah pepohonan taman yang terlihat begitu rindang.

Jungkook tersenyum, memandang ke arah langit yang cerah. Bersyukur karena setidaknya hari ini tidak turun hujan lagi. Ia akan terlihat seperti seorang pengecut yang kemudian berlari untuk menghindari hujan lebat. Tubuh lemahnya sudah tidak mampu lagi bila harus di biarkan terus-menerus melawan udara dingin. Jungkook benar-benar tidak ingin bila ia harus merepotkan orang lain lagi. Sudah cukup, pikirnya.

"Jungkook?"

Tubuh Jungkook mendadak terasa kaku. Rasanya begitu sulit bahkan hanya untuk sekedar
di gerakkan saja. Jungkook tahu, ia benar-benar hafal betul dengan suara yang baru saja memanggil namanya itu. Yah, memang siapa lagi pemilik suara cempreng yang terdengar begitu khas di telinganya selain Jimin? Tapi mana mungkin Pria mungil itu bisa menemuinya di sini jika ia jelas-jelas baru saja melihatnya di balik ruangan kecil dengan  jeruji besi sebagai penghalangnya.

Jungkook berbalik. Hanya berniat untuk memastikan jika suara yang baru saja ia dengar barusan bukanlah bagian dari halunasinya. Beberapa hari terakhir ini Suara Pria itu memang selalu menghantui kehidupannya. Tidak mengenal waktu dan juga tempat, suara Jimin  selalu muncul di manapun ia berada. Bahkan di saat malam ketika Jungkook ingin menutup kedua matanya pun suara itu terasa seperti ada di sampingnya.

Jungkook tersenyum, walaupun saat ini ia hanya bisa menatap Siluet wajah indah itu dalam bentuk bayangan yang semu saja namun bagi Jungkook itu sudah cukup. Mana mungkin ia memiliki keberanian yang cukup untuk menemui Pria itu sekarang. Pria yang harus kehilangan Anak dan juga kewarasannya hanya karena dirinya. Jungkook benar-benar merasa bersalah tentang hal itu tapi tetap saja ia tidak bisa melakukan apapun untuk dapat memulihkan keadaan apalagi merubahnya seperti sediakala.

Jungkook terlarut dalam khayalan indahnya tentang Jimin hingga tidak menyadari jika objek ia jadikan sebagai bahan khayalannya itu sudah berdiri di depannya. Pria mungil itu sedang berusaha keras untuk tidak meledakkan tangisannya. Jimin tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama lagi. Ia berjanji, kali ini ia akan jauh lebih berhati-hati menghadapi Jungkook. Sebisa mungkin memahami Cara Pria itu berpikir dan juga bertindak. Jimin tidak ingin kehilangan Jungkook lagi karena ia begitu mencintainya.

Dengan perlahan Jimin memposisikan dirinya tepat di samping Jungkook. Sejak tadi bibirnya terus bergetar karena terlalu banyak menahan tangis. Rasa-rasanya Jimin ingin sekali memeluk Pria itu sekarang juga. Memberikan pelukan dan juga ciuman hangat sebagai penghantar rasa rindunya akan pria itu selama ini tapi untuk melakukan semua itu
Tentunya di butuhkan perjuangan yang tidak sedikit. Jimin terlalu gugup, canggung bila harus memulai segalanya lebih duluan terlebih ketika ia melihat seperti apa respon yang di tunjukkan oleh Jungkook setelah menemuinya di rumah sakit tadi. Bisa saja kan Jungkook merasa takut padanya.

Jimin berdehem pelan, berusaha mengusir perasaan ragunya dan  memberanikan dirinya untuk mengenggam tangan Jungkook. Bisa Jimin lihat seberapa kagetnya Pria itu saat menyadari keberadaannya di sini. Membayangkan jika ia berada di posisi  Jungkook dan harus di hadapkan dengan orang yang kehilangan setengah kewarasannya memanglah sangat menakutkan.

"Jimin? B-bagaimana bisa? Bagaimana kau bisa ada di sini?"

Jungkook yang kaget buru-buru melepaskan genggaman Jimin di tangannya. Sedikit banyaknya Jimin merasa kecewa melihat reaksi Jungkook namun dengan sekuat tenaga ia mencoba untuk menyembunyikan semuanya. Tidak apa-apa. Bahkan hanya dengan melihat Jungkook dalam Jarak yang dekat seperti ini saja sudah cukup tapi apakah sungguh saat ini Jungkook baik-baik saja? Maksud Jimin adalah jika Jungkook benar dalam keadaan sehat maka tidak mungkinkan wajahnya pucat dan rambut di kepalanya menghilang begitu saja. Apa mungkin sakit Jungkook bertambah parah?

"Aku kabur, aku tidak tahan bila harus terus- menerus di kurung di sana sementara aku sudah sehat. Kau bisa melihatnya bukan?" Jimin menggerakkan tubuhnya dan melompat-lompat kecil di tempatnya. Ia tersenyum lebar, berharap dengan melihat tingkah konyolnya ini maka ia bisa membuat Jungkook tersenyum. Sejak tadi Pria itu hanya menatapnya tanpa berniat untuk berkedip barang sebentar saja. Apakah Jungkook benar-benar kaget karena baru pertama kali ini melihat pasien rumah sakit kabur?

"Kenapa kau melakukannya? Maksudku kenapa kau harus kabur jika kau bisa mengatakannya dengan cara baik-baik pada Yoongi?" Senyum Jimin lenyap begitu saja. Sungguh, dari sekian banyaknya tanggapan mengapa Jungkook malah mengatakan hal itu padanya. Bukannya Jungkook senang karena Jimin rela kabur dari rumah sakit hanya untuk menemuinya tapi kenapa reaksi yang Jimin dapatkan justru sebaliknya.

Dengan kedua tangan yang saling bertautan, Jimin memberikan jawabannya pada Jungkook " dia tidak mau mendengarkanku. Yoongi hyung berpikir jika aku masih butuh perawatan. Bahkan jika aku melakukan hal yang sama seperti hal yang baru saja aku lakukan di depanmu, ia tidak akan percaya."

Jimin bingung, tidak tahu harus melakukan hal apa lagi agar Jungkook mau mempercayainya.

"Aku pikir kau pun sama dengan Yoongi. Kau mungkin tidak mempercayaiku dan yah sepertinya tidak ada gunanya aku ada disini jika kau tidak menginginkannya. Baiklah, kalau begitu jaga dirimu. Aku pergi dulu."

Jimin sudah akan melangkahkan kakinya untuk pergi dari hadapan Jungkook namun belum jauh Jimin melangkahkan kakinya Pria itu kemudian meraih tangannya dan dalam sekejap membawa Jimin masuk ke dalam pelukannya. Jimin menangis, bukan karena sedih melainkan karena terlalu bahagia. Ia sama sekali tidak menyangka jika Jungkook akan memeluknya lagi seperti ini. Tubuh, suara dan juga kehangatan inilah yang sejak tadi Jimin harapkan.

"Dasar bodoh, siapa yang menyuruhmu pergi? Apa aku pernah mengatakan jika kau boleh pergi dariku, tidak bukan?" Jimin memukul dada pelan Jungkook. Diam-diam merasa kesal karena sejak tadi Pria itu ternyata mempermainkannya saja. Jungkook hanya ingin melihat seperti apa reaksi Jimin jika ia sama sekali tidak memberi sambutan pada Pria mungil itu.

"Aku pikir kau jauh lebih mengenalku di bandingkan orang lain tapi ternyata aku salah. Dasar payah" setelah mengatakan hal itu Jungkook pun menertawakan Jimin. Ia pikir sikap Jimin yang barusan benar-benar lucu dan pantas untuk ia tertawakan namun lain Jungkook lain pula dengan Jimin, karena sekarang Pria itu malah semakin mengeraskan tangisannya membuat Jungkook yang mendengarnya langsung panik bukan main apalagi di sekitar mereka saat ini ada banyak orang yang berlalu lalang.

"Kau jahat. Hiks...hiks...bagaimana bisa kau  tertawa seperti itu saat aku sedang menangis di depanmu." Jungkook jadi merasa bersalah, yah memang tidak seharusnya ia melakukan hal itu tapi entah mengapa dengan melakukannya perasaan sedih Jungkook perlahan menghilang begitu saja. Tingkah lucu Jimin memang ajaib, benar-benar seperti obat bagi hati Jungkook yang kian merapuh.

"Ya sudah, aku minta maaf. Daripada menangis di sini lebih baik ikut aku pulang ke rumah, kau mau kan pulang bersamaku?" Jimin mengangguk pelan. Pipinya merona seperti kepiting rebus. Tinggal berdua dengan Jungkook? 

Sungguh hanya dengan memikirkannya saja otak Jimin sudah menjalar kemana-mana. Dasar otak mesum, menjauhlah.

"Aku mau!" Jungkook tersenyum lebar. Memamerkan deretan gigi rapinya. Sudah lama sekali Jimin tidak melihat senyum Jungkook yang seperti itu.

"Sepertinya kau semangat sekali yah ingin tinggal bersamaku?"
Jimin yang kesal pun memukul dada Jungkook.

"Bisakah kau berhenti menggodaku? Dasar menyebalkan"
Ucap Jimin sambil berjalan meninggalkan Jungkook, sepertinya akan butuh sedikit waktu bagi Jungkook untuk meredahkan amarah Jimin.





Tbc.



Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang